Press Release

Berikut ini adalah kumpulan artikel Press Release YLKI

Energi Lingkungan Siaran Pers

Meningkatkan Kualitas Akses Energi di Indonesia dengan Energi Surya

Jakarta, 6 Agustus 2024 – Akses energi yang berkualitas merupakan hak masyarakat. Dengan akses energi berkualitas yang mampu menyediakan listrik selama 24 jam dengan tegangan stabil, aktivitas ekonomi dapat dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan bahwa pada tahun 2023, lebih dari 99,78 persen wilayah di Indonesia telah teraliri listrik. Angka capaian ini perlu dicermati lebih lanjut untuk memastikan akses energi yang diterima masyarakat dapat memenuhi layanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan serta menggerakkan aktivitas ekonomi. Akses energi berkualitas yang mampu memenuhi kebutuhan tersebut penting untuk memastikan bahwa melalui energi yang diterima, masyarakat dapat makin berdaya dan mandiri. Situasi geografis Indonesia yang banyak terpisah oleh bentang alam seperti area pegunungan, pesisir, ataupun kepulauan menjadi tantangan dalam penyediaan energi. Sistem energi Indonesia saat ini masih mengandalkan model penyediaan energi yang terpusat untuk kemudian disalurkan melalui jaringan transmisi. Model penyediaan energi seperti ini memiliki risiko terganggunya seluruh sistem apabila terdapat gangguan pada salah satu bagian transmisi, seperti terjadi pada Juni 2024 di Sumatera. Situasi Indonesia ini membutuhkan pendekatan pembangkit energi terdesentralisasi dengan memanfaatkan potensi sumber energi lokal. Pembangkit berbasis energi terbarukan seperti energi surya menjadi pilihan potensial untuk memperkuat akses energi di Indonesia karena potensinya yang mencapai 3.000-20.000 GWp. Dari kacamata konsumen, penggunaan energi baru terbarukan (EBET) sangat penting. YLKI menyatakan bahwa penggunaan energi terbarukan merupakan salah satu bentuk tanggung jawab konsumen untuk mewujudkan pola konsumsi yang berkelanjutan (sustainable consumption). “Salah satu sumber EBET yang tersedia dan mudah diakses konsumen adalah energi surya. YLKI mendorong semua pihak untuk menciptakan iklim kebijakan dan regulasi yang kondusif, sehingga masyarakat bisa dengan mudah mengakses dan menginstalasi energi surya untuk memenuhi kebutuhan energi mereka,” jelas Tulus Abadi, Ketua Pengurus Harian YLKI pada Diskusi Kelompok Terpumpun (Focused Group Discussion) PLTS dalam Opini Konsumen: Arah, Tantangan, Dukungan Saat Ini dan Masa Depan yang dilaksanakan oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) berkolaborasi dengan IESR dan Koaksi Indonesia Selain membangun ekosistem pendukung tumbuhnya energi terbarukan, salah satunya energi surya, dan membuka akses informasi kepada masyarakat untuk bisa memanfaatkan energi terbarukan secara mandiri, aksi dukungan pada kebijakan energi tetap harus digalakkan. Marlistya Citraningrum, Manajer Program Akses Energi Berkelanjutan IESR, menyebutkan bahwa energi surya merupakan sumber energi yang demokratis. “Dari beragam contoh pengembangan energi surya di Indonesia, terdapat empat catatan penting untuk memastikan dampaknya berkelanjutan, yaitu (1) berorientasi pada pengguna dan dampaknya, (2) identifikasi sistem yang sesuai dengan konteks lokal, (3) pendampingan berkelanjutan bagi komunitas dan masyarakat, serta (4) pengelolaan yang profesional,” kata Citra. Selain itu, pemetaan sumber pembiayaan inovatif perlu dilakukan untuk memastikan kebutuhan pengembangan energi surya direalisasikan dengan optimal. Misalnya, dana desa, iuran swadaya masyarakat, dan program-program corporate social responsibility (CSR). Edukasi publik untuk pengembangan PLTS juga perlu mendapatkan perhatian serius. Minimnya pengetahuan publik atas informasi energi yang berkelanjutan ini tentunya akan berbanding lurus dengan permintaan, sehingga diperlukan upaya edukasi melalui berbagai medium dengan bahasa yang mudah dipahami. “Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Koaksi Indonesia tahun 2019 diketahui bahwa 64% responden pernah melihat teknologi energi terbarukan, namun tidak merasa relevan dengan kehidupan sehari-hari,” kata Fitrianti Sofyan, Manajer Komunikasi dan Kampanye Koaksi Indonesia. Rahmi Handayani, Vice President Penjualan PT PLN (Persero) menjelaskan kenaikan pelanggan PLTS atap menjadi cerminan minat masyarakat menggunakan energi surya. Dari 2018—2024 jumlah pelanggan PLTS atap naik 15 kali, dari 609 menjadi 9.324 pelanggan. Secara kapasitas juga naik dari 2 MWp pada 2018 menjadi 197 MWp pada tahun 2024, atau naik sebanyak 98 kali. “Minat masyarakat pada PLTS atap tinggi juga. Terlihat dari kuota PLTS atap pada Juli 2024 yang terjual sebanyak 88 persen atau 901 MWp,” kata Rahmi. Terdapat potensi pemanfaatan energi surya dalam berbagai kondisi. Tren adopsi PLTS atap juga menunjukkan peningkatan signifikan dalam 5 tahun terakhir. Kerjasama berbagai pihak melibatkan pemerintah, organisasi masyarakat sipil, dan pihak-pihak terkait untuk mengedukasi dan mendampingi masyarakat dalam upaya memanfaatkan energi surya dibutuhkan. Tulus Abadi


