Smartphone agaknya akan menjadi trend baru pola komunikasi di masa mendatang. Teman atau kerabat tidak lagi bertanya “berapa nomer hapemu?” tapi berubah menjadi “berapa nomer pin-mu?” Percakapan itu acap kita dengar ketika seseorang bertemu teman atau kerabat. Bahkan kita seperti ”lupa” dengan Short Message Service (SMS) yang biasa digunakan mengirim pesan singkat, dan dikalahkan oleh BlackBerry Massanger (BBM) yang hampir sama fungsinya.
Tak bisa dipungkiri, fenomena pengguna smartphone bernama BlackBerry begitu mewabah di Indonesia. Tak hanya kalangan profesional, ponsel pintar ini juga ada disaku para pegawai menengah, pelajar bahkan ibu rumah tangga. Merujuk data terakhir lembaga riset Canalys, sampai 2011, sebanyak 47 persen dari seluruh smartphone yang beredar di Indonesia merupakan BlackBerry. Bandingkan dengan tahun 2010, ketika smartphone besutan RIM itu baru menguasai pasar sebesar 34 persen, malahan di 2009, cuma 9 persen. Posisi BlackBerry kini bisa dibilang cukup dominan di Indonesia. Tetapi benarkah para konsumen ponsel pintar tersebut memang membutuhkannya? Atau hanya sekedar memenuhi keinginan, dan bukan kebutuhan?
Konsumtivisme vs Konsumerisme
Konsumtivisme merupakan paham hidup secara konsumtif. Orang yang tergolong dalam paham ini tidak lagi mempertimbangkan fungsi, kegunaan atau kebutuhan ketika membeli barang, melainkan mempertimbangkan prestise yang melekat pada barang tersebut.
Sedangkan dalam kamus bahasa Inggris-Indonesia kontemporer (Peter Salim, 1996), arti konsumerisme (consumerism) adalah cara melindungi publik dengan memberitahukan kepada mereka tentang barang-barang yang berkualitas buruk, tidak aman dipakai dan sebagainya. Lantas apa hubungannya dengan konsumen smartphone kita? Mari kita kuak bersama;
Salah satu ciri konsumen Indonesia adalah konsumen yang gampang ikut-ikutan atau terseret arus trend dan emosional. Contoh konkrit dari ini adalah kasus penjualan BlackBerry seri Bold 9790 di Pasific Place pada tanggal 25 November 2011 lalu dengan promosi 50 persen untuk 1000 pembeli pertama. Animo masyarakat diluar perkiraan. Ribuan orang antri sejak dini hari yang mengakibatkan kericuhan. Beberapa media melansir setidaknya ada 3 orang patah tulang dan 90 orang mengalami pingsan dalam peristiwa tersebut. Ribuan orang yang berdesakan itu memimpikan memiliki BlackBerry dengan harga terjangkau. Walau terkadang barang ini sebenarnya belum mereka butuhkan, hanya sekedar ikut-ikutan trend.
Selain itu, ciri dari konsumen gaya baru Indonesia ini adalah terhubung satu sama lain (connected). Dua ciri yang lain adalah, mereka berdaya beli tinggi (high buying power) dan berpengetahuan (knowledgable). Mereka bisa terhubung satu sama lain dan gampang berkomunitas karena hadirnya social technologies seperti SMS, BBM, Facebook, Twitter, atau blog. Fenomena connected customers adalah fenomena pemasaran baru yang begitu marak perkembangannya bak luapan tsunami sejak 5 tahun terakhir. Terhubungnya konsumen mengubah secara fundamental keseluruhan nilai-nilai, perilaku, dan sikap konsumen Indonesia.
Smartphone for Smart People ?
Begitu pentingkah memiliki smartphone? Seberapa besar smartphone mendukung aktivitas kita?. Dari pengalaman penulis ketika berdialog dengan pengguna smartphone, terutama pengguna BlackBerry, agaknya bisa menjadi cerminan.
Hal yang membuat penulis kaget ketika mengetahui seorang teman yang menggunakan BlackBerry hanya untuk keperluan BBM-an saja. Handphone seharga jutaan rupiah hanya untuk BBM saja? Sungguh sangat disayangkan. Padahal fungsi BBM hampir sama dengan SMS. Sementara teman lain yang menggunakan BlackBerry seri bold, mengaku tidak menggunakan fasilitas email dari smartphonenya. Padahal pekerjaan mengharuskan dia untuk membuka email secara real time.
Sebenarnya fitur yang ada di smartphone mempermudah kita untuk mengakses informasi. Apalagi biasanya pengguna smartphone menggunakan tarif bulanan atau paket dari operator seluler sehingga kita bebas “browsing” menjelajah informasi apapun yang kita mau. Bukan sekedar BBM atau grup fitur yang dapat dinikmati dari handphone ini.
Jika Anda penyuka jejaring sosial, tentunya smartphone sangat menunjang untuk tetap eksis di dunia maya. Anda bisa mengetahui update status terbaru dari teman-teman, atau berbagi informasi dengan teman-teman anda.
Saat ini, memiliki smartphone seperti sebuah prestise dibandingkan dengan kebutuhan yang diperlukan. Tidak mengikuti arus tren takut dianggap kuno atau ketinggalan jaman. Padahal jika smartphone tidak digunakan secara smart, dia tidak ubahnya sebuah handphone biasa yang hanya digunakan untuk telepon dan SMS saja. Seharusnya smartphone bisa membuat kita lebih smart!
***
Istiana S.Sudardjat
Gambar diambil dari sini
0 Comments on "Benarkah Pengguna Smartphone tidak Smart?"