Jika yang menjadi alasan kurang gizi atau gizi buruk karena asumsi pangan bergizi mesti mahal, adalah hal yang slaah kaprah. Bahkan, pangan lokal dengan harga terjangkau pun memiliki kandungan gizi yang tinggi.

“Indonesia Cinta Sehat; Generasi Cinta Sehat, Siap Membangun Negeri” demikian tema hari kesehatan nasional tahun 2015. Generasi cinta sehat, tentu juga generasi yang sadar gizi. Terutama bagi orangtua yang memiliki balita (bawah lima tahun), jika masalah gizi teratasi dengan baik, maka Indonesia akan memiliki generasi yang sehat. Tetapi jika terjadi pengabaian gizi sejak balita, bersiaplah Indonesia kehilangan kesempatan memiliki generasi yang cerdas, seberapa kecilpun persentase itu.

Karena kekurangan gizi sejak balita bersifat irreversibel (tidak dapat balik kembali). Pertumbuhan otak bayi di bawah 2 tahun mencapai 90%, dan sisanya akan dicapai hingga usia 5 tahun. Kehilangan kesempatan memberikan gizi pada pertumbuhan otak akan berakibat fatal. Bisa terjadi lost generation atau generasi yang hilang di Indonesia.

Celakanya, kekhawatiran akan lost generation itu bisa menjadi kenyataan di Indonesia. Berdasarkan data Riskesdas tahun 2013, 19,6% balita Indonesia berstatus kurang gizi. Nyaris 1 diantara 5 balita kekurangan gizi. Angka yang sangat tinggi. Badan kesehatan dunia (WHO) sudah memberi peringatan terhadap Indonesia, karena balita Indonesia menderita triple burden, yaitu kurang nutrisi, stunting (pendek) dan obesitas.

KURANG INFORMASI

Bahkan di Jakarta, kota metropolitan dengan APBD mencapai triliyunan rupiah, masih ditemukan bayi bergizi buruk, strata yang lebih rendah dari sekedar kurang gizi. Pertanyaannya, mengapa terjadi gizi buruk atau kurang gizi? Apa karena kurang daya beli atau kurang informasi/pengetahuan soal gizi?

Soal daya beli, dalam beberapa kali penyuluhan tentang pangan sehat di pinggiran jakarta, YLKI menyempatkan bertanya kepada banyak siswa tentang rata-rata menghabiskan uang untuk jajan. Sungguh mencengangkan, sebab anak-anak sekolah dasar tersebut mampu menghabiskan uang jajan hingga 20 ribu rupiah per hari untuk membeli jajan pangan dengan kemasan warna-warni yang minim gizi. Ini juga diamini oleh para Ibu yang sengaja memberi uang jajan pada anak ketimbang harus memberikan bekal ketika ke sekolah.

Jika yang menjadi alasan kurang gizi atau gizi buruk karena asumsi pangan bergizi mesti mahal, adalah hal yang salah kaprah. Bahkan, pangan lokal dengan harga terjangkau pun memiliki kandungan gizi tinggi. Berikut ini daftar 5 pangan lokal dengan gizi tinggi yang baik untuk asupan balita (lebih dari 6 bulan, untuk bayi 0 – 6 bulan, yang terhebat tentu ASI Ekslusif).

 Ubi jalar, terutama yang kuning, merah, atau ungu. Pangan jenis ini mengandung beta karoten sangat tinggi. Juga mengandung vitamin C, B, kalsium, kalium, fosfor, zat besi yang amat dibutuhkan tubuh. Soal harga jangan ditanya. Ubi jalar sangat mudah ditemukan di hampir seluruh pasar tradisional dengan harga antara 5 ribu hingga 8 ribu per kilogram. Khusus untuk ubi ungu, sebaiknya dicampur dengan susu ketika disajikan kepada balita, karena kadang sedikit ada rasa pahit. Tetapi secara umum, karena rasanya memang enak, manis dan lembut ketika diblender, balita akan suka.

Bayam. Jenis sayuran ini mudah didapat dan tersedia di mana-mana. Dan cukup murah, seikat bayam bisa ditembus dengan harga antara seribu hingga dua ribu rupiah. Sayuran ini kaya akan gizi. Selain antioksidan, bayam juga mengandung zat besi yang dibutuhkan untuk mencegah anemia dan sebagai nutrisi perkembangan otak. Bayam juga mengandung vitamin K yang berperan penting dalam sistem saraf dan fungsi otak, untuk sintesis spingolipids, lemak penting yang membentuk selubung myilen di sekitar syaraf. Untuk bayi lebih dari 8 bulan, bayam bisa disajikan dengan direbus terlebih dahulu, kemudian di blender bersama pangan karbohidratnya. Tetapi bayam tidak boleh dipanaskan ulang, jadi sesuaikan porsi sekali makan.

Telur ayam. Memiliki gizi yang sangat tinggi, termasuk protein tinggi, karotenoid, lutein, vitamin B kompleks, tinggi zat besi, tinggi kalsium. Harga pangan ini juga terjangkau bagi masyarakat. Untuk ayam kampung berkisar antara 2 ribu sampai 3 ribu per butir telur. Tetapi untuk konsumsi balita, pastikan telur yang dimasak benar-benar matang, supaya bakteri jahat yang terkandung dalam telur mati. Telur juga bisa memicu alergi, jadi berikan sedikit dulu untuk melihat reaksinya.

Ikan teri segar. Menteri Kelautan dan Perikanan RI, Susi Pudjiastuti, pernah berujar bahwa potensi perikanan Indonesia demikian berlimpah, termasuk ikan teri. Harga ikan teri segar juga relatif terjangkau sebagai sumber protein yang sangat baik bagi pertumbuhan balita. Kandungan gizi ikan teri segar tergolong lengkap karena mangandung kalsium, zat besi tinggi, fosfor, vitamin B1, dan lemak omega 3 yang sangat penting bagi perkembangan otak balita. Bahkan omega 3 ikan teri bisa jadi lebih tinggi atau sama dengan ikan salmon, yaitu 2300 – 2400 mg (salmon 1300 – 2400 mg). Padahal persepsi sebagian orang ikan salmon yang impor lebih tinggi omega 3-nya.

Wortel, tomat, pepaya; ini juga sayuran dan buah lokal yang berlimpah di pasar, murah dan bergizi sangat tinggi. Ketiganya mengandung beta karoten yang sangat tinggi, kalsium, vitamin C, dan nutrisi lainnya yang dibutuhkan balita bagi perkembangan fisik dan kecerdasannya. Penyajian buah dan sayur ini juga relatif gampang. Tetapi kalau tomat, untuk bayi lebih dari 6-12 bulan harus dibuang kulit dan bijinya.

Ketersediaan pangan lokal sehat di pasar dengan harga terjangkau harusnya memicu orangtua menyajikan pangan yang bergizi tinggi bagi buah hati kesayangannya. Sebab sehat tidak berarti asupan pangan yang mahal dan impor.

Penulis : Ilyani S. Andang