by admin • August 7, 2024
Kesehatan Pengendalian Tembakau Perlindungan Konsumen Uncategorized YLKI

Pentingnya Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Lingkungan Kampus

Merokok merupakan suatu kegiatan yang mudah ditemukan di lingkungan sekitar kita. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 109 Tahun 2012, rokok adalah produk tembakau yang dibuat untuk dibakar kemudian dihisap dan/atau dihirup asapnya, termasuk rokok kretek, rokok putih, cerutu atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana tabacum, Nicotiana rustica dan spesies lainnya atau sintesisnya yang asapnya mengandung nikotin dan tar, dengan atau tanpa bahan tambahan. Berdasarkan data dari Global Adult Tobacco Survey (GATS), terdapat peningkatan jumlah prevalensi perokok dewasa dari tahun 2011 – 2021, yaitu 59,9 juta orang (2011) menjadi 68,9 juta orang (2021). Selain itu, menurut GATS prevalensi perokok elektronik pada usia dewasa meningkat 10 kali lipat dari 0,3% (2011) menjadi 3% (2021) sedangkan prevalensi perokok pasif meningkat sebanyak 120 juta orang. Berdasarkan data BPS, persentase merokok pada penduduk umur ≥ 15 tahun di Indonesia pada tahun 2022 sebesar 28,26%.  Menurut Kemenkes rokok dan asapnya dapat menyebabkan ancaman kesehatan bagi tubuh manusia. Berdasarkan data WHO, sekitar 1,2 juta manusia meninggal setiap tahunnya akibat asap rokok walaupun tidak merokok. Hal tersebut disebabkan karena di dalam rokok terdapat nikotin, tar, karbonmonoksida, hidrogen sianida, benzena, dan bahan tambahan lainnya yang sangat merugikan kesehatan apabila terpapar atau terhirup.  Dalam menghadapi masalah tersebut, diperlukan berbagai pihak yang dapat mendukung pengurangan jumlah perokok remaja di Indonesia, salah satunya adalah di tingkat perguruan tinggi. Perguruan tinggi yang seharusnya menjadi tempat yang bebas dari asap rokok, tetapi pada nyatanya masih banyak ditemukan kegiatan merokok, baik mahasiswa, dosen, ataupun staff pegawai di lingkungan kampus. Mahasiswa yang seharusnya berperan sebagai penerus bangsa akan rusak akibat rokok itu sendiri. Hal ini tentu perlu menjadi perhatian agar pemangku kepentingan pada perguruan tinggi dapat memperkuat  kebijakan khususnya di lingkungan kampus, agar dapat menurunkan persentase merokok pada remaja di Indonesia. Hal tersebut dapat diwujudkan dengan mengimplementasikan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di lingkungan kampus. Kawasan Tanpa Rokok (KTR) adalah ruangan atau area yang dilarang untuk kegiatan merokok, memproduksi, menjual, mengiklankan, dan atau mempromosikan produk tembakau di lingkungan kampus. Berdasarkan UU No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan Pasal 151 ayat (1), terdapat 7 kawasan tanpa rokok yang terdiri atas fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja dan tempat umum dan tempat lain yang ditetapkan. Lingkungan kampus termasuk dalam tempat proses belajar mengajar sehingga KTR perlu diimplementasikan. Hal tersebut dapat diperkuat dengan memberikan sanksi tegas kepada pihak yang melanggar, tidak menerima sponsorship atau beasiswa dari industri rokok, melarang pemasangan iklan di lingkungan kampus, memiliki informasi pendukung seperti poster atau banner tanda larangan merokok, dan lainnya. Tujuan dari penerapan kebijakan KTR ini yaitu untuk memberikan perlindungan kepada konsumen, dalam hal ini adalah pelajar. Sebagaimana peraturan yang berlaku, konsumen yang dilindungi yaitu perokok pasif yang tidak merokok tetapi terpapar oleh asap rokok yang memiliki ancaman kesehatan yang sama besarnya dengan perokok aktif. Pada saat ini, pada beberapa lingkungan kampus, telah ada peraturan terkait larangan merokok, seperti pada kampus Universitas Indonesia yang peraturannya  diatur dalam Surat Keputusan (SK) Rektor UI Nomor 1805 Tahun 2011 tentang Kawasan Tanpa Rokok.  Peraturan Rektor tentang kampus tanpa rokok. Akan tetapi, masih terdapat kampus yang belum menerapkan kebijakan KTR dikarenakan kebijakan tersebut tergantung kepada inisiatif masing-masing rektorat. Dalam hal ini, pemangku kepentingan dalam perguruan tinggi dapat meniru Permendikbud no 64 tahun 2015 terkait KTR di lingkungan sekolah sebagai tempat belajar mengajar dimana hal tersebut dapat dijadikan landasan karena kampus juga merupakan tempat belajar mengajar yang seharusnya bebas dari asap rokok. Oleh karena itu, perguruan tinggi dapat segera memberlakukan kebijakan KTR di lingkungan kampus yang diharapkan dapat mencegah dan mengatasi dampak buruk dari asap rokok, menciptakan udara yang sehat dan bersih, bebas dari asap rokok serta mewujudkan Indonesia Generasi Emas Tahun 2045.  Oleh: Sifa Nabila Azzahra – (Mahasiswi Ilmu Keluarga dan Konsumen IPB)


