Pemerintah berencana menurunkan harga BBM (premium) sebesar Rp 300 per liter. Rencana ini perlu diapresiasi, tetapi dengan catatan kritis, yakni:

1. Audit terlebih dahulu, berapa sebenarnya harga keekonomian BBM. BPK harusnya bisa melakukan audit terhadap harga BBM, sehingga harga BBM hasil audited BPK, sehingga lebih transparan dan akuntabel. Jangan menurunkan harga BBM, tapi harga keekonomian BBM itu sendiri masih tanda tanya besar;

2. Pemerintah jangan hanya berencana menurunkan harga BBM, tetapi gagal menurunkan harga kebutuhan pangan dan atau tarif transportasi umum. Seharusnya ketika ongkos produksi turun, maka harga jual juga turun. Jika harga BBM turun, tetapi harga kebutuhan pokok tidak turun, berarti ada sesuatu yang tidak beres dalam sistem pasar kebutuhan pokok;

3. Pemerintah mustinya bisa menerapkan kebijakan harga BBM yang lebih cerdas dan berkesinanbungan dengan menerapkan kebijakan “oil fund”. Oil fund ini bisa digunakan sebagai “dana tabungan”, artinya jika harga minyak mentah dunia turun, maka harga BBM tidak perlu turun. Sebaliknya, jika harga minyak mentah dunia naik, pun harga BBM tidak perlu naik. Model seperti ini lebih memberikan kepastian berusaha, baik untuk sektor retailer, pengusaha angkutan, dan juga masyarakat konsumen. Sehingga masyarakat tidak terombang-ambing dengan fluktuasi harga BBM.

Demikian, terima kasih.

Wassalam,

Tulus Abadi,
Ketua Pengurus Harian YLKI