Keberadaan program JKN makin tidak menentu, perlu evaluasi total untuk menyelamatkannya. BPJS Kesehatan, sebagai operator program JKN, makin limbung dari sisi finansial, defisit makin menganga lebar. Tahun ini, 2018, diperkirakan angka defisitnya mencapai Rp 16,5 triliun. Dalam rangka mengevaluasi hal tersebut, YLKI menghadiri FGD yang diselenggarakan oleh Wakil Ketua DPR Bidang Kesra, yakni Fahri Hamzah, Senin, 08/10/2018, jam 11.30-14.30. Hadir dalam FGD tersebut, selain saya (YLKI), adalah: PBIDI, PDGI, Ikatan Apoteker Indonesia, BPKN RI, Ombudsman RI, PERSI, Dokter Indonesia Bersatu, dll.

Berikut ini poin-poin utama yang saya sampaikan dalam FGD tersebut:

1. Bahwa dari sisi finansial, untuk menyelamatkan program JKN ada dua cara ideal, yakni kenaikan iuran/premi, atau, jika tidak naik iuran/premi, maka pemerintah harus menyuntik dana ke BPJS Kesehatan. Namun, kenaikan iuran selain tidak populis, juga akan berdampak buruk terhadap konsumen, khususnya peserta mandiri. Jika naik iuran/premi, mereka akan mangkrak iuran alias nunggak membayar iuran, atau bahkan berhenti sebagai anggota BPJS. Selain itu, jika naik iuran/premi, untuk golongan PBI, pemerintah juga harus menambah subsidi. Padahal, peserta PBI sudah mencapai 93 jutaan. Pertanyaannya, apakah pemerintah punya dana cukup untuk menambah subsidi bagi PBI jika iuran/premi dinaikkan?;

2. Jika pemerintah tidak punya nyali untuk menaikkan iuran/premi, mengingat ini tahun politik dan atau tidak punya dana untuk menambah subsidi bagi peserta PBI, maka pemerintah harus menyuntik BPJS dengan cara lain yang win win solution, yakni menaikkan cukai rokok. Apa yang dilakukan pemerintah dengan menyuntik dengan pajak rokok daerah, itu mah cemen, karena angkanya maksimal yang akan dicapai cuma Rp 1,1 triliun. Jadi suntikan dari pajak rokok tidak berarti apa-apa dibanding defisit total BPJS Kesehatan yang mencapai Rp 16,5 triliun itu;

3. Sedangkan potensi untuk menaikkan cukai rokok secara regulasi masih terbuka lebar. Menurut UU Cukai, cukai rokok bisa digenjot sampai 57 persen, sementara sekarang rerata cukai rokok nasional baru mencapai 38-40 persen. Jadi masih terbuka ruang yang sangat lebar bagi pemerintah untuk menaikkan cukai rokok, guna menyelamatkan BPJS Kesehatan;

Jika pemerintah berani menaikkan cukai rokok sampai angka 57 persen, sebagaimana mandat UU Cukai, maka potensi pendapatan pemerintah dari cukai akan naik tajam mencapai Rp 200-250 triliun, bahkan Rp 300 triliun. Tidak seperti sekarang yang hanya Rp 148 triliun

4. Jika pemerintah berani menaikkan cukai rokok sampai angka 57 persen, sebagaimana mandat UU Cukai, maka potensi pendapatan pemerintah dari cukai akan naik tajam mencapai Rp 200-250 triliun, bahkan Rp 300 triliun. Tidak seperti sekarang yang hanya Rp 148 triliun. Agar tidak mematikan industri rokok kecil, maka kenaikan 57 persen cukup dikenakan pada industri rokok besar. Toh, selama ini yang mengusai pangsa pasar produk rokok, ya industri rokok besar itu, baik industri rokok nasional maupun industri rokok multinasional;

5. Kenaikan cukai rokok secara signifikan minimal akan bermanfaat tiga lapis. Pertama, pendapatan pemerintah dari sektor cukai akan meningkat tajam; kedua, konsumsi rokok di rumah tangga miskin turun drastis, dan ketiga, industri rokok besar tidak akan gulung tikar. Saat ini konsumsi rokok di rumah tangga miskin sudah pada level darurat, karena alokasi pendapatan mereka habis untuk membeli rokok (data BPS, Riskesdas, dll).

6. Pendapatan dari cukai rokok itulah yang bisa digunakan secara permanen untuk menyuntik BPJS Kesehatan, bukan hanya cemen dari pajak rokok. Secara filosofis, alokasi cukai rokok untuk BPJS Kesehatan tidak melanggar regulasi, atau pun etika. Sebab, cukai adalah sin tax, alias pajak dosa yang dikenakan pada produk yang menimbulkan dampak negatif bagi penggunanya/konsumen, dan orang lain. Alokasi cukai untuk pengendalian konsumsi, bisa diperuntukkan sisi preventif-promotif, dan juga kuratif. Selain itu, kenaikan cukai rokok akan menekan karakter penyakit akibat rokok, yang selama ini sangat mendominasi pasien/konsumen BPJS Kesehatan;

7. Tanpa dua skenario itu, maka cepat atau lambat sistem JKN akan brangkut, dan BPJS Kesehatan pun collaps. YLKI lebih mengendors untuk skenario kedua, yakni pemerintah menyuntik dana BPJS Kesehatan, dengan cara menaikkan cukai rokok. Sebab menaikkan cukai rokok akan berdampak multi efek: pendapatan negara via cukai naik signfikan, masyarakat semakin sehat sehingga tidak membebani BPJS Kesehatan. Dan, industri rokok juga tetap eksis dan menangguk profit besar. Fair

Artikel ini pertama kali dimuat di indonesiana.tempo.co

TULUS ABADI
KETUA PENGURUS HARIAN YLKI