Oleh kalangan pro tobacco, YLKI sering diklaim sebagai lembaga yang tidak peduli pada konsumen perokok. YLKI seharusnya melindungi konsumen perokok, bukan malah mendukung kenaikan harga rokok. Itulah kira-kira klaim pro tobacco pada YLKI. Loh, lha iya, YLKI tentu sangat concern pada konsumen perokok, bahkan calon perokok. Tetapi ingat lho ya, bentuk kepedulian/perlindungan YLKI terhadap konsumen perokok/calon perokok tidak bisa disamakan dengan komoditas seperti makanan, minuman, obat-obatan atau bahkan sektor jasa. Rokok itu produk tidak normal, terbukti rokok dikenakan cukai sebagai “sin tax” (pajak dosa). Sedangkan pada komoditas normal (makanan, minuman, jasa) dikenai pajak, bukan cukai (pajak berbeda dengan cukai). Kenapa ada “pajak dosa” pada rokok? Ya, karena rokok menimbulkan dampak eksternalitas negatif bagi konsumennya, bahkan bagi perokok pasif dan lingkungan. Nah, bentuk kepedulian/perlindungan YLKI terhadap perokok adalah agar tidak makin terperosok oleh dampak negatif rokok itu! Caranya: kenakan harga mahal, batasi penjualannya, berikan peringatan kesehatan bergambar, larang total iklan dan promosinya plus tegakkan kawasan tanpa rokok. Jadi terkait wacana harga rokok Rp 50.000/bungkus, YLKI setuju dan bahkan mendorong, sebagai bentuk kepedulian YLKI untuk melindungi konsumen perokok, dan atau non perokok, terutama di kalangan masyarakat menengah bawah, anak-anak dan remaja.

admin-ajax

Bahkan, kalau pendekatannya dengan UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK), rokok bisa dikategorikan sebagai produk yang melanggar UU Perlindungan Konsumen. Loh, kok bisa, apa alasannya? Pertama, UUPK mensyaratkan bahwa produk yang kita konsumsi harus mencantumkan tanggal kadaluwarsa. Adakah rokok mencantumkan tanggal kadaluwarsa? Kedua, UUPK juga mensyaratkan bahwa setiap produk menyebutkan kandungan/konten dari produk tersebut. Adakah produk rokok menyebutkan semua kandungannya, yang jumlahnya 4.000 itu? Ketiga, setiap produk juga harus menyebutkan efek samping (jika ada efek sampingnya). Adakah produk rokok menyebutkan semua efek sampingnya? Nah lo… 

Belum lagi jika pendekatannya UU Jaminan Produk Halal (UU JPH); rokok mau dikategorikan sebagai produk apa? Padahal, menurut UU JPH, setiap produk yang kita konsumsi harus mempunyai basis sertifikasi halal. So, rokok mau diberikan sertifikasi apa: halal atau haram? Tidak ada sertifikasi “makruh” loh…

Jadi, harga yang mahal pada rokok itu sebagai bentuk perlindungan nyata pada konsumen, baik sebagai perokok dan atau non perokok. Harga rokok yang murah akan mengakibatkan hilangnya perlindungan terhadap perokok, yang tragisnya dari kalangan rumah tangga miskin, anak-anak dan remaja. Akankah hal itu kita biarkan melegenda?