Sebuah harian terkemuka, memuat iklan tentang susu formula yang berbunyi sebagai berikut,” Susu formula produksi anggota Asosiasi Perusahaan Makanan Bayi (APMB) aman dikonsumsi. Di bagian bawah iklan, tercetak sepuluh perusahaan yang memproduksi susu formula yang beredar di Indonesia. Sebagian besar perusahaan tersebut bertaraf multi nasional corporate (MNC), dan sebagian lainnya brand lokal, yang sahamnya juga telah dikuasai asing.
Artinya, praktis pasar susu formula Indonesia dikuasai pemain global. Sementara Indonesia hanya menjadi konsumen susu formula. Menurut data dari BPS, jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2010 sebesar 237,5 juta orang, dan setiap tahun bertambah sekitar 4,5 juta orang. Dengan besarnya jumlah penduduk tersebut, Indonesia adalah pasar potensial susu formula. Bagi pelaku bisnis, situasi pasar seperti ini terlalu sayang kalau dilewatkan begitu saja. Maka, kiprah begitu dominannya pemain global pasar susu formula di Indonesia adalah suatu fakta yang tidak terbantahan.
Jadi, dibalik kontroversi bakteri enterobacter sakazakii, “pertempuran” yang sebenarnya bukan David Tobing melawan Kementrian Kesehatan, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Tetapi antara jaringan perusahaan global (MNC) melawan negara. MNC dengan kapitalisasi bisnis susu formula yang luar biasa besarnya sedangkan pemerintah dalam hal melindungi warganya dari ofensifnya pemasaran susu formula, suatu produk yang sebenarnya juga tidak begitu dibutuhkan.
Upaya jaringan perusahaan global susu formula dalam upaya melapangkan usahanya di pasar susu formula Indonesia sudah, sedang dan akan selalu dilakukan melalui serangkaian loby tingkat tinggi.
Jauh sebelum kasus bakteri enterobacter sakazakii mencuat ke permukaan, dalam berbagai pertemuan pembahasan regulasi di tingkat global, kentara sekali ada indikasi “tekanan” dari jaringan perusahaan global agar posisi Pemerintah di Indonesia sesuai dengan kepentingan mereka.
Berbagai upaya dilakukan jaringan perusahaan global, dari sekedar membiayai ongkos transportasi dan akomodasi anggota delegasi Indonesia dalam berbagai pertemuan International membahas regulasi susu formula, sampai dugaan “mendikte” position paper Pemerintah Indonesia agar sesuai dengan kepentingan mereka.
Saat ini, sebagai tindak lanjut Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Pemerintah sedang menggodok Peraturan Pemerintah (PP) tentang promosi dan pemasaran susu formula. Karena kepentingan bisnis susu formula di Indonesia cukup besar, pembahasan PP ini juga tidak sepi dari loby industri susu formula.
Dalam kontek substansi regulasi untuk mengendalikan promosi dan pemasaran susu formula, draft RPP susu formula sudah banyak kemajuan. Namun dalam RPP ini masih membuka ruang industri susu formula menjadi sponsor penelitian di bidang susu formula. Dari perspektif kepentingan publik, pasal ini cukup riskan, mengingat apabila sebuah penelitian susu formula dibiayai industri susu formula, bagaimana mungkin hasil kajian tidak bias terhadap kepentingan industri susu formula.
Polemik susu formula mengandung bakteri enterobacter sakazakii bermula dari sebuah kajian akademis. Sudah seharusnya sebagai sebuah kajian akademis direspon dengan kajian akedemis serupa. Jangan sampai sebuah kajian akedemis “diadili” oleh sebuah proses politik. Selain tidak nyambung, proses politik di Indonesia juga dalam banyak kasus lebih banyak menimbulkan persoalan baru, dibandingkan menyelesaikan masalah.
Sedangkan untuk urusan hukum, juga dikembalikan ke proses hukum. Lembaga politik, termasuk DPR, tidak seharusnya mencampuri proses hukum yang sedang berjalan. Pihak-pihak yang telah dinyatakan bersalah juga telah memberikan komitmen akan mematuhi pususan hukum.
Walaupun kalau dikritisi, putusan Mahkamah Agung (MA) tentang dugaan susu formula mengandung bakteri enterobacter sakazakiii, MA tidak seharusnya menyamakan IPB sebagai sebuah lembaga akademis dengan BPOM sebagai lembaga inspeksi. Karena sama-sama melakukan penelitian, kedua lembaga tersebut mempunyai tujuan berbeda.
Sebagai sebuah entitas bisnis, apa yang perusahaan multi nasional lakukan dengan loby tingkat tinggi dalam upaya melapangkan kepentingan bisnisnya tidak ada yang salah dan itu juga dilakukan di hampir semua perusahaan multi nasional. Hal yang harus dibenahi adalah bagaimana mengembalikan otoritas negara untuk lebih serius melindungi kepentingan masyarakat banyak, karena lembaga tersebut didanai dari pajak rakyat didirikan untuk melindungi kepentingan masyarakat.
***
Sudaryatmo, Ketua Pengurus Harian YLKI
(Dimuat di Majalah Warta Konsumen)
0 Comments on "Polemik Susu ber-Zakazakii"