Boleh jadi tahun 2011 sebagai tahun gelap transportasi laut Indonesia. Penyebabnya adalah makin sering kecelakaan kapal yang terjadi sepanjang tahun 2011. Tak hanya tenggelam, tetapi juga kebakaran kapal penumpang akibat muatan yang diangkutnya. Dalam kurun waktu setahun, tak kurang dari 10 kali kecelakaan kapal baik karena terbakar maupun tenggelam. Korbannya puluhan nyawa harus meregang dan harta benda lenyap seketika.
Terjadi kecelakaan kapal, menunjukan lemahnya pengawasan keselamatan penumpang. Kebakaran yang disebabkan muatan yang diangkut misalnya. Sesuai protap (prosedur tetap), seharusnya sebelum kendaraan masuk ke perut kapal, petugas memeriksa isi muatan itu, kondisi kendaraan, sampai kendaraan di ikat tali. Namun hal ini kerap diabaikan oleh petugas di hampir seluruh pelabuhan di Indonesia. Mereka beralasan sering mendapat protes dari pemilik kapal jika pemeriksaan dilakukan sebab akan memakan waktu berjam-jam, sehingga akan membebankan biaya penyandaraan kapal.
Petugas Syahbandar sebagai wakil pemerintah di pelabuhan, semestinya tidak memberikan surat izin berlayar sebelum kondisi kapal dan muatannya benar-benar selesai dilakukan pemeriksaan mulai dari perlengkapan sekoci, pelampung dan alat keselamatan lainnya. Bukan malah kongkalingkong untuk memuluskan pelayaran dengan mengabaikan keselamatan penumpang.
Kecelakaan kapal penumpang di sejumlah daerah, salah satu bukti ketidakmampuan pemerintah dalam membenahi transportasi massal dan lalai dalam mengimplementasikan UU No.17/2008 tentang Pelayaran. Di dalam undang-undang pelayaran diatur dengan jelas, tentang data manifest, kelaikan kapal, dan soal kelebihan muatan. Dalam kondisi seperti saat ini, ketentuan tentang keselamatan pelayaran acapkali dilanggar oleh operator dengan seijin Syahbandar.
Pemerintah terkesan membiarkan operator kapal berjalan sendiri tanpa pengawasan dan pembinaan. Padahal berdasarkan Undang-undang, pemerintah memiliki peran sebagai regulator yang bertugas melakukan pembinaan terhadap operator dan penyelenggaraan transportasi massal. Namun kenyataannya tugas yang diamanatkan tidak dijalankan dengan baik.
Musibah Beruntun
Pengabaian terhadap UU pelayaran merupakan bentuk pengabaian terhadap konsumen jasa transportasi laut. Keselamatan konsumen kapal menempati urutan kesekian, lebih utama profit perusahaan. Terjadinya musibah beruntun sepanjang tahun 2011 adalah bukti konkrit akan hal itu. Dan berikut rekam jejaknya;
Januari
Bulan pertama tahun 2011 (28/01), transportasi laut kita ”dihadiahi” dengan peristiwa terbakarnya kapal roll on roll off (Roro) KMP Laut Teduh II. Kapal milik PT Bangun Putra Remaja ini melayani jasa penyeberangan dari Pelabuhan Merak, Cilegon, Banten menuju Pelabuhan Bakauheni, Lampung maupun sebaliknya. Kapal yang hendak menuju Pelabuhan Bakauheni, Lampung ini terbakar disekitar Pulau Tempurung dan Pulau Ular, sekitar 40 menit perjalanan dari pelabuhan Merak.
Kapal yang mengangkut 567 orang penumpang itu terbakar sekitar pukul 04.00 WIB yang mengakibatkan 13 orang penumpang meninggal dunia, ratusan lainnya luka dan seluruh kendaraan roda empat yang berjumlah 93 unit hangus terbakar. Korban meninggal pada umumnya karena tenggelam. Ketika kapal terbakar, banyak penumpang yang panik lantas menceburkan diri ke laut tanpa menggunakan pelampung.
Maret
Pada 18 Maret 2011 pukul 03.30 WITA terjadi kecelakaan kapal laut di Kabupaten Pangkep, Provinsi Sulawesi Selatan yaitu terbaliknya KM Rival Jaya. Kapal ini terbalik dan tenggelam karena terhempas ombak di Perairan Tupabiring, sekitar 1 mil dari Pulau Karangrang.
