Sanksi Hukum

Siaran Pers: Sudah Seharusnya, Mengemudi Sambil Merokok Diberikan Sanksi

by admin • March 8, 2018

Tingkat kecelakaan lalu-lintas (lakalantas) di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan. Demikian juga korban meninggal karena lakalantas itu. Lihat saja, per tahun tidak kurang dari 30.000 ribu orang di Indonesia mati sia-sia karena kecelakaan lalu lintas (laka lantas). Jika dilihat penyebab pemicu lakalantas paling dominan adalah human factor (faktor manusia). Dan jika dilihat moda transportasi yang digunakan 76 persen melibatkan roda dua. Melihat faktor manusia sebagai mayoritas pemicu lakalantas, maka upaya polisi untuk memberikan sanksi hukum bagi seseorang yang mengemudi sambil menggunakan telepon seluler (call/sms/wa); dan atau sambil merokok, bisa dipahami. Bahkan patut didukung dan diberikan apresiasi. Karena faktanya menggunakan telepon dan atau merokok saat mengemudi jelas mengganggu konsentrasi dan akibatnya menimbulkan lakalantas, yang bukan saja mengancam keselamatan dirinya, tapi juga keselamatan orang lain. Bahkan terbukti beberapa kasus puntung rokok yang dibuang sembarangan mengakibatkan kebakaran. Terkait dampak merokok saat mengemudi, sebuah penelitian yang dilakukan oleh IAM (Institute of Advanced Motorist) yang berbasis di London, menyimpulan sebagai berikut: Pertama, merokok adalah aktivitas yang mengganggu konsentrasi pengendara ketika mengemudi. Kedua, 56 persen responden (dari 3.016 responden) mengatakan harus ada aturan yang melarang mengemudi sambil merokok. Ketiga, 48 responden mengatakan bahwa mengemudi sambil merokok adalah tindakan yang tidak bertanggungjawab. Keempat, sebanyak 46 responden menyatakan tindakan merokok saat mengemudi sama bahayanya dengan menggunakan telepon seluler. Dan kelima, hanya 2 (dua) persennya saja yang menyatakan merokok tidak berbahaya saat mengemudi. Oleh karenanya, upaya kepolisian untuk menegakkan hukum terkait hal itu, secara sosiologis dan psikologis, adalah sesuatu yang faktual. Apalagi mayoritas lakalantas melibatkan pengguna roda dua, sepeda motor. Dan karena itu harus dilakukan secara konsisten. Demikian. Terima kasih. Wassalam, Tulus Abadi, Ketua Pengurus Harian YLKI.  


Pernyataan Pers: YLKI Menghimbau Korban First Travel Gugat Class Action Pemerintah

by admin • August 31, 2017

Sanksi hukum telah dijatuhkan pada First Travel. Para pelakunya pun sudah dijebloskan dalam tahanan. Hukuman berat menanti para petinggi First Travel. Sanksi hukum untuk First Travel memang sudah sepatutnya dilakukan. Walau sebenarnya sangat terlambat. Namun faktanya, upaya hukum pidana dan juga pencabutan izin operasional tidak serta merta mengembalikan hak keperdataan calon jemaah, apakah tetap diberangkatkan dan atau dananya dikembalikan, refund. Benar, jika dilihat dari perspektif keperdataan, permasalahan calon jemaah First Travel adalah hubungan perjanjian keperdataan. Namun, kondisi tersebut tidak akan terjadi secara eskalatif dan masif jika fungsi pengawasan Kementerian Agama berjalan. Masifnya korban calon jemaah First Travel yang mencapai lebih dari 50 ribuan membuktikan dengan sangat gamblang bahwa pengawasan oleh Kementerian Agama (Kemenag) mandul, bak macan ompong. Oleh karena itu secara moral dan politik Kemenag harus turut bertanggungjawab atas nasib calon jemaah. Tidak bisa lepas tangan begitu saja. Untuk memberikan pelajaran pada Kemenag atas kelalaiannya/keteledorannya, YLKI mendorong/menghimbau korban/calon jemaah untuk melakukan gugatan class action kepada Kemenag. Apalagi korban umroh bermasalah bukan hanya dari First Travel saja, tapi dari berbagai biro umroh. Seperti Kafilah Rindu Ka’bah dan Hannien Tour. YLKI mencatat 22.163 pengaduan umroh mangkrak dari 6 (enam) biro umroh. Belum lagi biro-biro umroh yang lainnya. Gugatan class action bertujuan antara lain: 1. Menuntut tanggungjawab Kemenag untuk turut menanggung kerugian calon jemaah First Travel dan bahkan biro umroh lain; 2. Memberikan pelajaran dan efek jera pada pemerintah atas keteledorannya tersebut sekaligus memberikan efek jera kepada para biro umroh yang lain agar tidak meniru dan mengulang perbuatan serupa; 3. Mengingatkan dan membangun kesadaran publik atas berbagai promosi biro umroh yang kian marak dan menjebak konsumen. Gugatan class action punya dasar hukum yang cukup kuat dalam UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yang menyebutkan bahwa gugatan atas pelanggaran pelaku usaha dapat dilakukan oleh sekelompok konsumen yang mempunyai kepentingan yang sama (Pasal 46, UU Perlindungan Konsumen). Atas dasar itu, pelanggaran yang dilakukan pelaku usaha/First Travel yang diakibatkan adanya kelalaian/ketedoran Kemenag, adalah fakta hukum yang sangat kuat untuk dilakukan gugatan publik dengan model class action. Demikian. Terima kasih. Wassalam, Tulus Abadi, Ketua Pengurus Harian YLKI Keterangan: Untuk keperluan wawancara dan  informasi tambahan, silakan menghubungi Sdri. Sularsi   +628115629300 dan atau Sdr Abdul Basith +628999975763 Informasi dan Pengaduan: Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Jl. Pancoran Barat VII No. 1 Duren Tiga, Jaksel, 12760 Telepon 021-798-1378, WA 0822-6121-1822.  Email: konsumen@ylki.or.id Website: www.pelayanan.ylki.or.id Donasi untuk gerakan konsumen: BCA Cab Pasar Minggu No.Rek  : 035-3-80546-8 a/n YLKI II.