Berjejaring
46 Tahun YLKI – Legitimasi Gerakan Konsumen
Tidak banyak masyarakat yang mengetahui, lembaga seperti apakah YLKI itu? Ketidaktahuan ini memunculkan beragam komentar di media sosial milik YLKI. Beberapa apresiasi dari konsumen terekam, tetapi nada sumbang dan komentar negatif tak kalah banyak – terutama ketika aduan/laporan via media sosial tidak dapat segera diselesaikan. Lantas netizen berasumsi YLKI pantas dibubarkan, sebab tidak berguna dan hanya menghamburkan uang negara. Ekpektasi netizen dan anggapan bahwa YLKI merupakan lembaga negara, yang memiliki cabang di seluruh Indonesia, menjadi salah satu penyebabnya. Sebagai “lembaga yang menetek negara”, netizen menganggap YLKI ditopang oleh sumber daya manusia yang cakap dan cukup, dengan sokongan anggaran belanja memadai. Selayaknya dituntut sigap melayani pengaduan maupun memberikan informasi yang dibutuhkan netizen terkait isu konsumen. Tetapi secara faktual tidak seperti itu. Alih-alih lembaga negara, hingga kini YLKI tetaplah sebuah Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) yang memiliki keterbatasan; baik sumber daya manusia (SDM), maupun anggaran belanja yang menopang aktivitas lembaga. Satu-satunya yang masih membuat YLKI tegak berdiri (hingga 46 tahun) karena semangat untuk terus mendampingi konsumen. Sejauh ini, keberadaan YLKI dan tetap dibutuhkan, kredibilitas dan integritasnya masih diakui. Kegiatan advokasi, penyuluhan dan informasi yang disebarkan oleh YLKI tetap dipandang dan diakui oleh para pengambil kebijakan, pelaku usaha dan masyarakat. YLKI yang lahir pada 11 Mei 1973 oleh kelompok ibu-ibu, awalnya tidak terfokus pada perlindungan konsumen, tetapi pada pengembangan produk lokal/nasional. Suatu ketika kelompok ini mengadakan fashion show pakaian batik produk dalam negeri, ketika seorang jurnalis menanyakan, jika batiknya luntur, kemana mengadu? siapa yang hendak melindungi konsumen? Dari pertanyaan itu, kelompok ibu-ibu tersebut terbersit ide mendirikan lembaga penyambung suara konsumen. Mereka adalah Ibu Sujono P, Ibu SK Trimurti, Ibu Soemarno, dan Ibu Lasmidjah Hardi yang membidani lahirnya Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLK), dan mengangkat Ibu Lasmidjah Hardi menjadi ketua. Dari era 70-an hingga era 80-an, YLK benar-benar lembaga sosial yang sumber dananya lebih banyak dari urunan para pendiri. Pada masa ini, beberapa pengurus dan ketua YLK terus berjuang hingga ke daerah-daerah untuk ikut membantu mendirikan lembaga konsumen di daerah. Intinya, sebanyak mungkin melibatkan masyarakat dalam perlindungan dan pemberdayaan konsumen, menjadi sebuah gerakan yang bersifat massif, tidak lagi bersifat ekslusif. Memasuki era 80-an, YLK bertriwikrama menjadi YLKI dengan membubuhkan Indonesia di belakang. Jejaknya juga semakin kentara ketika aktif menuntut kehadiran negara dalam melindungi konsumen dalam bentuk regulasi. Tahun 90-an, YLKI terlibat dalam penyusunan rancangan undang-undang perlindungan konsumen, yang akhirnya disahkan pada masa pemerintahan Presiden B.J. Habibie, pada April 1999 menjadi Undang-Undang No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) . Sumber Dana Salah satu kritik keras yang senantiasa terlontar ke hampir semua LSM adalah bahwa LSM menjadi perpanjangan kepentingan asing di Indonesia. Benarkah itu? Dan bagaimana dengan YLKI? Tidak memungkiri, bahwa untuk menjalankan roda aktivitas lembaga, kerjasama dengan asing dibutuhkan. Tetapi YLKI juga terikat pada kode etik yang sangat ketat. Diantaranya adalah kebebasan dalam membuat perencanaan dan aktivitas di lapangan. Selain itu, pertanggung jawaban terhadap lembaga asing juga cukup ketat, dengan adanya audit yang menyeluruh terhadap keuangan lembaga. Dengan kata lain, dana yang digelontorkan benar-benar untuk