Di Indonesia banyak pasien yang sakit pilek atau diare terbiasa untuk diberi obat antibiotik. Data dari lembaga peduli sehat Yayasan Orang Tua Peduli menyebutkan bahwa 86,4% pasien infeksi virus yang ditandai dengan demam diberi antibiotik, sementara 74,1% yang terkena diare juga diberi antibiotik. Padahal penyakit ini disebabkan oleh virus. Jika disebabkan oleh virus, kunci kesembuhannya tinggal makan yang bergizi, vitamin C dan istirahat yang cukup. Jika sudah cukup istirahat, tubuh akan mengeluarkan daya tahannya sendiri untuk melawan virus penyakit tersebut.

Begitu juga dengan batuk, seringkali diberikan antibiotik. Padahal batuk ada 2 macam,  ada yang disebabkan oleh infeksi virus sehingga tidak perlu diberi antibiotik, ada yang memang karena bakteri diparu-paru (pnemonia). Untuk mengetahui jenis batuk yang diderita oleh pasien, tentu diperlukan pemeriksaan mendalam terhadap jenis penyakit yang diderita.

Kebiasaan menggunakan antibiotik tidak semestinya ini ikut andil dalam meningkatkan ancaman resistensi terhadap antibiotik. Ini merupakan ancaman serius, sehingga ketika pertemuan World Economic Forum menghasilkan pernyataan yang menyebutkan bahwa Antibiotik Resisten sebagai salah satu Resiko Global paling Top (Top Global Risk) di tahun 2013.

Bagaimana tidak? Di beberapa negara maju, ketidakmampuan obat antibiotik dalam menyembuhkan infeksi mulai mengemuka. Seperti pada tahun 2007, menurut Professor ahli mikrobiologi dari Universitas Tufts, Dr. Stuart B Levy menyebutkan bahwa terdapat 100.000 orang meninggal akibat infeksi yang tidak bisa disembuhkan.

Di Indonesia sendiri, kasus ini belum tercatat. Tetapi seorang Ahli Mikrobiologi Klinik Indonesia (PAMKI), Prof. Sam Suharto menyebutkan dalam 20 tahun terakhir makin banyak pasien operasi ringan meninggal karena tidak ada antibiotik yang mempan mengatasi infeksi yang diderita pasien. Resistensi antibiotik adalah kondisi ketika suatu strain bakteri dalam tubuh menjadi kebal terhadap antibiotik.

Pemerintah sendiri pada masa Kementrian dipegang oleh Ibu Endang, sempat meluncurkan program yang serius untuk mengatasi Resistensi terhadap Antibiotik. Ada 4 Kebijakan Kementrian Kesehatan terkait Antibioti, yaitu:

1. Daftar Obat Esensial Nasional

2. Program Pengendalian Resistensi Anti Mikroba di RS Pendidikan

3. Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik yang tertuang didalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 2406/Menkes/PER/XII/2011

4. Program Antimicrobial Stewardship, yang dimaksudkan sebagai alat monitoring penggunaan antibiotik bagi petugas kesehatan.

Sayang ketika Menteri berganti, program ini tidak terdengar lagi gaungnya. Padahal, ancaman ini semakin nyata, ketika infeksi ringanpun, jika bakteri sudah kebal, antibiotik apapun tidak akan mempan.

Selain dari sisi pemerintah, tentu diharapkan konsumen atau pasien juga bijak dalam menggunakan antibiotik. Antibiotik bukan obat mandraguna yang bisa menyembuhkan semua penyakit. Jika penyebabnya virus, ya utamakan istirahat yang cukup, makan yang bergizi, minum air putih hangat yang banyak, dan tidur. Ketika tidur, daya tahan tubuh bisa mengeluarkan potensi terbaiknya. Jika semakin parah, mintalah kepada dokter, diagnosa yang paling baik, sehingga obat yang diberikan memang tepat manfaat dan dosisnya bagi penyembuhan penyakit.  Jadilah konsumen yang bijak dalam memakai antibiotik!

Jakarta, 23 April 2014

– Ilyani S. Andang –

– Anggota Pengurus Harian YLKI-