Kapal tersebut mengangkut penumpang 20 orang termasuk 3 orang ABK. Akibat peristiwa itu terdapat korban meninggal dunia sebanyak 2 orang. Tidak ada korban luka berat dalam peristiwa tersebut.
Pada bulan yang sama, kendati bukan kapal penumpang, KM Sinar Kudus milik PT Samudra Indonesia, dibajak oleh perompak Somalia di timur laut Pulau Socotra. Perompak meminta tebusan sebesar US $ 9 juta terhadap kapal yang berawak 20 orang ini.
April
Pertengahan bulan April (14/04), kapal yang membawa rombongan anggota DPR RI dari komisi V menabrak karang dan terdampar di perairan Sebatik, Kalimantan Timur. Rombongan yang terdiri dari 15 anggota dewan tersebut sedianya akan menuju Nunukan. Tak ada korban jiwa dalam peritiwa tersebut, namun satu anggota mengalami luka cukup parah.
Juni
Duka kembali menyelimuti transportasi laut, ketika pada Senin (06/06) KM Martasiah tenggelam di perairan Tanjung Dewa, Kota Baru, Kalimantan Selatan. Kapal yang bertolak dari pelabuhan tradisional Panjang ini mengangkut 105 penumpang dan 40 kendaraan bermotor.
Kejadian ini menelan korban 27 orang meninggal dunia, 11 dinyatakan hilang serta kendaraan bermotor yang tak terselamatkan. Diduga penyebab terjadinya kecelakaan adalah melebihi kapasitas yang ditentukan serta tak adanya surat ijin berlayar bagi kapal.
Juli
Minggu, (17/07), sebuah kapal Ferry KMP Reni II yang bertujuan ke Kolaka Sulawesi Tenggara mengalami kebakaran. Beruntung, kebakaran kapal yang masih sandar di Pelabuhan Bajoe, Bone, Sulawesi Selatan ini dapat segera dipadamkan. Kebakaran terjadi pada pukul 21.15 WITA di ruang penumpang akibat korsleting listrik.
Tak ada korban jiwa dalam kebakaran ini, namun peristiwa ini telah menimbulkan kekacauan dan kepanikan terhadap 270 penumpangnya. Akibat dari kecelakaan ini, kapal berjenis Roro 456 GT ini tak boleh beroperasi untuk sementara. Akibatnya, seluruh penumpang harus menginap dan telantar di Pelabuhan Bajoe untuk menunggu kapal ferry berikutnya.
Agustus
Tragedi tenggelamnya kapal laut kembali terjadi. Kali ini datang dari perairan laut Pulau Lambasina, Kolaka, Sulawesi Tenggara pada Sabtu (27/08). Adalah KM Windu Karsa yang bertolak dari Pelabuhan Bajoe, Bone, Sulawesi Selatan menuju Pelabuhan Kolaka, Sulawesi Tenggara.
Dalam manifest kapal milik PT. Bukaka Lintas Tama tercatat 92 orang penumpang, ditambah 21 anak buah kapal serta 20 kendaraan roda empat. Musibah ini telah merenggut 13 nyawa, serta 24 dinyatakan hilang dan kerugian harta benda yang ikut tenggelam. KM Windu Karsa tenggelam disebabkan kelebihan muatan penumpang yang tidak sesuai dengan yang tercatat dalam manifest serta terjadi kebocoran di kemudi bagian belakang kapal.
September
Agaknya bulan September merupakan bulam terkelam dalam sistem transportasi laut sepanjang tahun 2011. Betapa tidak jika beberapa kecelakaan terjadi secara beruntun. Pertama, tenggelamnya KM Sri Murah Rezeki di perairan Nusa Lembongan, Klungkung, Bali (21/09). Kapal yang hendak menuju Nusa Penida ini mengangkut 36 penumpang dan awak kapal. Dalam musibah ini 10 orang dinyatakan tewas, sedangkan 14 penumpang tidak diketemukan.
Kedua, terbakarnya kapal tanker Lentera Bangsa di lepas pantai PT CNOOC, Perairan Pulau Seribu, Jakarta Utara, pada Jumat (23/09). Sumber api yang melahap badan kapal berasal dari korsleting listrik di kamar mesin. Tragedi ini mengakibatkan empat orang awak kapal mengalami luka bakar serius, serta 1 (satu) orang dinyatakan hilang.
