Hak dasar publik masyarakat Jakarta diamputasi oleh kebijakan sepihak Pemda DKI dan Ditjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri.

Timboel Siregar

Berdasarkan informasi dari Kadisdukcapil Provinsi Daerah Khusus Jakarta (DKJ), pada bulan Juni 2024 ini akan dilakukan penonaktifan Nomor Induk Kependudukan (NIK) warga DK Jakarta, berdasarkan proses Carik Jakarta dengan status telusur tidak sesuai dengan keterangan pindah dalam DKJ, pindah luar DKJ, dikenal namun tidak diketahui keberadaanya, meninggal, RT tidak ada, dan tidak dikenal. Pemprov DKJ mengusulkan penonaktifan NIK secara bertahap kepada Ditjen Dukcapil.

Rencana penonaktifan tersebut sudah berjalan saat ini, dan proses penonaktifan saat ini membuat masyarakat menjadi sulit untuk mengakses layanan publik seperti layanan kesehatan dan pendidikan.

Sesuai dengan ketentuan Pasal 30 PP 40 /2019 tentang Pelaksanaan UU ADMINDUK dinyatakan bahwa:
(1) NIK sebagai nomor identitas tunggal digunakan untuk semua urusan pelayanan publik
(2) NIK berlaku seumur hidup dan selamanya, tidak berubah, dan tidak mengikuti perubahan domisli
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan NIK diatur dalam peraturan menteri

Saat ini, ada seorang Ibu di wilayah Jakarta Timur yang kebingungan untuk mendaftarkan anaknya ke sekolah negeri karena NIK-nya sudah dinonaktifkan. Padahal saat ini adalah momen untuk pendaftaran sekolah karena akan masuk tahun ajaran baru.

NIK keluarga Ibu ini dinonaktifkan sepihak tanpa pemberitahuan terlebih dahulu, sehingga membuat kebingungan dalam mengakses pendaftaran Pendidikan anaknya untuk masuk sekolah. Ibu dari kelompok ekonomi lemah ini berharap anaknya masuk negeri agar mendapat keringanan biaya sekolah anaknya.

Dari total jumlah penduduk Daerah Khusus Jakarta sebanyak 11.558.173 jiwa, terdapat sebanyak 3.1 juta jiwa yang dicatat berdasarkan proses Carik Jakarta akan diusulkan penonaktifan NIK secara bertahap kepada Ditjen Dukcapil.

Tentunya penonaktifan sepihak NIK yang diusulkan Pemprov Jakarta ini akan juga menyasar pelayanan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) kepada masyarakat Jakarta.

Penonaktifan sepihak NIK penduduk Jakarta dapat berdampak pada kendala akses pelayanan publik seperti JKN, yaitu :

  1. Tidak bisa melakukan pendaftaran atau reaktivasi sebagai peserta JKN, untuk seluruh segmen peserta JKN yaitu calon peserta JKN, Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) yang dibayar Pemda (atau biasa disebut peserta KJS atau Kartu Jakarta Sehat), PBI JKN yang dibiayai APBN, Pekerja Penerima Upah/PPU swasta dan Pemerintah, dan Peserta mandiri (PBPU dan BP).
  2. Penonaktifan kepesertaan JKN bagi peserta KJS dan PBI APBN
  3. Tidak dapat melakukan mutasi atau pindah ke segmen bagi seluruh segmen kepesertaan JKN
  4. Tidak dapat melakukan pemutakhiran data kepesertaan (validasi data) untuk seluruh segmen kepesertaan JKN
  5. Tidak dapat melakukan pendaftaran anggota keluarga termasuk bayi yang baru lahir, untuk seluruh segmen kepesertaan
  6. Yang pada akhirnya tidak dapat mengakses layanan kesehatan (penjaminan oleh JKN) sehingga bila sakit maka akan menjadi pasien umum, untuk seluruh segmen kepesertaan.

Tidak hanya layanan JKN, penonaktifan NIK warga Jakarta ini pun akan berdampak pada layanan publik yang diberikan BPJS Ketenagakerjaan yaitu untuk program Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, Jaminan Hari Tua, Jaminan Pensiun dan Jaminan Kehilangan Pekerjaan.

Bila masyarakat Jakarta yang dinonaktifkan sepihak tersebut tidak bisa mengakses layanan JKN dan layanan jaminan sosial ketenagakerjaan, tidak bisa mengakses layanan pendaftaran Pendidikan, dan layanan lainnya maka hal ini akan menjadi persoalan serius bagi Masyarakat. Akan terjadi protes masyarakat pada layanan publik, yang sebenarnya disebabkan oleh kebijakan sepihak Pemprov Jakarta dan Ditjen Dukcapil. Hak dasar publik masyarakat Jakarta diamputasi oleh kebijakan sepihak Pemda DKI dan Ditjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri.

Kami, BPJS Watch, menolak kebijakan penonaktifan sepihak NIK dengan alasan apapun (kecuali untuk warga yang sudah meninggal dunia) karena hal ini akan menutup akses Masyarakat terhadap layanan publik yang disediakan negara. Oleh karenanya Kami meminta Pemprov Jakarta dan Ditjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri menghentikan proses penonaktifan sepihak NIK warga DKI tersebut.

Kami mendukung proses penataan warga DKI Jakarta dengan melakukan komunikasi langsung kepada Masyarakat DKI yang akan ditata, dan NIK tidak dinonaktifkan sepihak. Masyarakat DKI Jakarta yang akan ditata berhak mendapatkan informasi tentang prosedur dan tata cara pengaktifan NIK sehingga tidak ada masa atau kondisi NIK warga nonaktif. Ada peralihan NIK yang mulus untuk memastikan NIK tetap aktif.

Kami mendorong Pemprov DKI berkomunikasi dengan wilayah tempat tinggal warga DKI yang akan ditata sehingga NIK tetap aktif dan tidak menimbulkan kendala warga dalam mengakses layanan publik.

Timboel Siregar
Koordinator Advokasi BPJS Watch