Pernahkah Anda mengamati, berapa banyak iklan rokok terpampang di sekitar tempat tinggal Anda? Bisa dipastikan, tidak sedikit. Iklan berupa billboard, pamflet, spanduk atau stiker agaknya menjadi pemandangan lazim di hampir seluruh kota di Indonesia, bahkan desa sekalipun. Ini beralasan, sebab sejauh ini hanya sedikit daerah yang telah memiliki payung hukum dan melarang segala bentuk iklan rokok diwilayahnya. Bahkan secara nasional, tak ada secuilpun Undang-Undang yang melarang iklan rokok.

Tak berlebihan bila kemudian Gobal Youth Tobacco Survey (2000) menemukan sebanyak 73-80% remaja terpapar iklan rokok berbagai jenis melalui bermacam media. Media yang paling banyak digunakan untuk mengiklankan produk tembakau adalah kegiatan olah raga, kegiatan-kegiatan remaja lainnya dan papan reklame/billboards (80%). Di Jakarta, 93,9% remaja melihat iklan di billboard, 88,7% melihat iklan di televisi dan bahkan lebih banyak lagi (92,4%) melihat iklan selama kegiatan olah raga dan acara remaja. Rata-rata 11% remaja di dunia pernah ditawari rokok oleh pabrik rokok dan di Jakarta, persentasenya ternyata lebih tinggi yaitu 13,2 %.

Semua perusahaan tembakau besar di Indonesia mensponsori kegiatan olah raga, kegiatan remaja dan konser musik, menciptakan lingkungan yang mempromosikan konsumsi produk tembakau sebagai upaya untuk menjadikan merokok sebagai bagian dari norma sosial terutama untuk anak-anak dan remaja (www.fda.gov/opacom/campaigns/tobacco). Akibatnya anak-anak Indonesia sangat dipengaruhi oleh iklan yang mengasosiasikan rokok dengan kesuksesan dan citra positif lain. Akibat selanjutnya, terjadi peningkatan yang cepat dari konsumsi tembakau antara tahun 1995 dan tahun 2001.

Di sisi lain munculnya mitos bila menjalankan kebijakan pelarangan menyeluruh terhadap iklan, promosi dan sponsor rokok akan menurunkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) membikin gamang para pemimpin daerah membuat dan menerapkan kebijakan tersebut. Lantas benarkah hal ini? Atau hanya sebuah mitos yang diragukan kebenarannya?

Berdasar pengalaman di kota Padang Panjang, Sumatra Barat, yang menerapkan kebijakan pelarangan iklan rokok, terbukti tidak menurunkan PAD. Bahkan, studi tentang pendapatan daerah dari advertensi rokok yang dilakukan oleh TCSC IAKMI (2010) menemukan bahwa penerimaan pendapatan dari pajak reklame hanya memberikan kontribusi 0,12% – 1,01% kepada total  pendapatan daerah.

Studi yang dilakukan di Semarang, Surabaya dan Pontianak ini juga menemukan tren pendapatan dari pajak reklame produk non rokok terus mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Dan rubrik Telaah kali ini membedah hasil studi tentang pendapatan daerah dari advertensi rokok di kota Semarang, Surabaya dan Pontianak yang dilakukan oleh TCSC-IAKMI (Tobacco Control Suport Centre – Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia).

STRUKTUR PENDAPATAN DAERAH

Sebagaimana diatur dalam UU No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah ditetapkan bahwa Sumber Penerimaan Daerah dalam Pelaksanaan Desentralisasi terdiri atas Pendapatan Daerah dan Pembiayaan. Kota Semarang, Surabaya dan Pontianak memiliki struktur pendapatan daerah yang sama.

Pendapatan Daerah bersumber dari Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, serta Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah (lihat gambar 01). Sedangkan Pembiayaan bersumber dari Sisa lebih perhitungan anggaran daerah, Penerimaan pinjaman daerah, Dana cadangan daerah dan Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan.

 

Gambar 01.  Struktur Pendapatan Daerah

 

REKLAME ROKOK VS NON ROKOK DI TIGA KOTA

 

  • SEMARANG

 

Pajak Reklame di Semarang diatur dalam Perda No. 2 Tahun 2002 tentang Pajak Reklame. Pajak Reklame merupakan pajak yang dipungut atas setiap penyelenggaraan reklame dengan objek pajak reklame meliputi semua penyelenggaraan reklame, diantaranya reklame megatron, papan (Billboard), baliho, kain, stiker, film atau slide dan lainnya.

Subjek pajak merupakan orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan atau melakukan pemesanan reklame, sedangkan wajib pajak reklame, orang pribadi atau badan penyelenggara reklame. Pengenaan Pajak didasarkan pada nilai sewa reklame (NSR) yang dihitung dengan memperhatikan lokasi penempatan, jalur jalan, ketinggian, sudut pandang posisi, jenis, jangka waktu penyelenggaraan dan ukuran media.

Tarif pajak ditetapkan sebesar 25% dari nilai sewa reklame. Untuk reklame produk rokok dikenakan tambahan pajak sebesar 25% dari pokok pajak. Besarnya pajak yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan dasar pengenaan pajak.

Selama tahun 2008, terdapat tiga pemohon reklame rokok terbanyak yaitu Dji Sam Soe (164), Marlboro (156) dan Djarum (140). Sementara itu pada tahun 2009, pemohon terbanyak adalah A-Mild (118), diikuti oleh Djarum (114) dan Marlboro (113). Pada tahun 2010, pemohon terbanyak yaitu Gudang Garam (203), Djarum (140) dan Bentoel (115). Jika dilihat dari pendapatan daerah yang diperoleh dari pajak reklame rokok maka untuk periode 2008 hingga 2010, yang tertinggi memberikan pendapatan yaitu Djarum, Gudang Garam dan Sampoerna. Lihat tabel 01.

