Pekan ini, para pemimpin negara-negara anggota G20 akan kembali bertemu di Cannes, Perancis. Dapat dipastikan permasalahan krisis Euro akan dibahas dalam pertemuan tersebut. Namun, selain itu, mereka juga akan membahas dokumen Financial Stability Board (FSB) and OECD tentang perlindungan konsumen keuangan yang diminta pada pertemuan G20 November 2010 yang lalu.

Menjelang pertemuan tingkat menteri sektor keuangan pertengahan Oktober yang lalu, Consumers International (CI) mengirimkan surat terbuka (open letter) untuk para Menteri anggota G20. Surat terbuka tersebut ditandatangani oleh organisasi konsumen negara-negara anggota G20, termasuk YLKI. Surat terbuka ini antara lain menyampaikan dukungan pada G20 untuk menindaklanjuti laporan OECD dan FSB tentang perlindungan konsumen keuangan. Selain itu, juga menyampaikan rekomendasi terkait dokumen prinsip-prinsip perlindungan konsumen keuangan yang disusun oleh OECD.

Pada pagi hari sebelum pertemuan tingkat menteri tersebut, sebuah seminar diselenggarakan oleh OECD dan pimpinan G20 Perancis untuk mendengarkan kepentingan Consumers International (CI) dan anggota-anggotanya untuk melindungi konsumen sektor keuangan yang disampaikan oleh Presiden CI, Jim Guest. Jim Guest mengatakan, apa yang telah dilakukan untuk melindungi konsumen produk keuangan dalam masa krisis global ini masih jauh dari cukup. Situasi ini telah menyebabkan masyarakat terjebak dalam hutang dan kebangkrutan.

 

Selain itu, CI menekankan, produk keuangan harus mudah dipahami konsumen serta aman, seperti halnya produk-produk lain. Regulator selama ini hanya memberi perhatian besar pada perbankan, dan seharusnyalah konsumen pun diberi perhatian yang sama besarnya. Ditambahkan pula, harus ada penjaminan yang tegas yang melindungi simpanan atau aset konsumen.

Sekretaris Jenderal OECD dan pembicara lainnya sepakat bahwa prinsip-prinsip perlindungan konsumen yang disampaikan dalam dokumen OECD masih perlu diperkuat. Sekjen OECD mengatakan bahwa krisis keuangan diawali dari krisis kredit perumahan. Perlindungan konsumen keuangan seharusnya dapat mencegah kejadian ini. Sementara Menteri Keuangan Perancis Francois Baroin membenarkan gerakan konsumen yang menuding bahwa krisis terjadi karena penyalahgunaan penawaran kredit pada konsumen. Menteri Keuangan Meksiko, negara yang akan memimpin G20 berikutnya, mengklaim bahwa perlindungan konsumen akan menjadi agenda penting mereka.

Meski kampanye perlindungan konsumen keuangan melalui G20, yang dilakukan oleh Consumers International dan organisasi anggotanya, sedikit banyak sudah menunjukkan hasil, masih banyak yang harus dilakukan ke depan. Diperlukan pengawalan untuk memastikan rekomendasi yang dihasilkan oleh FSB berdasarkan survei yang dilakukannya (sebagai catatan, Indonesia tidak merespon survei yang diedarkan sekitar 6 bulan yang lalu ini) dapat menjadi komitmen internasional untuk perlindungan konsumen sektor keuangan ini. Dan yang lebih penting lagi, bagaimana negara-negara anggota ini, termasuk Indonesia, juga memberi kepastian perlindungan bagi konsumen keuangan.

***

Huzna Zahir, Anggota Pengurus Harian YLKI