kepentingan publik. Jadi, ketika di masa lampau ada sebuah funding yang merasa terancam oleh aktivitas advokasi YLKI dan mendesak agar tidak melakukan hal tersebut, YLKI berpantang surut ke belakang. Bisa ditebak, funding tersebut menarik dana hibahnya dari YLKI. Dalam menjalin kerjasama dengan funding, YLKI sangat selektif. Lembaga dana yang jelas memiliki catatan hitam, atau memiliki agenda terselubung yang bertolak belakang dengan semangat perlindungan konsumen, jelas akan ditolak. Barangkali idealisme seperti inilah menyebabkan lembaga donor yang bekerjasama dengan YLKI terbatas jumlahnya. Satu hal yang sangat penting, sebagai lembaga yang berbasis di Indonesia, YLKI juga tidak harus bergantung terus menerus kepada funding asing. Sebisa mungkin, YLKI akan menggali potensi dari dalam negeri, khususnya penggalangan dana dari masyarakat (publik). Prinsipnya, segala gerakan dan advokasi yang dilakukan YLKI merupakan gerakan dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat. Langkah ke arah tersebut mulai dijajaki dengan belajar kepada lembaga donor, bagaimana cara melakukan penggalangan dana publik. Beberapa pengujian yang dilakukan oleh YLKI, seperti pengujian air minum dalam kemasan, air minum isi ulang, melamin dalam susu, adalah dari dana publik bekerjasama dengan Dompet Dhuafa. Memang, jika dicermati, jangankan lembaga lokal, bahkan lembaga asing seperti WWF maupun UNICEF, sukses mencari penggalangan dana publik di Indonesia. Artinya, ada juga peluang bagi YLKI menggalang dana publik secara legal, demi penguatan perlindungan konsumen di Indonesia. Padahal salah satu legitimasi gerakan konsumen yang solid adalah melalui penggalangan dana publik. Jika pengujian produk yang dilakukan oleh YLKI berasal dari dana masyarakat, maka hasil kajian merupakan milik publik dan keraguan mengenai independensi penelitian bisa direduksi. Karena bukankah ini dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat?. Begitu juga jika ada pengaduan komoditas strategis bagi konsumen, penggalangan dana publik juga bisa dilakukan. Sehingga masyarakat tidak perlu khawatir mengenai biaya operasional jika akan melakukan class action, ataupun gugatan kepada pelaku usaha pelanggar hak-hak konsumen. Ada subsidi internal, yang mampu membiayai yang kurang mampu. Kasus biro perjalanan umroh bermasalah (2018) merupakan succes story dari penggalangan dana untuk advokasi konsumen. Ke depan, di era digital ekonomi, banyak aktivitas transaksional beralih melalui pasar digital, menjadi tantangan tersendir bagi YLKI untuk beradaptasi dan berinovasi dalam advokasi. Sebab era digital ekonomi di satu sisi memberikan pilhan bagi konsumen, namun juga membawa risiko yang cukup besar bagi konsumen. Mencuatnya kasus fintech dan pinjaman online menjadi tengara bahwa negara abai dalam memberikan perlindungan bagi konsumen. Sudah saatnya konsumen berdaya bergandengtangan merebut hak-haknya yang terampas. Lantas, bagaimana masyarakat konsumen dapat percaya bahwa penggalangan dana ini tidak disalahgunakan? Secara berkala, semua kegiatan YLKI termasuk sisi budgeting dikontrol oleh audit publik untuk mempertanggungjawabkan kegiatannya. Bahkan, sesuai dengan code of conduct yayasan, YLKI berkewajiban mempublikasikan posisi keuangannya. Selain kegiatan pengujian maupun pengaduan, kegiatan advokasi juga bisa dilakukan dengan legitimasi yang lebih kuat. YLKI tidak punya kepentingan terhadap pihak yang diadvokasi, semata-mata merupakan kepentingan masyarakat yang hendak dibela ataupun diperjuangkan kepentingannya. Esensi dari tulisan ini bahwa gerakan perlindungan konsumen membutuhkan partisipasi masyarakat secara luas. Peran aktif, solidaritas, dukungan dan kontribusi masyarakat, baik berupa materiil maupun imateriil. Tanpa peran aktif, suara konsumen hanya sayup sayup di telinga pembuat kebijakan. Tidak ada perubahan kebijakan berarti, karena kuatnya lobi