Tabel 01. Pemohon yang memberikan pemasukan pajak reklame tertinggi

 

Tahun

Nama Pemohon

Jumlah Pajak (Rp)

2008

Djarum

1.117.796.500

Gudang Garam

301.257.000

Sampoerna

177.200.500

2009

Djarum

1.028.084.500

Sampoerna

189.250.500

Gudang Garam

186.231.000

2010

Djarum

1.026.547.500

Gudang Garam

209.308.000

Sampoerna

158.402.000

 

Jumlah unit dan pajak reklame rokok di Semarang tahun 2008-2010 sebanyak 941, 834 dan 770 unit dengan jumlah pajak Rp 2.129.502.500, Rp 1.892.377.500, Rp 1.876.719.500. Dari data tersebut terlihat penurunan pengguna lahan untuk reklame rokok selama tiga tahun terakhir. Hal ini berpengaruh terhadap jumlah pajak yang diterima oleh Pemkot Semarang. Dari tahun 2008 ke 2009 terjadi penurunan sekitar 11% sedangkan dari tahun 2009 ke 2010 terjadi sedikit penurunan yaitu 1%.

Pada tabel 02 menggambarkan perbandingan penerimaan dari reklame rokok dan reklame produk selain rokok untuk tahun 2008-2010 di kota Semarang.

 

Tabel 02.  Realisasi Pajak Reklame Produk Rokok dan Produk Selain Rokok Semarang Tahun 2008-2010

Pajak Reklame

2008

2009

2010

Total

16.824.197.531

16.063.853.958

Data sedang diaudit

Iklan Rokok

2.129.502.500

1.892.377.500

1.876.719.500

Selain Iklan Rokok

14.694.695.031

14.171.476.458

Data sedang diaudit

 

Dari tabel di atas terlihat selama 3 tahun terjadi penurunan untuk reklame rokok, sedangkan untuk reklame non rokok data tahun 2010 belum bisa diperoleh karena belum selesai diaudit, namun terlihat ada penurunan juga sekitar 3,5%. Dengan melihat tabel di atas, maka dapat dihitung pendapatan rata-rata per bulan dari pajak reklame rokok dan produk selain rokok untuk tahun 2008 diketahui sebesar Rp 177.458.542 untuk produk rokok dan Rp 1.224.557.919 untuk produk non rokok. Tahun 2009 didapatkan sebesar Rp 157.698.125 untuk produk rokok dan Rp 1.180.956.372 untuk produk non rokok. Tahun 2010 didapatkan sebesar Rp 156.393.292 untuk produk rokok dan untuk produk non rokok belum di dapatkan karena data sedang di audit.

PREDIKSI PENDAPATAN

Untuk pendapatan daerah dari reklame rokok di Semarang, jika kita buat prediksi (forecasting) tren tahunan, maka akan didapat tabel seperti berikut ini:

 

Tabel 03. Forecasting pendapatan dari reklame rokok di Semarang hingga tahun 2014

 

Tahun

2008

2009

2010

2011

2012

2013

2014

Pendapatan dari Reklame rokok

2.129.502.500

1.892.377.500

1.876.719.500

1.713.416.833

1.648.543.944

1.518.051.204

1.431.305.031

 

Pada tabel 03 terlihat bahwa pendapatan dari pajak reklame rokok, trennya terus menurun dari tahun ke tahun. Jika prediksi dilanjutkan maka pada tahun 2027, pendapatan dari pajak reklame rokok mendekati titik nol. Sementara itu, pendapatan dari pajak reklame non rokok belum bisa dibuat trennya karena data yang tersedia hanya dua tahun, sedangkan untuk membuat prediksi tren, harus tersedia minimal data tiga tahun.

Perhitungan forecasting ini dilakukan TCSC-IAKMI berdasarkan formula dalam Microsoft Excel dan biasanya dipakai juga untuk pembuatan Rencana Strategis (Renstra), Studi Kelayakan (Feasibility Study), dan lain-lain.

  • SURABAYA

Pajak Reklame di Surabaya diatur dalam Perda No. 8 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan Reklame dan Pajak Reklame. Tarif pajak ditetapkan sebesar 25% dari nilai sewa reklame dan reklame produk rokok dikenakan tambahan pajak sebesar 25% dari pokok pajak. Besarnya pajak yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan dasar pengenaan pajak. Sementara itu, jumlah unit dan pajak reklame rokok di Surabaya tahun 2008-2010 secara berurut adalah 1.596, 1.938 dan 2.403 unit dengan jumlah pajak Rp 22.321.452.073, Rp 25.451.099.755, Rp 33.054.321.529. Dari data tersebut terlihat kenaikan pendapatan dari pajak reklame produk rokok selama 3 tahun terakhir. Dari tahun 2008 ke 2009 terjadi kenaikan sekitar 14% sedangkan dari tahun 2009 ke 2010 terjadi kenaikan yaitu 30%.

Sebagai gambaran, pada Tabel 04 membandingan penerimaan dari reklame rokok dan reklame produk selain rokok untuk tahun 2008-2010 di Surabaya.

