Jika kita cermati, tidak habis rasanya untuk digali pangsa pasar yang berhubungan dengan telepon genggam di Indonesia. Betapa tidak, mulai dari kemunculannya pertama kali, permintaan akan telepon seluler terus menunjukan peningkatan yang cukup signifikan. Bahkan gelontoran produk handset baru yang muncul di hampir setiap bulan senantiasa diterima pasar. Lihatlah dari sekedar telepon genggam konvensional, berkamera, memuat MP3 player, 3G sampai pada perangakat online yang hanya sekali sentuh untuk login di jejaring sosial dunia maya semacam facebook atau twitter.

Tidak berhenti pada kecanggihan perangkat handset dan fiturnya saja, pernak-pernik yang menyertai keberadaan hanphone juga disambut hangat oleh pasar. Mulai dari aksesoris pemanis sampai pada teknologi penyerta semacam game java online tiga dimensi, nada sambung pribadi sesuai dengan selera pemakai, dan layanan nada dering yang tidak lagi sekedar bunyi kring atau bip saja. Semua tersaji demi melengkapi gaya hidup berponsel.

Tak heran bila kemudian layanan penyedia jasa ini berubah ujud menjelma bisnis yang menjanjikan. Nada dering misalnya, besarnya animo masyarakat dalam menyambut kehadiran nada dering yang bisa ditransfer dalam memori handsetnya, agaknya dipahami benar para pelaku usaha jasa ini. Bak jamur dimusim penghujan, bisnis penyedia ringstone dan nada sambungpun tumbuh subur menyemarakkan lahan pertelepon genggaman. Tak pelak persaingan antar penyedia layananpun terhampar. Dengan strategi masing-masing, Mereka berlomba mencari celah demi mendapatkan keuntungan dari bisnis penawaran ringstone maupun nada sambung.

Iklan, merupakan salah satu model yang dirasa cukup efektif untuk memperkenalkan produk mereka serta mampu membujuk rayu konsumen terpikat dengan jasa layanan ringstone maupun nada sambung.  Melalui iklan cetak di berbagai surat kabar umum maupun tabloid khusus tentang ponsel, ataupun iklan gencar-gencaran dengan menggunakan media elektronik (khusunya televisi), dengan satu tujuan menjaring konsumen

Ringstone Gratis

Tak bisa dipungkiri, belakangan iklan penawaraan ringstone maupun nada sambung  marak menghiasi layar kaca. Celakanya tidak semua iklan nada dering tersebut memberikan keterangan yang cukup bagi konsumen, bahkan sebagian diantaranya berpotensi melanggar Undang-Undang Perlindungan Konsumen dengan tidak menyantumkan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa (pasal 4).

Satu diantaranya adalah iklan yang menyertakan kata ”gratis” dalam menawarkan ringstone tersebut, kendati kenyataannya konsumen harus membayar untuk mendapatkannya. Dalam iklan disebutkan bahwa cukup dengan mengetik sms reg (spasi) penyanyi dan dikirim ke nomor yang ditentukan, yang biasanya terdiri 4 (empat) digit, nada dering sudah dapat dimiliki dengan ”gratis”.

Iklan semacam ini selain berpotensi melanggar UUPK secara diametral juga melanggar Etika Pariwara, yang menyatakan bahwa pemakaian kata ”gratis” atau kata lain yang bermakna sama tidak diperbolehkan dalam iklan, bila ternyata konsumen harus membayar biaya lain. Biaya pengiriman yang dikenakan pada konsumen juga harus dicantumkan dengan jelas.

Dalam beberapa kasus iklan ringstone ”gratis”, sejatinya tidak benar-benar gratis. Namun juga menyantumkan adanya biaya SMS dan GPRS, yang celakanya ditulis dalam huruf kecil dan terletak di tempat yang sempit dan paling bawah. Penempatan biaya pada space kecil mengaburkan calon konsumen bahwa sebenarnya ada biaya untuk mengaktifkan ringstone tersebut. Dengan demikian jelaslah bahwa konsumen tidak mendapatkan ringstone secara gratis, tanpa biaya apapun.

Dari sudut pandang lain, iklan semacam ini juga perlu dipertanyakan niat baik dari pengiklan. Secara umum, produk-produk yang diiklankan dan menawarkan tambahan produk lain secara gratis, tentunya akan memberikan fokus yang lebih besar pada produk utamanya dan bukan pada produk sampingannya yang diberikan secara gratis. Dalam iklan-iklan ringstone ”reg” pada umumnya justru lebih menekankan dan mengeksplor pada produk ”gratis” mereka – dengan kata yang diulang-ulang – ketimbang jualan utamanya. Produk utama malah dicantumkan dengan huruf-huruf yang sangat kecil dan terletak dibagian bawah. Dalam iklan reg ringstone ”gratis” jualan utama misalnya hanya sekedar menjadi informasi kecil mengenai musik berupa sms yang hendak dikirim 2 kali setiap harinya dengan biaya tertentu per sms-nya. Kondisi semacam inilah yang patut dipertanyakan apakah sebenarnya ada niat yang disembunyikan dengan beriklan seperti itu.

Dengan menuliskan kata gratis secara besar-besaran serta melafalkan berulang – ulang ada indikasi bahwa pelaku usaha sengaja menjebak konsumen melakukan registrasi pada nomor yang dimaksud. Dalam realitanya, konsumen dikenai beban biaya GPRS dan sms premium untuk setiap pengiriman informasi kontent. Tindakan semacam ini jelas menyalahi ketentuan dalam UUPK, etika pariwara yang berdampak merugikan konsumen.

***

Agus Sujatno, Staff YLKI

(Dimuat di Majalah Warta Konsumen)