Sorotan YLKI: Pesan Strategis APACT Meeting bagi Indonesia
Setelah menjadi tuan rumah Asian Games, Indonesia kembali dipercaya menjadi tuan rumah sebuah pertemuan internasional, yakni APACT Meeting (Asia Pasific Tobacco and Health), diselenggarakan di Nusa Dua, Bali, 12-15 September 2018. Ini merupakan APACT Meeting ke-12 dan dihadiri oleh lebih dari 20 negara di Asia Pasific, dengan peserta sekitar 1.000 orang, dan menghadirkan puluhan nara sumber internasional, baik dari WHO dan atau LSM internasional. Opening Ceremony dilakukan pada Kamis, 13 September 2018, oleh Menteri Kesehatan RI, Prof. Dr. Nila Moeloek. Selain Menkes, juga akan hadir Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, dan Kepala Bappenas RI. APACT Meeting diselenggarakan setiap 3 (tiga) tahun sekali, dibawah koordinasi Badan Kesehatan Dunia (WHO). Pelaksana nasional (host) acara ini adalah Komisi Nasional Pengendalian Tembakau (Komnas PT), dan YLKI menjadi salah satu co host-nya. APACT Meeting adalah pertemuan internasional di bidang pengendalian tembakau (tobacco control), yang berfungsi sebagai wadah berbagi pengalaman dan best practice dalam upaya pengendalian tembakau di negara-negara Asia Pacifik dan dunia. APACT Meeting juga untuk menyatukan kekuatan serta semangat bersama melawan invasi industri rokok raksasa, baik industri nasional dan atau industri multinasional. Lalu apa pesan stategis APACT Meeting bagi masyarakat dan Pemerintah Indonesia? Ada beberapa pesan strategis dari APACT Meeting ini, yakni: Pertama, bahwa hal ini memperlihatkan adanya kekuatan, keinginan, dan upaya yang kuat yang selama ini dilakukan masyarakat Indonesia dalam upaya pengendalian tembakau, sekalipun Pemerintah Indonesia belum mengaksesi FCTC (Framework Convention on Tobacco Control). FCTC adalah kerangka konvensi pengendalian tembakau dalam skala global, yang sekarang telah menjadi hukum internasional, dan telah diratifikasi/diaksesi oleh lebih dari 190 negara di dunia. Kedua, APACT Meeting merupakan bentuk dorongan pada Pemerintah Indonesia untuk melihat bagaimana kebijakan dan regulasi negara lain dalam melakukan pengendalian tembakau, untuk melindungi masyarakatnya dari dampak negatif konsumsi tembakau/konsumsi rokok. Sebagai contoh, semua negara di dunia telah melarang iklan dan promosi rokok di semua media. Bahkan, di Australia bungkus rokok tidak lagi menggunakan merek rokok, tetapi berupa bungkus putih (plain packaging). Upaya pemerintah Indonesia menggugat hal ini ke WTO, pun ditolak. Implementasi kebijakan dan regulasi yang dibuat Pemerintah Indonesia masih sangat minimalis, karena begitu dominannya intervensi industri rokok dalam mempengaruhi pembuat kebijakan. Dan ketiga, momen APACT Meeting juga merupakan kesempatan bagi Pemerintah Indonesia untuk mendapat dukungan global di bidang pengendalian tembakau. Sebab salah satu dimensi pengendalian tembakau adalah upaya untuk menghadapi perusahaan rokok multinasional yg harus dihadapi secara bersama dan simultan. Salah satu invasi industri rokok multinasional adalah melakukan pembelian kepemilikan atas industri rokok nasional. Seperti PT HM Sampoerna yang telah dicaplok PT Philip Morris Internasional dan atau anak perusahaan PT Gudang Garam yang juga telah diakusisi oleh Japan Tobacco Company. APACT Meeting merupakan bentuk dorongan pada Pemerintah Indonesia untuk melihat bagaimana kebijakan dan regulasi negara lain dalam melakukan pengendalian tembakau, untuk melindungi masyarakatnya dari dampak negatif konsumsi tembakau/konsumsi rokok Melalui APACT Meeting ini, seharusnya Pemerintah Indonesia tidak tutup mata untuk lebih membuat terobosan regulasi dan kebijakan untuk