Tabel 04.  Realisasi Pajak Reklame Produk Rokok dan Produk Selain Rokok Surabaya Tahun 2008-2010

Pajak Reklame

2008

2009

2010

Total

62.755.912.631

76.223.405.856

85.537.370.414

Iklan Rokok

22.321.452.072

25.451.099.755

33.054.321.529

Selain Iklan Rokok

40.434.460.559

50.772.306.101

52.483.048.885

 

Dari tabel di atas terlihat selama tiga tahun terjadi kenaikan reklame rokok maupun reklame non rokok. Untuk pendapatan dari pajak reklame non rokok, tahun 2008 ke 2009 terjadi kenaikan sekitar 26% sedangkan dari tahun 2009 ke 2010 terjadi kenaikan 3,4%. Dengan melihat tabel 04 maka dapat dihitung pendapatan rata-rata per bulan dari pajak reklame rokok dan produk non rokok. Tahun 2008 untuk produk rokok didapatkan sebesar Rp 1.860.121.006 dan produk non rokok sebesar Rp 3.369.538.380. Tahun 2009 didapatkan sebesar Rp 2.120.924.980 untuk produk rokok dan Rp 4.231.025.508 untuk produk non rokok sedangkan tahun 2010 didapatkan Rp 2.754.526.794 (produk rokok) dan Rp 4.373.587.407 (produk non rokok).

PREDIKSI PENDAPATAN

Untuk pendapatan daerah dari reklame rokok dan non rokok di Surabaya, jika dibuat prediksi (forecasting) maka akan didapat rincian seperti dalam tabel 05.

Tabel 05.  Forecasting pendapatan dari reklame rokok di Surabaya hingga tahun 2014

 

Tahun

2008

2009

2010

2011

2012

2013

2014

Reklame rokok (Rp)

1.860.121.006

2.120.924.980

2.754.526.794

3.139.596.715

3.690.354.564

4.130.653.795

4.644.592.104

Reklame non rokok (Rp)

3.369.538.380

4.231.025.508

4.373.587.407

4.995.432.792

5.297.755.853

5.813.093.797

6.186.421.819

Dari tabel 05, pendapatan pajak reklame produk rokok dan non rokok di Surabaya trennya terus naik dari tahun ke tahun. Namun, persentase kenaikan pendapatan untuk produk rokok lebih tinggi dibanding produk non rokok. Hal ini dapat dipahami mengingat di Jawa Timur banyak terdapat industri rokok dari skala kecil hingga besar.

  • PONTIANAK

Pajak Reklame di Pontianak di atur dalam Perda No. 10 Tahun 2005 tentang Pajak Reklame. Adanya perubahan sistem tentang pajak daerah dan retribusi daerah maka dibentuklah peraturan baru Perda Kota Pontianak No. 6 Tahun 2010 tentang Pajak Daerah Kota Pontianak.

Pajak reklame merupakan pajak atas penyelenggaraan reklame, yaitu benda, alat, perbuatan atau media yang bentuk dan corak ragamnya dirancang untuk tujuan komersial memperkenalkan, menganjurkan, mempromosikan atau untuk menarik perhatian umum terhadap barang, jasa, orang atau badan yang dapat dilihat, dibaca, didengar, dirasakan dan atau dinikmati oleh umum.

Di Pontianak ada beberapa pengecualian yang tidak termasuk sebagai objek pajak reklame diantaranya:

  1. Penyelenggaraan reklame melalui internet, televisi, radio, warta harian, warta mingguan, warta bulanan dan sejenisnya.
  2. Label/merek produk yang melekat pada barang yang diperdagangkan, yang berfungsi untuk membedakan dari produk sejenis lainnya;
  3. Nama pengenal usaha atau profesi yang dipasang melekat pada bangunan tempat usaha atau profesi diselenggarakan sesuai dengan ketentuan yang mengatur nama pengenal usaha atau profesi tersebut;
  4. Reklame yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah; dan
  5. Reklame yang ditempatkan pada kendaraan dan tidak bersifat komersial.
  6. Atribut atau gambar orang dari partai politik yang diselenggarakan dalam rangak kampanye pemilihan umum dan organisasi sosial kemasyarakatan serta tidak ada unsur komersial.
  7. Penyelenggaraan reklame lainnya yang ditetapkan dengan peraturan daerah.

Tarif pajak reklame ditetapkan 25% (dua puluh lima persen) untuk produk rokok. Sedangkan reklame di luar produk rokok ditetapkan 20%. Tarif pajak reklame ditetapkan dengan Peraturan Daerah, dengan tata cara pemasangan reklame diatur lebih lanjut dalam Peraturan Walikota. Peraturan Walikota Pontianak No. 13 Tahun 2008 berisi tentang Petunjuk Pelaksanaan Ijin Mendirikan Bangunan Reklame di Pontianak, sedangkan Peraturan Walikota Pontianak No. 14 Tahun 2008 berisi tentang Tata Cara Penyelenggaraan Reklame di Pontianak.

Selama tahun 2008-2010 diketahui banyaknya pemohon reklame rokok di kota Pontianak dengan mengacu pada tiga pemohon reklame rokok terbanyak adalah LA (67), diikuti oleh A-Mild (32) dan Gudang Garam (22). Sementara, tahun 2009 pemohon terbanyak adalah LA (43), A-Mild (40) dan L & M (19). Pada tahun 2010, pemohon terbanyak yaitu LA (71), A-Mild (24) dan U-Mild (24).

Jumlah pemohon reklame rokok dan jumlah pajak yang didapat Pemerintah Kota Pontianak dari pemasangan reklame rokok selama tahun 2008-2010 adalah 345, 327 dan 382 unit dengan jumlah pajak Rp 1.054.577.082, Rp 1.620.366.541, Rp 1.534.243.524. Dari data  tampak terjadi kenaikan pendapatan sebesar 54% pada tahun 2009 dibandingkan tahun 2008, namun kemudian di tahun 2010 terjadi sedikit penurunan pendapatan yaitu sebesar 5,5%.               

