Kondisi lalu lintas di Kota Jakarta makin crowded, dengan tingkat kemacetan yang makin parah. Selain kemacetan, kondisi teraktual, adalah kualitas udara di Jakarta yang kian pekat dengan polusi. Bahkan polusi di Jakarta bertengger pada urutan kedua-ketiga sebagai kota terpolusi di dunia. Merujuk pada kondisi empirik seperti itu, maka perluasan area ganjil genap di Jakarta bisa dipahami. Implementasi ganjil genap di atas kertas bisa memangkas 40-45 persen jumlah kendaraan bermotor yang beredar di ruas jalan tersebut.

Namun sebaliknya, jika penerapannya hanya setengah hati, maka perluasan area ganjil genap tak akan efektif menekan kemacetan di Jakarta, dan tak akan mampu menekan tingginya polusi udara di Jakarta.  Pasalnya :

1. Pengecualian sepeda motor yang tak terkena ganjil genap, akan mendorong masyarakat pengguna roda empat bermigrasi/berpindah ke sepeda motor. Apalagi pertumbuhan kepemilikan sepeda motor di Jakarta mencapai lebih dari 1.800 per hari. Dan makin tingginya penggunaan ojol (ojek online);

2. Pengecualian sepeda motor juga akan mengakibatkan polusi di Jakarta kian pekat, makin polutif. Menurut data KPBB, sepeda motor berkontribusi paling signifikan terhadap polusi udara yakni: 19.165 ton polutan/hari di Jakarta bersumber dari  sepeda motor sebesar 44,53%, mobil sebesar 16,11%, bus sebesar 21,43%, truk sebesar 17,7%, dan bajaj sebesar 0,23%;

3. Wacana pengecualian taksi online juga merupakan langkah mundur, bahkan merupakan bentuk inkonsistensi. Pengecualian ini akan memicu masyarakat berpindah ke taksi online dan upaya mendorong masyarakat berpindah ke angkutan masal seperti Transjakarta, MRT, KRL/Commuter Line, dll; akan gagal;

4. Upaya menekan polusi udara juga akan gagal manakala kendaraan di Jakarta masih gandrung menggunakan bahan bakar (BBM) dengan kualitas rendah, seperti jenis bensin premium dan atau bahan bakar dengan kandungan sulfur yang masih tinggi.

Dengan demikian, jika perluasan ganjil genap akan berdampak signifikan terhadap menekan kemacetan dan polusi udara di Jakarta, maka:

1. Seharusnya sepeda motor juga diberlakukan sama untuk ganjil genap, setidaknya untuk jalan protokol seperti Jl. Sudirman, Jl. Thamrin, dan Jl. Rasuna Said. Apalagi selama ini pengguna sepeda motor belum pernah dibatasi/dikendalikan, sebagaimana pengguna roda empat;

2. Taksi online tetap diberlakukan sebagai obyek ganjil genap. Sebab pada dasarnya taksi online adalah angkutan sewa khusus berplat hitam, setara dengan kendaraan pribadi, kecuali taksi online mau berubah ke plat kuning:

3. Mendorong kendaraan bermotor di Jakarta, baik roda empat dan atau roda dua, untuk menggunakan BBM yang lebih ramah lingkungan. Sudah sangat pantas jika Kota Jakarta melarang penggunaan BBM jenis bensin premium bahkan pertalite. Dan mewajibkan kendaraan bermotor untuk menggunakan BBM standar Euro 4. Sebab hanya dengan BBM standar Euro 4, kualitas udara di Jakarta bisa diselamatkan.

Selain itu, agar perluasan ganjil genap itu menjadi kebijakan yang adil, YLKI meminta Gubernur Jakarta, untuk :

1. Memperkuat jaringan dan pelayanan transportasi umum, khususnya Trans Jakarta di sterilkan jalurnya, agar waktu tempuhnya makin cepat. Dan adanya sarana transportasi pengumpan ke halte halte Trans Jakarta yang lebih memadai;

2. Agar pajak kendaraan bermotor pribadi roda empat, diberikan diskon pajak. Mengingat dengan adanya ganjil genap pemilik kendaraan bermotor roda empat tidak bisa optimal menggunakan kendaraannya.

Demikian. Terima kasih…

Wassalam,

Tulus Abadi,
Ketua Pengurus Harian YLKI