Jaga sehat, sebelum sakitmu. Kata-kata bijak tersebut secara harafiah mengandung makna betapa kesehatan memiliki arti yang demikian pentingnya. Namun, ketika kita tak bisa mengelak dari sakit, salah satu rujukan untuk kembali menjadi sehat adalah rumah sakit. Fasilitas mumpuni, layanan totalitas, obat-obatan lengkap serta tenaga medis profesional menjadi pertimbangan  ketika terpaksa harus dirawat oleh tenaga khusus. Tak mengherankan bila kemudian muncul rumah sakit-rumah sakit komersial berkonsep ’hotel’ demi memberikan kenyamanan pasien selama menjalani rawat inap.

 

Terlepas dari rumah sakit ”mewah” dengan segala plus minusnya, sejatinya kesehatan merupakan hak asasi manusia. Artinya, bahwa setiap orang yang sakit berhak mendapatkan perawatan kesehatan yang dibutuhkan. Secara normatif, dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen menyatakan, setiap orang berhak mendapatkan pelayanan yang layak tanpa diskriminatif. Setiap orang juga berhak mendapatkan informasi yang benar dan jelas, serta setiap orang berhak untuk didengar keluhannya.

 

Lebih lanjut, pasal 2 UU No.4/2009 tentang rumah sakit menjelaskan penyelenggaraan rumah sakit didasarkan pada nilai kemanusiaan, keadilan, profesionalisme, perlindungan dan keselamatan pasien, persamaan hak, serta mempunyai fungsi sosial. Sementara pasal 32 mengatur hak-hak pasien.

 

Namun, acapkali dalam prakteknya penyelenggaraan rumah sakit  belum sesuai dengan ketentuan pelayanan sebagaimana yang telah disebutkan diatas. Tengaranya adalah masih banyak konsumen yang mengeluhkan kekecewaannya terhadap penyelenggaraan rumah sakit, baik yang disampaikan melalui media (cetak atau online) maupun keluhan melalui lembaga perlindungan konsumen semacam YLKI.

 

Berdasarkan pantauan YLKI, keluhan pasien yang disampaikan melalui 5 media cetak (Kompas, Koran Tempo, Media Indonesia, Warta Kota, Suara Pembaharuan) sepanjang tahun 2009 sebanyak 19 kasus. Jumlah ini menururn tajam di tahun 2010 yang hanya menyisakan keluhan pasien di surat pembaca sebanyak 26 kasus. Namun dari segi ragam permasalahan keluhan, terdapat penambahan jumlah.

 

Tabel 01. Pengaduan Layanan RS melalui Media Cetak tahun 2009

 

No.

Permasalahan

Jumlah

Informasi/pelayanan

18

Sarana/prasarana

2

Tidak memenuhi SOP

8

Dokter tidak professional

7

Kenyamanan/keamanan

19

Jumlah

54

 

Tabel 02. Pengaduan Layanan RS melalui Media Cetak tahun 2010

No.

Permasalahan

Jumlah

Informasi/pelayanan

9

Pembayaran administrasi

2

Sarana/prasarana

1

Tidak memenuhi SOP

5

5. Dokter tidak professional

4

6. Kenyamanan/keamanan

5

Jumlah

26

 

Informasi dan pelayanan, merupakan masalah yang paling banyak dikeluhkan oleh konsumen sepanjang tahun 2009 dan 2010. Artinya informasi dan pelayanan yang diberikan oleh pihak rumah sakit dianggap masih belum cukup, bahkan malah mengecewakan pasien.

 

Salah satu kasus yang muncul dalamsuratpembaca, terkait dengan sikap diskriminatif serta diabaikannya fungsi sosial rumah sakit. Adalah peraturan jaminan administrasi awal dalam jumlah tertentu yang dibebankan kepada calon pasien sebelum dirawat. Jika hal ini tidak terpenuhi, maka jangan harap mendapatkan pelayanan segera.

 

Lantas, dimanakah letak fungsi sosial rumah sakit? Benarkah ini menunjukkan perlindungan keselamatan pasien? Sepantasnya jika pihak rumah sakit mendahulukan keselamatan pasien bukan malah mendahulukan biaya administrasi. Pelayanan rumah sakit terhadap keselamatan pasien merupakan faktor utama dan yang paling penting, disitulah dapat dilihat parameter kualitas akan rumah sakit tersebut.