Tabel 06. Pendapatan dari Pajak Reklame Berdasarkan Jenis Reklame di Pontianak Tahun 2008-2010

Jenis Reklame

2008

2009

2010

Non Rokok

Rokok

Non Rokok

Rokok

Non Rokok

Rokok

Baliho

77.922.600

14.478.750

42.790.200

46.316.250

107.645.792

23.143.500

Banner

0

0

55.763.850

36.558.750

196.580.310

118.115.625

Bendera

2.835.000

6.418.750

0

203.750

2.000.000

2.184.375

Bilboard  dengan penerangan

756.992.824

480.945.227

883.719.339

584.306.813

1.328.840.680

646.724.361

Bilboard  tanpa penerangan

268.087.341

206.949.197

368.516.298

276.183.385

546.497.097

325.512.882

Kain

90.899.220

82.797.000

25.926.300

189.027.750

0

Kendaraan

26.642.804

7.162.500

50.922.498

4.329.263

38.694.111

10.920.900

Papan

10.791.338

7.720.313

0

0

0

0

Papan dengan penerangan

296.968.809

2.524.922

306.144.729

8.481.095

394.972.343

14.671.880

Papan tanpa penerangan

1.085.847.258

58.234.172

1.196.418.470

106.980.941

1.363.860.793

153.274.854

Peragaan-temp

1.950.000

0

5.400.000

1.406.250

1.950.000

0

Spanduk

125.079.540

74.707.501

154.508.600

124.961.252

296.176.151

119.721.457

Sun Screen

0

0

218.400

107.946.787

4.593.000

56.335.335

Umbul-umbul

46.736.700

104.979.375

131.350.560

126.004.880

149.938.242

50.747.730

Videotron

0

7.659.375

0

7.659.375

0

12.890.625

Jumlah

2.790.753.434

1.054.577.082

3.221.679.244

1.620.366.541

4.431.748.519

1.534.243.524

 

Dari tabel 06 diketahui bahwa jenis reklame billboard dengan penerangan memberikan pendapatan yang terbesar, diikuti jenis reklame billboard tanpa penerangan dan papan tanpa penerangan. Khusus untuk reklame rokok, jenis reklame umbul-umbul dan spanduk juga memberikan pendapatan yang cukup besar. Yang perlu dicermati bahwa terjadi kenaikan pendapatan dari tahun 2008 hingga 2010 di semua jenis reklame produk non rokok, kecuali pada jenis reklame bendera, kain dan kendaraan. Artinya masih terdapat ruang untuk meningkatnya pendapatan dari pajak reklame produk non rokok.

Di Pontianak selama 2008-2010 pendapatan tiap bulan bervariasi, baik untuk produk rokok maupun non rokok. Pendapatan tertinggi diperoleh sekitar bulan Mei hingga September di tahun 2008. Secara rerata pendapatan diperoleh sebesar Rp 87,9 juta per bulan untuk produk rokok dan Rp 232,6 juta per bulan untuk produk non rokok.

Tahun 2009, pendapatan tertinggi dari produk rokok diperoleh pada November dan Desember, sedangkan dari produk non rokok pada September dan Desember. Pendapatan rerata dari produk rokok sebesar Rp 135 juta per bulan, dan Rp 268,5 juta per bulan dari produk non rokok. Sedangkan di tahun 2010, pendapatan tertinggi dari pajak reklame diperoleh pada bulan Agustus dan Desember. Reratanya sebesar Rp 127,9 juta per bulan dari produk rokok dan Rp 369,3 juta per bulan dari produk non rokok.

PREDIKSI PENDAPATAN

Untuk pendapatan daerah dari reklame rokok dan non rokok di Pontianak, jika dibuat prediksi (forecasting) maka akan nampak seperti dalam tabel 07.

 

Tabel 07.  Forecasting tren tahunan pendapatan dari reklame rokok di Pontianak hingga tahun 2014

Tahun

2008

2009

2010

2011

2012

2013

2014

Pendapatan dari reklame rokok 1.054.577.082 1.620.366.541 1.534.243.524 1.882.728.824 2.122.562.045 2.362.395.266 2.602.228.487
Pendapatan dari reklame non rokok 2.790.753.434 3.221.679.244 4.431.748.519 5.006.435.532 5.803.692.011 6.600.948.489 7.398.204.968

 

Tabel 07 menunjukkan pendapatan dari pajak reklame rokok dan non rokok terus naik dari tahun ke tahun, namun kenaikan lebih tajam terjadi pada produk non rokok.

PENDAPATAN NON ADVERTENSI ROKOK

Pada tabel 08, digambarkan pendapatan daerah kota Semarang tahun 2008 hingga 2010.

Tabel 08  Pendapatan Daerah Kota Semarang Tahun 2008-2010

 

No.

Jenis Pendapatan

Jumlah Pendapatan (Rp)

1

Pendapatan Asli Daerah periode Januari-Desember 2008

266.380.929.097

2

Pendapatan Asli Daerah periode Januari-Desember 2009

306.112.422.821

3

Pendapatan Asli Daerah periode Januari-Desember 2010

Data belum diaudit

4

Total Pendapatan Asli Daerah periode Januari 2008 – Desember 2010

5

Dana Perimbangan periode Januari-Desember 2008

887.424.863.439

6

Dana Perimbangan periode Januari-Desember 2009

1.006.576.475.543

7

Dana Perimbangan periode Januari-Desember 2010

Data belum diaudit

8

Total Dana Perimbangan periode Januari 2008 – Desember 2010

9

Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah periode Januari-Desember 2008

183.871.039.695

10

Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah periode Januari-Desember 2009

225.801.639.152

11

Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah periode Januari-Desember 2010

Data belum di audit

12

Total Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah periode Januari 2008 – Desember 2010

 

Dari tabel 08, dapat dihitung total pendapatan daerah selain dari advertensi rokok dengan cara mengurangi jumlah pendapatan asli daerah dengan pendapatan dari advertensi rokok. Hasilnya seperti pada tabel 09.