pengendalian tembakau, untuk melindungi masyarakat dari dampak multi dimensi konsumsi tembakau. Saat ini perilaku konsumsi rokok di Indonesia sudah sangat membahayakan, karena 35 persen masyarakat Indonesia adalah perokok aktif. Dengan pertumbuhan jumlah perokok pada anak-anak dan remaja tercepat di dunia. Dengan konfigurasi seperti itu, tidak heran jika wabah konsumsi rokok telah mengakibatkan rantai kemiskinan yang makin akut. Sebab berdasar data BPS dan Riset Kesehatan Dasar, pola konsumsi masyarakat di rumah tangga miskin adalah sangat dominan. Yakni, nomor dua setelah konsumsi beras. Oleh karena itu, sangat mendesak bagi Pemerintah Indonesia untuk memotong rantai kemiskinan dengan memisahkan konsumsi rokok pada rumah tangga miskin. Mustahil bagi pemerintah akan bisa menekan jumlah masyarakat miskin, yang jumlahnya masih 30 jutaan, jika wabah konsumsi rokok masih dibiarkan seperti sekarang ini. Kebijakan konkrit untuk melindungi rumah tangga miskin dan anak-anak plus remaja dari wabah konsumsi rokok adalah: naikkan cukai rokok sampai maksimal (52 persen), larang iklan dan promosi rokok, larang penjualan rokok secara eceran/ketengan, dan tegakkan kawasan tanpa rokok. Demikian, terima kasih atas perhatiannya. Selamat Tahun Baru Islam, 1 Muharam 1440 Hijriyah. TULUS ABADI KETUA YLKI
Mari Bersama Wujudkan Mimpi Mereka!
Di usia 75 tahun, ibu Rina masih harus berkeliling kampung menjajakan nasi uduk dagangannya. Satu-satunya tempat impian yang ingin ia kunjungi untuk pertama dan terakhir kalinya ialah tanah suci Mekah. Seribu dua ribu rupiah hasil keuntungan nasi uduk ia simpan untuk mendaftarkan dirinya berangkat umroh. Anak-anaknya pun turut membantu mengumpulkan biaya umroh untuk sang ibunda. Pada akhir tahun 2016 mimpi yang dinanti seakan sudah di depan mata, uang yang susah payah dikumpulkan akhirnya cukup untuk mendaftar umroh. Bulan Februari 2016 Ibu Rina dijanjikan berangkat ke Mekah. Segala keperluan untuk di sana dan oleh-oleh sudah dibelinya. Bahkan satu minggu sebelumnya hampir seluruh warga kampung diundang ke rumahnya untuk menghadiri acara syukuran keberangkatan. Ternyata ibu Rina tak kunjung diberangkatkan, ia tak kuasa menahan amarah, sedih dan rasa kecewa, saat mengetahui bahwa ia menjadi salah satu korban penipuan travel umroh. Mimpinya kini hancur, kakinya lemas hingga terjatuh dan menyebabkan ia tidak dapat berjalan lagi. Ia malu dan enggan keluar rumah, setiap hari ibu Rina terus bertanya-tanya kapan ia bisa berangkat ke Mekkah. Sahabat, Ibu Rina hanya 1 dari 99 korban travel umroh yang kami temukan, masih banyak korban lain dengan cerita menyentuh dan perjuangan yang luar biasa dalam mengumpulkan biaya untuk berangkat ke tanah suci, namun sayangnya berakhir sia-sia. YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia) memperkirakan masih banyak konsumen yang belum atau enggan melapor karena terdapat ribuan penyelenggara ibadah umroh baik yang resmi, tidak resmi, perorangan dan group. Sejak bulan Mei sampai Juli 2017 saja, pengaduan ke YLKI meningkat pesat, dari 159 orang menjadi 22.613 orang. YLKI dan Filantropi Indonesia berkolaborasi dengan Rumah Zakat, Dompet Dhuafa, dan Forum Zakat (FOZ) bersinergi dalam menggalang dukungan untuk memberangkatkan 99 korban dhuafa yang terpilih. Mari berpartisipasi dengan berdonasi melalui Sharing Happiness atau Bawa Berkah!! Melalui dukungan sahabat, semoga dapat menjadi jalan untuk mewujudkan impian mereka Menggapai Tanah Suci. Berbuat Nyata Berbagi Bahagia Bersama Sharing Happiness dan Bawa Berkah!! Link Donasi: https://www.bawaberkah.org/@korbantravelumroh https://sharinghappiness.org/menggapaitanahsuci TIM PENDAMPINGAN “JAMAAH KORBAN UMROH” YLKI
Siaran Pers Gerakan Konsumen Untuk Indonesia Sehat: Perangi Diabetes Dengan Pola Makan Sehat!
