Antara hak konsumen dan hak buruh, tidak jauh berbeda. Buruh dan konsumen hak-haknya sering dipinggirkan/dimarginalisasikan oleh produsen/pelaku usaha, terutama oleh pemilik modal besar. Ironisnya pemerintah lebih sering berpihak pada pemilik modal, daripada melindungi hak-hak buruh dan hak konsumen.

Dalam konteks gerakan konsumen secara universal, konsumen bisa bersinergi dengan buruh, dengan cara tidak membeli/mengonsumsi produk-produk (barang dan atau jasa), yang dibuat dengan cara melanggar hak-hak buruh. Konsumen bisa melakukan boikot terhadap perusahaan yang terbukti melanggar hak-hak buruh dengan cara tidak membeli produk yang diproduksi oleh perusahaan yang bersangkutan.

Dalam konteks ini, konsumen seharusnya dalam berkonsumsi bukan hanya menuntut haknya sebagai konsumen, tetapi juga bertanggungjawab bahwa barang/jasa yang dikonsumsinya adalah barang yang tidak melanggar hak buruh, tidak melanggar HAM, tidak mencemari lingkungan, bukan perusahaan pengemplang pajak, dan barang yang legal. Dengan kata lain, jika konsumen mengonsumsi barang/jasa yang bermasalah tersebut, sama artinya konsumen mendukung pelanggaran-pelanggaran dimaksud. Konsumen yang cerdas, bukan semata konsumen yang getol menuntut haknya, tetapi juga menjadi konsumen yang bertanggungjawab.