 

Tabel 09  Pendapatan daerah selain dari advertensi rokok

 

Jenis Pendapatan Daerah

2008 (Rp)

2009 (Rp)

2010 (Rp)

Pendapatan Asli Daerah Selain dari Advertensi Rokok

264.251.426.597

304.220.045.321

Data masih diauit

Dana Perimbangan

887.424.863.439

1.006.576.475.543

Data masih diaudit

Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah

183.871.039.695

225.801.639.152

Data masih diaudit

Total Pendapatan Daerah Selain dari Advertensi Rokok

1.335.547.329.731

1.536.598.160.016

Data masih diaudit

 

Tabel di atas menunjukkan bahwa walaupun terjadi penurunan pendapatan dari advertensi rokok dari tahun 2008 ke 2009, namun hal itu tertutupi dengan kenaikan yang cukup signifikan pada jenis pendapatan daerah lainnya yaitu melalui Pendapatan Asli Daerah selain dari Advertensi rokok, Dana Perimbangan maupun Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah.

Jika dipersentase, jumlah pendapatan dari advertensi rokok dengan jeni-jenis pendapatan daerah lainnya di Semarang, maka akan didapatkan sebagai berikut;

Pendapatan daerah dari advertensi rokok pada tahun 2008 hanya sebesar:

–          0,15% dari total pendapatan daerah tahun 2008,

–          0,8% dari pendapatan asli daerah (PAD) tahun 2008, dan

–          12,5% dari pendapatan total dari advertensi semua produk (rokok dan non rokok) tahun 2008

Sedangkan untuk tahun 2009, pendapatan daerah dari advertensi rokok pada tahun 2009 hanya sebesar:

–          0,12% dari total pendapatan daerah tahun 2009,

–          0,6% dari pendapatan asli daerah (PAD) tahun 2009, dan

–          11,9% dari pendapatan total dari advertensi semua produk (rokok dan non rokok) tahun 2009

 

Sementara di Surabaya, dari Tabel 10 digambarkan pendapatan daerah Kota Surabaya untuk tahun 2008 hingga 2010.

 

Tabel 10.  Pendapatan Daerah Kota Surabaya Tahun 2008 – 2010

 

No.

Jenis Pendapatan

Jumlah Pendapatan (Rp)

1

Pendapatan Asli Daerah periode Januari-Desember 2008

764.225.258.372

2

Pendapatan Asli Daerah periode Januari-Desember 2009

882.616.888.644

3

Pendapatan Asli Daerah periode Januari-Desember 2010

1.059.891.415.591

4

Total Pendapatan Asli Daerah periode Januari 2008 – Desember 2010

2.706.733.562.607

5

Dana Perimbangan periode Januari-Desember 2008

1.308.486.621.208

6

Dana Perimbangan periode Januari-Desember 2009

1.542.368.257.097

7

Dana Perimbangan periode Januari-Desember 2010

1.593.973.028.548

8

Total Dana Perimbangan periode Januari 2008 – Desember 2010

4.444.827.906.853

9

Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah periode Januari-Desember 2008

290.493.997.870

10

Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah periode Januari-Desember 2009

360.299.521.575

11

Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah periode Januari-Desember 2010

617.556.788.729

12

Total Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah periode Januari 2008 – Desember 2010

1.268.350.308.174

 

Dari tabel 10 maka dapat dihitung total pendapatan daerah selain dari advertensi rokok, yaitu dengan mengurangi jumlah pendapatan asli daerah dengan pendapatan dari advertensi rokok. Hasilnya seperti terlihat di tabel 11.

 

Tabel 11. Pendapatan daerah selain dari advertensi rokok

 

Jenis Pendapatan Daerah

2008 (Rp)

2009 (Rp)

2010 (Rp)

Total 2008-2010 (Rp)

Pendapatan Asli Daerah Selain dari Advertensi Rokok 741.903.806.300 857.165.788.889 1.026.837.094.062

2.625.906.689.251

Dana Perimbangan 1.308.486.621.208 1.542.368.257.097 1.593.973.028.548

4.444.827.906.853

Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah 290.493.997.870 360.299.521.575 617.556.788.729

1.268.350.308.174

Total Pendapatan Daerah Selain dari Advertensi Rokok 2.340.884.425.378 2.759.833.567.561 3.238.366.911.339

8.339.084.904.278

 

Tabel 11, menunjukkan terjadinya kenaikan pendapatan dari tahun 2008 hingga 2010 yaitu pada Pendapatan Asli Daerah (PAD) selain dari advertensi rokok, Dana Perimbangan dan Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah.

Jika dipersentase, jumlah pendapatan dari advertensi rokok dengan jenis-jenis pendapatan daerah lainnya di Surabaya, maka akan didapatkan sebagai berikut;

Pendapatan daerah dari advertensi rokok pada tahun 2008 hanya sebesar:

–          0,94% dari total pendapatan daerah tahun 2008,

–          2,91% dari pendapatan asli daerah (PAD) tahun 2008, dan

–          35,56% dari pendapatan total dari advertensi semua produk (rokok dan non rokok) tahun 2008.

