Sebagian besar dari kita tentunya setuju, bahwa prosesi mudik identik dengan kemacetan. Betapa tidak, bila jutaan manusia harus berpindah dari satu wilayah (kota) ke wilayah lainnya (kampung halaman) dalam tempo bersamaan. Sarana transportasi yang digunakan, baik mobil pribadi, bus, maupun sepeda motor dipastikan mengular memenuhi jalan sepanjang jalur mudik.

 

Tanpa disadari, kemacetan selama mudik ini telah berkontribusi terhadap polusi udara yang juga menjadi penyebab global warming. Pasalnya, pembakaran bahan bakar dalam mesin kendaraan yang terjebak kemacetan tidak pernah terbakar dengan sempurna. Pembakaran tidak sempurna terjadi karena udara untuk pembakaran tidak mencukupi. Ketidak sempurnaan pembakaran akan membentuk karbon monoksida dan uap air.

 

Selain mengurangi efisiensi bahan bakar, ketidak sempurnaan pembakaran juga menghasilkan asap yang mengandung gas-gas karbon dioksida, karbon monoksida (CO), nitrogen dioksida, partikel karbon (jelaga), dan sisa bahan bakar lainnya, yang mayoritas bersifat racun. Oleh karena itu, pembakaran tak sempurna akan mencemari udara.

 

Asap Knalpot

 

Ditengah kemacetan, ratusan bahkan ribuan cerobong kenalpot selain mengeluarkan suara yang meyebabkan kebisingan (polusi suara), juga menghasikan asap (polusi udara). Secara umum, asap buang kendaraan yang keluar dari cerobong knalpot menghasilkan gas yang tidak hanya berbahaya bagi kesehatan, tetapi juga berkontribusi terhadap meningkatnya gas rumah kaca. Gas karbon dioksida (CO2) misalnya, kendati tingkat bahaya tergolong menengah, namun gas karbon dioksida merupakan gas rumah kaca. Peningkatan kadar gas karbon dioksida akibat kemacetan mudik, dapat mengakibatkan peningkatan suhu permukaan bumi yang dikenal dengan global warming.

 

Kedua, gas karbon monoksida (CO). Gas ini bersifat tidak berwarna dan berbau, sehingga kehadirannya sulit dideteksi secara kasat mata. Permasalahannya, gas ini bersifat racun, dapat menimbulkan rasa sakit pada mata, saluran pernapasan, dan paru-paru. Gas karbon monoksida juga menghalangi fungsi vital hemoglobin untuk membawa oksigen bagi tubuh sehingga menyebabkan kekurangan oksigen. Kekurangan oksigen dalam aliran darah dan jaringan tubuh akan menurunkan kinerja tubuh dan pada akhirnya dapat menimbulkan kerusakan pada organ-organ tubuh.

 

Senyawa yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar berikutnya adalah nitrogen dioksida. Senyawa nitrogen dioksida terbuang langsung ke udara bebas dari hasil pembakaran bahan bakar. Nitrogen dioksida di udara tidak beracun secara langsung pada manusia, tetapi senyawa ini bereaksi dengan bahan-bahan pencemar lain dan menimbulkan fenomena asap-kabut. Asap-kabut menyebabkan berkurangnya daya pandang, iritasi pada mata dan saluran pernapasan, menjadikan tanaman layu, dan menurunkan kualitas udara.

 

Selanjutnya partikel karbon (jelaga/asap). Zat ini dapat berbentuk padat atau cair yang tersuspensi di udara dan bisa berbentuk debu, asap, atau jelaga. Zat ini berukuran sangat kecil yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar yang tidak sempurna. Pada proses pembakaran debu terbentuk dari pemecahan unsur hidrokarbon dan proses oksidasi setelahnya. Dalam debu tersebut terkandung debu sendiri dan beberapa kandungan metal oksida. Dalam proses ekspansi selanjutnya di atmosfir, kandungan metal dan debu tersebut membentuk partikulat. Beberapa unsur kandungan partikulat adalah karbon, SOF (Soluble Organic Fraction), debu, SO4, dan H2O (BPLH – 2002).

 

Nah, jika dari satu cerobong knalpot kendaraan berkontribusi menghasilkan senyawa tersebut diatas, maka berapa yang bisa dihasilkan dari kemacetan akibat mudik? Sementara, even mudik yang hanya setahun sekali tentunya akan membuat lalu-lintas (khususnya dijalur mudik) meningkat secara signifikan. Artinya, kemacetan tak bisa dielakkan di beberapa titik mudik. Selain ketidak sempurnaan pembakaran, kemacetan juga memicu pembakaran gas secara percuma (boros). Semakin besarnya bahan bakar terbuang percuma, secara otomatis pencemaran udara yangdihasilkan juga meningkat signifikan.

 

Agus Sujatno- Staff YLKI

(Dimuat di Majalah Warta Konsumen)