Jumlah penderita diabetes di Indonesia kian meningkat, dan semakin banyak yang berusia dibawah 40 tahun. Hal ini membebani masyarakat dan memperbesar biaya kesehatan untuk menanganinya. Padahal, diabetes dapat dicegah sejak dini, khususnya diabetes tipe 2 dengan menerapkan gaya hidup sehat termasuk di dalamnya pola makan sehat, kaya serat dan minim gula. Demikian disampaikan oleh Jaringan Konsumen untuk Indonesia Sehat (KOINS) dalam memperingati Hari Kesehatan Dunia yang jatuh pada 7 April. “Menurut data Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni) pada 2035, diperkirakan penderita diabetes di Indonesia akan meningkat menjadi 14,1 juta orang. Dan semakin banyak penderitanya masuk dalam usia produktif, artinya bukan hanya kesejahteraan keluarga saja yang terganggu, tetapi juga beban Negara untuk mengobatinya semakin besar,” papar Huzna Zahir, Koordinator KOINS. Kecenderungan di Indonesia, kian banyak penderita diabetes tipe dua, yang disebabkan oleh gaya hidup yang tidak sehat, diantaranya buruknya pola makan yang dicirikan rendahnya asupan gizi tetapi tinggi gula dan lemak, stress serta kurang berolah raga. “Hal ini sebenarnya dapat dicegah, dengan cara membenahi pola makan sejak dini, dengan menganekaragamkan jenis karbohidrat, tidak hanya dari nasi putih yang memiliki kadar gula lebih besar dibanding jenis merah dan hitam, memperbanyak makanan yang mengandung serat serta mengurangi asupan gula dalam diet sehari-hari,” tambah Huzna lagi. Hasil survei yang dilakukan KOINS terhadap pola makan anak muda pada akhir tahun 2015, menunjukkan bahwa sebagian besar anak muda di Jakarta dan sekitarnya, mengonsumsi karbohidrat yang tinggi sejak sarapan hingga makan malam. Bahkan diantaranya menggabungkan beberapa jenis karbohidrat dalam sekali makan, misal nasi dengan mie. “Asupan serat juga kurang. Kelompok ini cenderung banyak jajan diluar serta mengonsumsi makanan dalam kemasan, terutama kudapan. Juga senang mengonsumsi minuman kemasan, baik dalam bentuk minuman berperisa buah-buahan, atau pun kopi instan kemasan satuan,” jelas Ida Ronauli. “Kedepan, jumlah penderita diabetes di Indonesia akan terus meningkat jika tidak ada upaya serius untuk menanganinya. KOINS mendesak agar pemerintah serius mendorong perubahan pola makan yang sehat, dimulai dengan membatasi gula dalam berbagai makanan kemasan yang dikonsumsi sehari-hari, melakukan kampanye secara serius dan terintegrasi dalam program kesehatan, pendidikan dan lainnya, serta mengembalikan pangan lokal segar dalam diet masyarakat sehari-hari,” tegas Huzna lagi. Meskipun memiliki peraturan terkait kesehatan, diantaranya Peraturan Presiden No. 42/2013 tentang Gerakan Percepatan Perbaikan Gizi, dalam kenyataannya belum dikomunikasikan dengan baik kepada masyarakat. Demikian juga, Peraturan Menteri Kesehatan No. 30/2013 tentang Pencantuman Informasi Kandungan