Sedangkan untuk tahun 2009, pendapatan daerah dari advertensi rokok pada tahun 2009 hanya sebesar:

–          0,91% dari total pendapatan daerah tahun 2009,

–          2,88% dari pendapatan asli daerah (PAD) tahun 2009, dan

–          33,44% dari pendapatan total dari advertensi semua produk (rokok dan non rokok) tahun 2009.

Untuk tahun 2010, pendapatan daerah dari advertensi rokok pada tahun 2010 hanya sebesar:

–          1,01% dari total pendapatan daerah tahun 2010,

–          3,11% dari pendapatan asli daerah (PAD) tahun 2010, dan

–          38,64% dari pendapatan total dari advertensi semua produk (rokok dan non rokok) tahun 2010.

 

Di Pontianak, Tabel 12 menggambarkan pendapatan daerah Pontianak tahun 2008 hingga 2010.

 

Tabel 12 Pendapatan Daerah Pontianak Tahun 2008 – 2010

No.

Jenis Pendapatan

Jumlah Pendapatan (Rp)

1

Pendapatan Asli Daerah periode Januari-Desember 2008

64.207.342.982

2

Pendapatan Asli Daerah periode Januari-Desember 2009

65.847.726.760

3

Pendapatan Asli Daerah periode Januari-Desember 2010

87.368.264.213

4

Total Pendapatan Asli Daerah periode Januari 2008 – Desember 2010

217.423.333.955

5

Dana Perimbangan periode Januari-Desember 2008

490.179.216.424

6

Dana Perimbangan periode Januari-Desember 2009

499.640.062.069

7

Dana Perimbangan periode Januari-Desember 2010

499.166.051.965

8

Total Dana Perimbangan periode Januari 2008 – Desember 2010

1.488.985.330.458

9

Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah periode Januari-Desember 2008

64.302.785.648

10

Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah periode Januari-Desember 2009

100.183.965.095

11

Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah periode Januari-Desember 2010

179.165.772.015

12

Total Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah periode Januari 2008 – Desember 2010

172.880.732.277

 

Dari tabel 12 maka dapat dihitung total pendapatan daerah selain dari advertensi rokok, yaitu dengan mengurangi jumlah pendapatan asli daerah dengan pendapatan dari advertensi rokok. Hasilnya seperti terlhat di tabel 13.

 

Tabel 13. Pendapatan daerah selain dari advertensi rokok

Jenis Pendapatan Daerah

2008 (Rp)

2009 (Rp)

2010 (Rp)

Total 2008-2010 (Rp)

Pendapatan Asli Daerah Selain dari Advertensi Rokok

63.152.765.900

64.227.360.219

85.834.020.689

213.214.146.808

Dana Perimbangan

490.179.216.424

499.640.062.069

499.166.051.965

1.488.985.330.458

Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah

64.302.785.648

100.183.965.095

179.165.772.015

343.652.522.758

Total Pendapatan Daerah Selain dari Advertensi Rokok

617.634.767.972

664.051.387.383

764.165.844.669

2.045.852.000.024

 

Tabel di atas menunjukkan terjadinya kenaikan PAD antara tahun 2008 s.d. 2010, sedangkan dana perimbangan relatif sama dalam 3 tahun terakhir. Lain-lain pendapatan daerah yang sah juga mengalami peningkatan yang cukup tajam dari tahun 2008 ke 2010.

Jika dipersentase, jumlah pendapatan dari advertensi rokok dengan jeni-jenis pendapatan daerah lainnya di Pontianak, maka akan didapatkan sebagai berikut;

Diketahui bahwa pendapatan daerah dari advertensi rokok tahun 2008 hanya sebesar:

–          0,16% dari total pendapatan daerah tahun 2008,

–          1,64% dari pendapatan asli daerah (PAD) tahun 2008, dan

–          27,70% dari pendapatan total dari advertensi semua produk (rokok dan non rokok) tahun 2008.

Sedangkan untuk tahun 2009, pendapatan daerah dari advertensi rokok pada tahun 2009 hanya sebesar:

–          0,24% dari total pendapatan daerah tahun 2009,

–          2,46% dari pendapatan asli daerah (PAD) tahun 2009, dan

–          33,93% dari pendapatan total dari advertensi semua produk (rokok dan non rokok) tahun 2009.

Untuk tahun 2010, pendapatan daerah dari advertensi rokok pada tahun 2010 hanya sebesar:

–          0,20% dari total pendapatan daerah tahun 2010,

–          1,76% dari pendapatan asli daerah (PAD) tahun 2010, dan

–          26,13% dari pendapatan total dari advertensi semua produk (rokok dan non rokok) tahun 2010.

 

DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU

 

Secara berurutan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) yang diterima Kota Semarang selama kurun waktu 3 tahun terakhir adalah, tidak mendapatkan DBHCHT (2008), Rp 9.546.746.210 (2009) dan Rp 4.878.333.702 (2010).

Sebagai catatan, alokasi DBHCHT tahun 2009 yang berhasil diserap hanya Rp 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) oleh Disperindag. Dana yang belum terserap kemudian seluruhnya ditambahkan kepada alokasi DBHCHT tahun 2010, sehingga DBHCHT tahun 2010 untuk Semarang sebesar Rp 13.425.079.912.

Sedangkan cukai yang diterima Surabaya selama tahun 2008 hingga 2010 berfluktuatif. Jika pendapatan DBHCHT dari tahun 2008 ke 2009 terjadi kenaikan hampir 500% atau 5 kali lipat, maka tahun 2009 ke 2010 terjadi penurunan sebesar 40%.

Secara rinci tabel 14 menggambarkan pendapatan kota Semarang dan Surabaya dari dana bagi hasil cukai rokok dari pemerintah pusat cukup besar. Untuk kota Pontianak tidak pernah mendapatkan dana tersebut karena tidak terdapat petani tembakau maupun industri rokok di kota ini.