Ketiga, berselang sehari kemudian (24/09) kecelakaan menimpa KM Putri Tunggal, yang tenggelam dihantam ombak di perairan Raas, Kepulauan Kangean, Sumenep, Jawa Timur. Kapal tenggelam saat menuju Pulau Gua-Gua. Tercatat 13 penumpangnya tewas dalam musibah kecelakaan tersebut.
Keempat, terbakarnya kapal barang yang mengangkut bahan bakar minyak, di Pelabuhan Muara, Sumatra Barat (25/09). Api yang berkobar merembet ke kapal lain yang tengah bersandar di pelabuhan. Tidak ada korban jiwa, namun kerugian ditaksir mencapai ratusan juta rupiah.
Kelima, Di hari yang sama, KM Marina Nusantara terbakar hebat di Sungai Barito, Kalimantan Selatan, satu kilometer dari Pelabuhan Trisakti akibat ditabrak tongkang batubara. Lebih dari lima orang tewas, kebanyakan adalah para sopir yang terjebak di dalam kapal yang terbakar.
Keenam. Rabu (28/09), terjadi tragedi kebakaran KM Kirana IX di dermaga Gapura Surya, pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Terbakarnya kapal milik PT. Dharma Lautan Utama mengakibatkan 8 orang tewas, 39 orang luka ringan. Berdasarkan temuan laboratorium forensik Polda Jatim, titik api berasal dari instalasi listrik di plafon dek bawah, tepatnya di atas truk dalam kapal. Percikan api tersebut yang kemudian menyambar truk dibawahnya.
Desember
Sebuah kapal layar mesin (KLM) Jujur Harapan bocor dan tenggelam di perairan selat Karimata. Kapal yang bermuatan 22 penumpang dan tujuh ABK yang hendak menuju Pontianak, Kalimantan Barat, dari Pelabuhan Wanci, Wakatobi, Sulawesi Tenggara, dihantam ombak pada 02 Desember 2011 pukul 03.00 WITA.
Dalam musibah ini, duabelas orang berhasil diselamatkan oleh kapal lain yang melintas. Sementara satu orang meninggal dunia serta enambelas lainnya tidak diketemukan. Sebelum diselamatkan, keduabelas penumpang tersebut terombang-ambing selama tiga hari diatas tiga rakit.
Dua minggu setelah kejadian pertama, Sabtu (17/12), sebuah kapal berisi 250 imigran gelap asal Timur Tengah ditemukan tenggelam di laut, sekitar 10 mil dari pantai Prigi, Kecamatan Watulimo, Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur. Kapal yang berangkat dari Jakarta pada Kamis (15/12) dalam perjalanan menuju Pulau Christmas di Australia sebenarnya hanya berdaya muat 100 orang, namun harus membawa 250 orang imigran berasal dari Iran, Afganistan, Turki dan Irak. Dalam musibah ini menelan 95 korabn jiwa.
Puncak Gunung Es
Kecelakaan kapal laut sejauh ini kurang mendapatlkan perhatian serius. Pemerintah lebih cenderung pada penanganan pasca terjadinya kecelakaan, sementara tindakan antisipasif dengan mengimplementasikan UU Pelayaran secara benar belum menjadi prioritas. Menyelamatkan nyawa memang penting, namun jauh lebih penting adalah mencegah terjadinya kecelakaan untuk menghindari korban jatuh.
Kecelakaan kapal hanya sebuah fenomena puncak gunung es yang menyembul, didalamnya masih banyak permasalahan yang perlu di benahi. Pembenahan harus dimulai dari sisi hulu seperti kompetensi dan standardisasi, baik dari sumber daya manusia maupun sarana dan prasarana. Pembenahan ini juga mencakup kejelasan tugas dan wewenangan antara pemerintah pusat, daerah dan BUMN, agar tidak terjadi tumpang tindih dan lempar tanggung jawab.
Fungsi pengawasan atas keselamatan pelayaran perlu mendapat perhatian. Di lain pihak, perlunya kerja sama dan kesadaran dari penumpang maupun pengguna jasa kapal agar tetap waspada dan selalu mengikuti aturan yang berlaku. Sebab kurangnya pengawasan yang intensif terhadap kelayakan operasional kapal dan lemahnya penegakan hukum pelayaran di Indonesia menjadi penyebab utama terjadinya musibah pelayaran atau kecelakaan kapal di Indonesia.
***
Agus Sujatno, Staff YLKI
(Dimuat di majalah Warta Konsumen)
0 Comments on "Karamnya Transportasi Laut"