Jangan malas mengadu, jika kita menemukan layanan publik di sekitar yang tidak sesuai dengan standar. Begitupun sebagai konsumen ketika menerima produk dibawah standar mutu, tidak terdaftar, penyesatan informasi, sebaiknya rajin mengadu ke otoritas kompeten yang mengawasi keberadaan barang tersebut.

Peran aktif masyarakat jelas memiliki tujuan strategis, selain untuk memperjuangkan haknya sebagai warga negara jika memang dirugikan, juga berperan mencegah terjadinya kejadian yang sama pada orang lain. Satu hal yang tak kalah penting, melalui pengaduan diharapkan pihak yang diadukan bisa meningkatkan kualitas layanannya.

Sejatinya dengan terbitnya Undang-undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik dan keluarnya Peraturan Presiden No. 76 Tahun 2013 mengenai Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik, hak warga untuk mengadukan kualitas layanan publik yang dialaminya terjamin dan kewajiban otoritas terkait untuk menindak lanjutinya.



Celakanya, masih banyak unit kerja kementerian terutama di daerah belum memiliki akses pengaduan yang mudah dijangkau oleh masyarakat. Hanya beberapa yang sudah memiliki, kendati tidak sampai pada tataran penegakan hukum dengan membuat pelanggar diadukan mendapat sanksi dan menjadi jera. Sejauh ini, tindakan penegakkan hukum masih berupa surat teguran atau peringatan. Acapkali penegakkan hukum masih kalah dengan “kepentingan bisnis” pelaku usaha.

PETISI MASYARAKAT

Benar, bahwa saat ini saluran masyarakat menyampaikan keluhannya sudah sedemikian luas. Media sosial menjadi salah satu pilihan masyarakat menyampaikan pengaduan secara terbuka, bahkan menggalang kekuatan untuk “mendesak” pemangku kepentingan mengubah kebijakan dengan membuat petisi. Jika dianggap tidak ada tindakan nyata terhadap pengaduan atau petisi tersebut, desakan pada pelaku usaha atau pemerintah bisa juga dilakukan dengan cara lebih ekstrem yaitu memboikot ataupun membeberkan pelanggaran hak konsumen atas pelayanan instansi atau produk barang beredar.

Jadi, ketika proses pengaduan langsung ke pelaku usaha atau instansi jasa tidak ada tindak lanjut, kemudian pengaduan ke otoritas kompeten pemerintah juga tidak ditanggapi atau tidak ada sanksi apapun, maka sanksi sosial melalui media sosial, citizen journalism acapkali menjadi tindakan efektif dan berdampak luas. Dengan catatan; pengaduan dilengkapi dengan data dan fakta yang sahih, jujur, dialami secara langsung, kronologis kejadian juga terekam dengan baik.

Dalam menghadapi pengaduan tersebut, biasanya otoritas terkait dapat memilah apakah pengaduan bersifat sistemik, artinya terkait dengan regulasi yang tidak tegas atau tidak melindungi. Atau hanya terkait layanan yang bersifat operasional dan parsial, yang bisa diperbaiki dengan memperbaiki kualitas teknis pelaksanaannya dan/atau SDM nya.

Pelaku usaha atau otoritas terkait dapat juga melakukan komunikasi secara terbuka. Badan usaha atau otoritas dapat menggelar dialog temu pelanggan yang bukan sekedar ber-ramah tamah, tetapi untuk memperjelas bagaimana kedua pihak saling meningkatkan kepercayaan terhadap badan usaha/otoritas tersebut. Ini biasa dilakukan dengan jalan mencari penyelesaian beberapa ‘ganjalan’ hubungan yang terjadi, melakukan mediasi kesepakatan kedua belah pihak, serta tindak lanjut yang akan dilakukan oleh pihak pelaku usaha/otoritas tersebut. Bahkan jika ada kendala sangat berat dipihak badan usaha, diharapkan temu pelanggan menjadi ajang klarifikasi dan permohonan maaf atas keterbatasan pihak terkait dalam melakukan pelayanan.

Jaminan terhadap layanan masyarakat tak hanya termaktub dalam UU Pelayanan Publik, lebih spesifik bagi konsumen tertuang dalam Undang-undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (UUPK). Secara tersurat UUPK melindungi dan menjamin hak-hak masyarakat sebagai konsumen. Pasal 4 UUPK menyebutkan bahwa negara menjamin hak konsumen untuk mendapatkan hak atas keamanan dan keselamatan atas produk (barang atau jasa) yang dikonsumsi, hak atas informasi, hak untuk memilih, hak untuk melakukan komplain dan hak untuk mendapatkan ganti rugi.

Tak tanggung-tanggung, jika pelaku usaha mengabaikan hak-hak konsumen ini, maka ancaman sanksi kurungan hingga 5 tahun dan/atau denda maksimal mencapai 2 milyar siap menanti sesuai dengan pasal 62.

AKSES PENGADUAN

Saat ini, pemerintah secara massif banyak meluncurkan program baru. Sebut misalnya asuransi kesehatan rakyat, yang direspon antusias oleh masyarakat dengan mendaftar sebagai anggota BPJS Kesehatan (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan). Namun, bagaimana jika terjadi masalah? Kemana masyarakat akan mengadu?

Begitu juga dengan berbagai macam masalah layanan keuangan yang terjadi di masyarakat. Mulai dari leasing, pinjaman tanpa agunan, kartu kredit, permasalahan kredit kepemilikan rumah, dan sebagainya, kemana masyarakat hendak mengadu? Lantas kemana masyarakat mengadu jika menemukan pangan yang diduga mengandung bahan berbahaya, obat palsu dan tidak terdaftar atau kosmetik illegal? Adakah otoritas kompeten untuk menindak? Sebagian masyarakat mungkin sudah paham bahwa itu merupakan tugas dan tanggungjawab Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Tetapi kemana akses pengaduannya, banyak yang belum tahu.

Nah, dibawah ini terdapat akses pengaduan beberapa otoritas kompeten;

New Image

Dengan makin banyaknya akses pengaduan, semoga masyarakat bisa memanfaatkan dan mengefektifkan pengaduan ke otoritas terkait. Karena merekalah yang memiliki kewenangan dalam mengatur, mengawasi dan penindakan hukum.

Penulis : Iliyani S. Andang