 

Tabel 14  Pendapatan dari DBHCHT di Kota Semarang, Surabaya dan Pontianak

 

Kota

Pendapatan dari dana bagi hasil cukai hasil tembakau (Rupiah)

2008

2009

2010

Semarang

Tidak mendapat DBHCHT

9.546.746.210

13.425.079.912

Surabaya

3.590.836.463

17.151.241.458

10.251.872.684

Pontianak

 

DBHCHT merupakan pendapatan daerah yang cukup besar, terlebih bila Pemerintah Kota Semarang, Surabaya dan Pontianak mendukung dinaikkannya persentase cukai rokok oleh Pemerintah Pusat (Ditjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan), maka pendapatan daerah dari dana bagi hasil cukai rokok ini kemungkinan akan semakin besar.

Yang perlu dikritisi adalah alokasi dana bagi hasil cukai rokok yang sebagian besar untuk peningkatan kualitas bahan baku tembakau, pembinaan industri tembakau dan produknya, pembinaan lingkungan sosial, sosialisasi ketentuan di bidang cukai, pemberantasan barang kena cukai ilegal. Walaupun ini sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 84/PMK.07/2008, namun jelas sekali bahwa tidak ada alokasi khusus untuk penanggulangan dampak produk tembakau seperti yang disepakati dalam FCTC (Framework Convention on Tobacco Control). Apakah terkait dengan tidak ditandatanganinya FCTC oleh Pemerintah indonesia?.

SURABAYA TERTINGGI

Dari tiga kota Semarang, Surabaya dan Pontianak, hanya Pontianak yang dapat memberikan data per bulan, sedangkan kota lainnya hanya memberikan data pendapatan dalam setahun. Pada tabel 17, ditampilkan pendapatan per bulan yaitu rata-rata dari pendapatan setahun dibagi dengan 12 bulan.

 

Tabel 17. Pendapatan rata-rata per bulan dari pajak reklame rokok dan non rokok di kota Semarang, Surabaya dan Pontianak.

 

Kota

Pendapatan rata-rata per bulan dari pajak reklame (Rupiah)

2008

2009

2010

Rokok

Non Rokok

Rokok

Non Rokok

Rokok

Non Rokok

Semarang

177.458.542

1.224.557.919

157.698.125

1.180.956.372

156.393.292

Belum diaudit

Surabaya

1.860.121.006

3.369.538.380

2.120.924.980

4.231.025.508

2.754.526.794

4.373.587.407

Pontianak

87.881.424

232.562.786

135.030.545

268.473.270

127.853.627

369.312.377

Pendapatan yang cukup tinggi dari pajak reklame rokok di Surabaya kemungkinan karena Surabaya kota terbesar kedua setelah Jakarta dengan jumlah penduduk 2,8 juta dan luas kota 374 km2. Berbeda dengan kota Semarang (373,7km2), kendati luas wilayah hampir sama dengan Surabaya namun jumlah penduduknya hanya 1,5 juta jiwa. Apalagi jika dibandingkan dengan kota Pontianak yang luasnya hanya 107,8 km2 dan jumlah penduduknya 500 ribu jiwa.

Selain itu, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku (ADHB) berturut-turut untuk kota Semarang, Surabaya dan Pontianak adalah Rp 38,4 Triliun; Rp 154,2 Triliun; dan Rp 10,4 Triliun. Sementara PDRB per kapita berturut-turut untuk kota Semarang, Surabaya dan Pontianak adalah Rp 23,4 Juta; Rp 52,5 Juta; dan Rp 19,7 Juta.  Kondisi perekonomian makro yang lebih baik itulah yang merupakan salah satu faktor penyebab lebih tingginya pendapatan pajak reklame di kota Surabaya dibanding kota Semarang dan Pontianak.

Di samping itu, Jawa Timur merupakan penghasil tembakau terbesar di Indonesia dan memiliki industri rokok terbanyak. Dari industri rokok yang banyak ini tentunya volume pemohon pajak reklame rokok akan cukup tinggi.

Dari table 17 juga nampak, Semarang mengalami penurunan pendapatan dari pajak reklame rokok dari tahun 2008 hingga 2010, sedangkan dari pajak reklame non rokok juga mengalami penurunan pendapatan pada tahun 2009. Untuk tahun 2010, sampai hasil penelitian ini diolah, data masih belum didapat dengan alasan masih dalam tahap audit.

Jika dilihat jumlah rupiahnya, pendapatan dari non rokok jauh lebih besar dibanding produk rokok, tentunya ini peluang untuk lebih meningkatkan lagi pendapatan dari pajak reklame non rokok. Menurut Dinas Pendapatan Daerah Kota Semarang, pajak reklame produk perbankan, telepon seluler, makanan dan otomotif memberikan pendapatan tertinggi untuk produk non rokok.

Di Surabaya dari tahun 2008 hingga 2010 terjadi peningkatan pajak reklame baik produk rokok maupun non rokok. Jika dilihat jumlah rupiahnya, pendapatan dari produk rokok cukup besar yaitu sekitar sepertiga dari total pendapatan pajak reklame. Namun jika dilihat dari total pendapatan daerah (lihat tabel 11), pendapatan dari pajak reklame produk rokok hanya sekitar 1% dari total pendapatan daerah.

Di kota Pontianak, terjadi kenaikan pendapatan dari pajak reklame rokok di tahun 2009, namun kemudian pendapatan menurun kembali di tahun 2010. Sementara itu, pendapatan dari pajak reklame non rokok terus meningkat dari tahun 2008 hingga 2010. Ini menjadi peluang untuk lebih meningkatkan lagi pendapatan dari pajak reklame produk non rokok.