by admin • February 29, 2024
Siaran Pers

Hoax, Berita yang Menyatakan bahwa YLKI Bisa Bantu Melunasi Utang Pinjol!

“Kami menduga ini merupakan fitnah yang sengaja diposting oleh pihak pihak tertentu, karena selama ini YLKI sangat keras terhadap fenomena pinjol, khususnya pinjol ilegal”. Siaran Pers YLKI: Beberapa tahun terakhir, YLKI sering menerima pertanyaan/permintaan dari banyak orang, bahwa YLKI adalah lembaga yang bisa membantu pelunasan utang pinjol pada para korban pinjol, yang tidak mampu melunasi utang pinjolnya. Atas pertanyaan dan pernyataan itu, tentu saja jawabannya “tidak”. Pertanyaan pertanyaan itu dikirim via nomor seluler pengurus, staf, medsos, dan email YLKI. Usut punya usut nampaknya pertanyaan/permintaan itu bermula/bersumber dari beberapa link berita di internet bahkan di media arus utama, sebagai contoh isi yang menyebutkan bahwa: “YLKI menawarkan program bantuan pelunasan utang pinjol dengan bunga rendah sebar 1,5 persen per bulan. Persyaratan untuk mendapatkan bantuan dari YLKI adalah sebagai berikut: memiliki KTP dan KK, memiliki bukti utang pinjol, memiliki penghasilan tetap” Terkait narasi tersebut, YLKI tandaskan bahwa itu jelas berita bohong (hoax) kelas berat, alias berita ngawur. Bahkan kami menduga ini merupakan fitnah yang sengaja diposting oleh pihak pihak tertentu, karena selama ini YLKI sangat keras terhadap fenomena pinjol, khususnya pinjol ilegal. Oleh karena itu YLKI mendesak Kementerian Kominfo untuk men-take down link berita tersebut, karena sangat menyesatkan publik dan merugikan nama baik YLKI. YLKI juga meminta masyarakat untuk tidak termakan terhadap berita hoax dimaksud. Demikian notifikasi YLKI. Mohon dimaklumi. Terima kasih Tulus Abadi Pengurus Harian YLKI


by admin • January 26, 2024
Kesehatan Pangan Perlindungan Konsumen Siaran Pers

Survei YLKI: Minuman Berpemanis Dalam Kemasan Mengancam Kesehatan Anak & Remaja Indonesia

Minuman berasa, khususnya rasa manis, seolah sudah menjadi tradisi bahkan budaya sebagian besar masyarakat Indonesia. Bahkan minuman manis dianggap suatu nilai lebih dan kemewahan, dari pada air putih, atau sekadar teh tawar hangat. Kini fenomena minuman manis makin kuat, makin menjadi kegandrungan masyarakat Indonesia, khususnya anak-anak, remaja, dan generasi muda. Penguatan fenomena ini tersebab oleh adanya intervensi korporasi melalui iklan, promosi, dan sponsorship di semua lini media. Dengan gempuran iklan dan promosi ini makin meneguhkan bahwa minuman manis menjadi ikon dalam berkonsumsi, bahkan dalam pergaulan sosial. Guna memotret secara lebih gamblang fenomena yang kian mengkhawatirkan itu, YLKI telah melakukan survei “Konsumsi Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) di 10 Kota”. Survei dilakukan pada awal-pertengahan Juni 2023, di 10 kota di Indonesia, meliputi: Medan, Lampung, Jakarta, Bandung, Semarang, Yogya, Surabaya, Balikpapan, Makassar dan Kupang. Survei dilakukan dengan cara wawancara, pemilihan responden secara acak berjenjang, dari mulai tingkat kelurahan, RT/RW, kemudian memilih rumah tangga, dan memilih individu. Responden adalah orang yang pernah mengonsumsi minuman manis dalam kemasan dalam sebulan terakhir. Total responden yang terjaring adalah 800 responden, dan masing masing RT dijaring 10 responden. Lalu hal menarik apa dari temuan survei dimaksud? Berikut ini beberapa temuan penting survei YLKI, yaitu: Simpulan dan Rekomendasi: Salam, Tulus Abadi, SH  


by admin • December 29, 2023