 

Pengaduan ke YLKI

 

Selain mediamassa, keluhan konsumen juga acap dialamatkan kepada lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat, seperti YLKI. Sementara itu, sepanjang tahun 2010, YLKI menerima aduan jasa layanan rumah sakit sebanyak 7 kasus.

 

Tabel 03. Pengaduan Layanan RS melalui YLKI tahun 2010

No.

Permasalahan

Jumlah

1 Informasi/pelayanan

2

2 Pembayaran administrasi

1

3. Tidak memenuhi SOP

1

4. Dokter tidak profesional

3

Jumlah

7

 

Sedikitnya jumlah keluhan masyarakat, baik melalui mediamassamaupun YLKI, bisa diartikan bahwa layanan rumah sakit mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Tetapi bisa pula diartikan, tingkat keinginan masyarakat untuk mengadu terhadap permasalahan yang dihadapi masih rendah. Sifat permisif dan pemaaf masyarakatIndonesiamenjadi faktor utama akan hal ini.

Terlepas dari itu, memang sudah saatnya bagi rumah sakit mengedepankan fungsi sosial tanpa diskriminasi, dibandingkan dengan fungsi bisnis semata.

 

***

Inbox:

Untuk menampung keluhan pasien terhadap layanan kesehatan, Pemerintah juga mengamanatkan dibentuknya pusat pengaduan. Dan berikut daftar nama serta alamat untuk pengaduan layanan kesehatan bentukan pemerintah;

 

1. Pusat Tanggap dan Respon Cepat (PTRC) Kementrian Kesehatan

 

Sesuai namanya, badan ini dibawah naungan Kementrian Kesehatan, dengan fungsi utama; sebagai sarana pelayanan informasi publik dibidang kesehatan, menerima informasi/pengaduan dan saran/kritik dari masyarakat, serta merespon secara cepat informasi dan pengaduan masyarakat.

 

PTRC Kementrian Kesehatan beralamat di Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementrian Kesehatan RI, Jl Rasuna Said X-5 Kav.4-9 Kuningan, Jakarta Selatan 12750. Telp. (021) 500567, Faksimili (021) 52921669, Email; info@depkes.go.id, kontak@depkes.go.id.

 

Namun, fungsi akses pengaduan ini belum bisa dikatakan optimal mengingat Kementrian Kesehatan tidak bisa melakukan mediasi untuk menyelesaikan masalah/pengaduan masyarakat. Tetapi pengaduan tersebut merupakan langkah awal yang dilakukan oleh Pemerintah guna meningkatkan pelayanan rumah sakit dan mendengar keluhan masyarakat.

 

2. Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI)

 

Lembaga bentukan Pemerintah selanjutnya yang berwenang menentukan ada atau tidaknya kesalahan yang dilakukan oleh dokter/dokter gigi dalam penerapan disiplin ilmu kedokteran/kedokteran gigi, dan menetapkan sanksi bagi dokter/dokter gigi yang dinyatakan bersalah. Sanksi dalam hal ini dapat berupa peringatan tertulis, rekomendasi pencabutan surat ijin praktek atau surat registrasi, serta kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan kedokteran.

 

Lembaga ini memiliki kantor sekretariat MKDKI di Jl. Hang Jebat III Blok. F3, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12120. Telp (021) 72800920, Faksimili (021) 72800743, email mkdki@inamc.or.id. Lembaga ini lebih pada menangani pengaduan masyarakat terkait dengan disiplin kedokteran dan dugaan mal praktek.

 

Sama dengan PTRC, lembaga ini juga memiliki sejumlah kekurangan, misalnya; persidangan kasus disiplin kedokteran dilakukan secara tertutup dengan alasan untuk menjaga kerahasiaan nama dokter, sehingga masyarakat tidak bisa memantau persidangan dokter tersebut. Kedua, lembaga ini dijabat oleh kalangan seprofesi (dokter), sehingga patut diduga sikap netralitasnya diragukan. Ketiga, lembaga bentukan pemerintah ini juga tidak bisa menangani mekanisme ganti rugi bila dikemudian dokter dinyatakan bersalah dan pasien mendapatkan kerugian akibat kesalahan yang dilakukan dokter.

***

Kanya Garini & Yani A. Putri -Staff YLKI

(Dimuat di majalah Warta Konsumen)