Secara ringkas tabel 18, menampilkan rata-rata pendapatan per bulan dari total pendapatan daerah di kota Semarang, Surabaya dan Pontianak.

 

Tabel 18. Rata-rata pendapatan per bulan dari total pendapatan daerah di kota Semarang, Surabaya dan Pontianak

Kota

Pendapatan rata-rata per bulan dari total pendapatan daerah (Rupiah)

2008

2009

2010

Semarang

111,473,069,352

128,207,544,793

Belum diaudit

Surabaya

196,933,823,120

232,107,055,609

272,618,436,072

Pontianak

51,557,445,421

55,472,646,160

49,577,358,142

Jika kita bandingkan pendapatan per bulan dari pajak reklame rokok dengan total pendapatan daerah maka terlihat bahwa pendapatan dari pajak reklame rokok sangat kecil. Contoh, di Semarang tahun 2008, pendapatan per bulan dari pajak reklame rokok Rp 177 juta sedangkan pendapatan per bulan dari total pendapatan daerah Rp 111 milyar. Data di Surabaya dan Pontianak pun memberikan gambaran bahwa pendapatan per bulan dari pajak reklame rokok sangat kecil jika dibanding dengan pendapatan per bulan dari total pendapatan daerah.

Prevalensi konsumen rokok di Jawa Tengah sebesar 34,3%, Jawa Timur 32,6% dan Kalimantan Barat 32,4%. Dari persentase konsumen rokok di Jawa Timur dan dari jumlah penduduk kota Surabaya sejumlah 2,8 juta jiwa, maka dapat diasumsikan jumlah konsumen rokok di kota Surabaya lebih tinggi dibanding kota lainnya, dan prevalensi penyakit terkait rokok kemungkinan juga lebih tinggi. Jadi kendati persentase pendapatan pajak reklame rokok di kota Surabaya paling besar dibanding dua kota lainnya, namun beban ekonomi akibat penyakit terkait rokok diasumsikan akan lebih besar juga.

 

ADVERTENSI ROKOK VS PENDAPATAN DAERAH

 

Tabel 19, menunjukkan di Semarang, Surabaya dan Pontianak, pendapatan dari pajak reklame rokok hanya sebesar 0,12% hingga 1,01% dari total pendapatan daerah, dengan pendapatan terkecil di Semarang dan pendapatan terbesar di Surabaya.

Dari gambaran ini semestinya pemerintah daerah berani untuk menerapkan larangan menyeluruh terhadap iklan rokok. Hilangnya pendapatan daerah tidak akan terlalu besar, dan banyak cara untuk menutup kehilangan pendapatan tersebut dengan menggali sumber pendapatan daerah lainnya, baik dari pajak reklame produk non rokok, dari dana perimbangan maupun lain-lain pendapatan daerah yang sah. Hanya diperlukan keinginan politik yang kuat untuk menerapkan larangan terhadap iklan rokok tersebut.

 

Tabel 19.  Persentase pendapatan dari reklame rokok dibandingkan dengan total pendapatan daerah di kota Semarang, Surabaya dan Pontianak

 

Kota

2008

2009

2010

Semarang 0,15% dari total pendapatan daerah 0,12% dari total pendapatan daerah Data belum diaudit
Surabaya 0,94% dari total pendapatan daerah 0,91% dari total pendapatan daerah 1,01% dari total pendapatan daerah
Pontianak 0,16% dari total pendapatan daerah 0,24% dari total pendapatan daerah 0,20% dari total pendapatan daerah

 

KONKLUSI

 

Dari seluruh data yang berhasil dikumpulkan melalui studi ini, maka diketahui bahwa pendapatan kota Semarang, Surabaya dan Pontianak dari pajak reklame rokok hanya 0,12% – 1,01% dari total pendapatan daerah. Selain itu, pendapatan dari pajak reklame non rokok di Surabaya dan Pontianak trennya terus naik dari tahun ke tahun, sedangkan untuk Semarang belum didapatkan data di tahun 2010, sehingga tidak dapat diprediksi trennya. Kenaikan pendapatan dari pajak reklame non rokok ini tentunya merupakan peluang yang perlu diberi perhatian oleh pemerintah daerah. Berikut disampaikan rekomendasi untuk pemerintah kota Semarang, Surabaya dan Pontianak.

Dengan kecilnya persentase pendapatan dari pajak reklame rokok dibandingkan dengan total pendapatan daerah, serta mengingat dampak buruk akibat rokok, maka TCSC-IAKMI merekomendasikan diterapkannya larangan iklan rokok di kota Semarang, Surabaya dan Pontianak karena kehilangan pendapatan yang terjadi dapat ditutupi dari sumber pendapatan daerah lainnya seperti dari pajak reklame non rokok, pendapatan asli daerah lainnya, dana perimbangan maupun lain-lain pendapatan daerah yang sah.

Potensi pendapatan dari reklame produk non rokok yang dapat digali lebih jauh di kota Semarang, Surabaya dan Pontianak adalah dari sektor telepon seluler, otomotif, makanan & minuman, serta perbankan.

Sementara itu, sebagian besar DBHCHT dialokasikan tidak berkatian dengan penanggulangan dampak buruk produk tembakau, kendati hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan. Namun menjadi lebih bijaksana jika Menteri Keuangan mengeluarkan peraturan baru tentang penggunaan DBHCHT yang sesuai dengan pengendalian dampak produk tembakau yang disepakati dalam FCTC.

***

Agus Sujatno, Staff YLKI

Sumber data: TCSC-IAKMI

Gambar diambil dari sini