Gula, Garam, dan Lemak Serta Pesan Kesehatan untuk Pangan Olahan dan Pangan Siap Saji, dapat dipercepat penerapannya. Sudah saatnya, memerangi diabetes dengan pola makan yang sehat, menganekaragamkan jenis karbohidrat yang rendah gula dalam piring makan kita, diantaranya beras merah, hitam, umbi-umbian serta melakukan pengaturan ketat terhadap makanan kemasan, terutama yang berkadar gula tinggi dan yang menargetkan anak-anak dan kelompok muda. Tanpa upaya ini, bisa dipastikan penderita diabetes akan semakin bertambah dan menjadi ancaman terhadap kesehatan dan keberlanjutan bangsa Indonesia. Informasi lebih lanjut: Huzna Zahir, Koordinator Jaringan Konsumen Untuk Indonesia Sehat (08128002530) Jakarta: Ida Ronauli (081-283-94128) CP Solo: Titik Sasanti (081329989384) CP Bali: Catur Hariani (08179717120)
Lima Pilar Konsumen
Selain wajib memerhatikan aspek hukum, ekonomi, keamanan, dan kesehatan, plus aspek lingkungan; sebagai konsumen pun Anda wajib memerhatikan “lima pilar” ini, boleh jadi Anda telah menjelma menjadi seorang konsumen yang “ideal”, sempurna. Mempedulikan masyarakat dan dirinya terhadap nilai uang, nilai barang maupun nilai pada manusianya. Seberapa manfaat uang yang kita keluarkan untuk membeli barang atau jasa tersebut? Masihkah hanya memenuhi kebutuhan dasar saja, atau karena kita sudar terjebak nafsu konsumtivisme dalam berbelanja? Melindungi alam dan lingkungannya. Hampir semua aktivitas konsumen, berpotensi merusak dan mencemari lingkungan; dari mulai proses produksi, kemasan yang digunakan, maupun sisa sampah/limbah dari barang tersebut. Pola konsumsi Anda sangat membantu untuk tidak mencemari lingkungan. Mengetahui dan memperjuangkan keberadaan hak yang berlaku secara universal (HAM, kebutuhan dasar dan kebutuhan pokok). Harus dilihat, apakah barang yang kita konsumsi dibuat oleh perusahaan yang melanggar hak-hak buruh/karyawan? Tinggalkan barang tersebut, jika hak-hak dasar buruh/karyawan, tidak dipenuhi oleh manajemen perusahaan dimaksud. Dengan menggunakan barang tersebut, bisa jadi Anda turut melanggar hak-hak buruh/karyawan. Memperjuangkan keadilan atas sistem politik dan ekonomi yang memarjinalkan konsumen lemah dan miskin. Sebagai konsumen, kita tidak boleh egois. Sekalipun hak-hak Anda sebagai konsumen telah dipenuhi, tetapi bagaimana dengan hak-hak konsumen yang lainnya? Jika masih terjadi pelanggaran terhadap konsumen yang lain, seharusnya konsumen bersatu padu untuk berjuang bersama, agar konsumen lain juga terlindungi hak-haknya (tidak dirugikan). Menggalang kekuatan dengan menggerakkan energi masyarakat melalui beragam kegiatan. Tugas memberdayakan dan memperjuangkan hak-hak konsumen, bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, dan pelaku usaha saja. Sebagai konsumen, Anda pun mempunyai kewajiban yang sama, untuk memberdayakan masyarakat konsumen yang lain.
