JAKARTA (Suara Karya): Ironis, berdasarkan penelitian yang dilakukan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) terungkap, sebanyak 22 persen penghasilan keluarga miskin (gakin) digunakan hanya untuk membeli rokok.

Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi mengatakan, hasil penelitian yang dilakukan pihaknya beberapa waktu lalu diketahui, 70 persen perokok di Jakarta berasal dari kalangan keluarga miskin (gakin).

Ironisnya lagi, 22 persen penghasilan mereka disisihkan untuk membeli rokok. Artinya, kata Tulus, kebutuhan akan rokok bagi gakin ini merupakan rata-rata kebutuhan nomor satu. Sedangkan kebutuhan akan beras berada di urutan kedua.

“Makanya ketika ada wacana agar mereka (gakin) tidak mendapatkan santunan kesehatan dari Pemprov DKI, secara ekstrim itu sangat rasional. Karena mereka bisa membeli rokok. Saya melihat ada fungsi yang keliru dalam mengalokasikan pendapatan dari keluarga miskin ini,” ujar Tulus Abadi di Balai Kota, Jakarta, Senin (14/5).

Karenanya, dikatakan Tulus, salah satu pencegahannya adalah dengan menjadikan rokok sebagai barang mewah, yakni dijual dengan harga tinggi, sehingga mereka yang berasal dari gakin kesulitan untuk membelinya.

Kemudian, rokok juga sebaiknya dilarang dijual secara eceran atau per batang. Tak hanya itu, penjualannya pun harus dibatasi. “Pemprov DKI semestinya bisa memboikot iklan rokok. Terutama dari media luar ruang, seperti spanduk, baliho, billboard dan sejenisnya,” kata Tulus.

Sementara itu, Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo sendiri belum berkomentar soal permintaan agar Pemprov DKI memboikot iklan rokok.

Namun Fauzi mengaku prihatin dengan kondisi tersebut. Karenanya, kata Fauzi, kondisi ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut sehingga harus dicari jalan keluarnya.

“Saya prihatin, di tengah himpitan masalah sosial ekonomi, konsumsi rokok di kalangan keluarga miskin, justru mengalahkan konsumsi nutrisi bagi keluarga terutama anak-anak. Tentu diperlukan pendekatan khusus dan upaya sosialisasi yang lebih efektif untuk masalah ini,” kata Fauzi seperti dikutip Beritajakarta.com.

Adapun upaya yang telah dilakukannya terkait hal tersebut, diungkapkan Fauzi, pihaknya telah melaksanakan kebijakan tentang Pengendalian Pencemaran Udara melalui Perda No 2 Tahun 2005 dan Pergub No 75 Tahun 2005.

Selain itu, melalui penegakan Pergub No 75 Tahun 2005 yang kemudian diubah atau disempurnakan dengan Pergub Nomor 88 Tahun 2010 tentang Kawasan Dilarang Merokok (KDM) di berbagai tempat, seperti di terminal, tempat ibadah, angkutan umum, sarana pendidikan, gedung-gedung perkantoran dan tempat-tempat perbelanjaan.

“Saya harus melindungi dan menjamin warga ibu kota, baik dari aspek kesehatan, keamanan, beribadah dan beraktivitas serta berbagai kegiatan lainya,” kata Fauzi.

Sementara itu, Direktur Koalisi Warga untuk Smoke Free Jakarta, Azas Tigor Nainggolan mengatakan, kebijakan Fauzi Bowo soal larangan merokok ini agar ditiru pejabat lainnya. Sebab, sejak memimpin Jakarta, Fauzi telah berkomitmen untuk melindungi warganya dari asap rokok dan hak atas udara bersih. (Dwi Putro AA)

Sumber : Suara Karya