Mata Seorang Konsumen
Budaya nrimo konsumen, rasanya harus segera ditinggalkan. Sikap nrimo, selain akan merugikan konsumen sebagai individu, juga berpotensi merugikan konsumen lainnya (masyarakat), bahkan lingkungan. Maka saat menggunakan suatu barang dan atau jasa (berkonsumsi), justru mata seorang konsumen harus lebih awas, cerdas, dan dengan cakrawala pandang yang meluas. Gaya kaca mata kuda, pun sangat tidak relevan lagi, di tengah persoalan konsumen yang sangat dinamis dan progresif. Lalu, apa sajakah yang mesti diperhatikan konsumen? Aspek Hukum. Lihatlah, apakah barang yang Anda konsumsi itu merupakan barang legal, atau sebaliknya (ilegal). Ciri-ciri barang legal, misalnya ada registrasi dari Badan POM, ada nama dan alamat lengkap perusahaan, ada tanggal kadaluarsa, dan bahkan ada logo SNI-nya. Jika barang tersebut produk impor, maka harus ada nama dan alamat importirnya. Lebih dari itu, apakah barang tersebut merupakan produk asli atau bajakan? Jadi, tinggalkan barang tersebut, jika tidak mempunyai kriteria yang jelas dan meyakinkan. Aspek Kesehatan dan Keamanan. Jika kita ingin sehat dan selamat, seharusnya setiap konsumen memerhatikan; apakah makanan/minuman yang dikonsumsi mengandung bahan tambahan, seperti pemanis, pewarna, pengawet atau penyedap rasa. Dan, apakah bahan pengawet dimaksud berbahaya bagi kesehatan, plus direkomendasikan oleh Badan POM? Bacalah labelnya dengan teliti, agar Anda tidak teracuni karena salah mengonsumsi suatu barang, khususnya makanan, minuman, kosmetika, dan obat-obatan. Aspek Ekonomi. Perhatikan dengan cermat, berapa rupiahkah harga barang tersebut, dan apakah harga itu tidak terlalu mahal jika dibandingkan dengan barang sejenis? Bahkan, konsumen seyogyanya juga memperhatikan, apakah pada barang mengandung komponen impor, atau merupakan waralaba asing, atau diproduksi di luar negeri, atau bahkan saham perusahaannya telah dibeli oleh asing (multinasional)? Tentu, akan banyak devisa yang lari ke luar negeri jika kita menggunakan barang dengan ciri-ciri seperti itu! Bahkan akan mematikan pelaku usaha dalam negeri. Aspek Lingkungan. Bumi dan lingkungan kita terus tercemar oleh perilaku manusia, termasuk oleh perilaku konsumen. Selain, tentu saja oleh perilaku liar pengusaha/konglomerat yang dengan membabi-buta membabat hutan, mencemari sungai, danau, dan bahkan lautan. Nah, sebagai konsumen, agar kita bisa meminimalisir tingkat pencemaran pada lingkungan, kita juga mesti mencermati, apakah produk yang kita konsumsi juga menjadi penyebab pencemaran dan kerusakan lingkungan? Misalnya, lihatlah bahan baku dari produk dan bungkusnya dibuat dari bahan apa. Jika dari plastik, jelas sangat mencemari lingkungan. Plus, produk tersebut dalam proses pembuatannya mencemari lingkungan atau tidak? Sebagai contoh, ketika Anda mengonsumsi satu botol Air Minum Dalam Kemasan (AMDK), Anda telah menjadi pencemar lingkungan yang sejati. Satu botol AMDK ukuran 600 mililiter, menghasilkan 873 gram gas karbon ke udara! Apalagi dengan fenomena pemanasan global yang kini terjadi, mengonsumsi produk impor pun berarti berkontribusi terhadap pencemaran lingkungan. Betapa jauhnya jarak untuk mengangkut barang tersebut dari negara asal ke negeri ini? Berapa ribu liter bahan bakar yang telah dikeluarkan? (Sumber : Factsheet YLKI)
YLKI Terima Kunjungan Universitas Singaperbangsa Karawang
“Selamat datang di rumah konsumen. Dari tempat inilah kami terus mengajak masyarakat untuk menjadi konsumen cerdas dan mandiri, yang berdaya untuk merebut hak-haknya ketika dilanggar” demikian diungkapkan Sularsi, Kepala Bidang Pengaduan dan Hukum Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) ketika menerima kunjungan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Singaperbangsa, Karawang, Kamis (21/01/16). Acara kunjungan yang dikemas dalam diskusi tentang Hukum Perlindungan Konsumen tersebut memaparkan aktivitas YLKI dari berbagai bidang. “Ada bidang Hukum dan Pengaduan, Pendikan, Penelitian, Informasi dan publikasi, SDM dan bidang Umum. Masing-masing memiliki sinergitas yang tak terpisahkan ” lanjut Sularsi. Di kesempatan yang sama, Mustafa, Staf Bidang Pengaduan dan Hukum mengungkapkan bahwa rerata YLKI menerima pengaduan konsumen sebanyak 10 perhari. “Pengaduan kami terima melalui telepon, datang langsung maupun surat” jelasnya.