Meski UU No 21 Tahun 2011tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) turut mencantumkan masalah perlindungan konsumen, sebagian pihak masih khawatir implementasinya akan jauh dari harapan. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai, empat belas calon Dewan Komisioner OJK yang diserahkan presiden ke DPR beberapa waktu lalu, tidak ada yang memiliki pemahaman dan pengetahuan yang memadai tentang konsumen.

“Semua kandidat DK OJK tidak ada yang memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang konsumen,” kata Ketua Harian YLKI Sudaryatmo ketika dihubungi oleh hukumonline, Rabu (18/4).

Sudaryatmo mengakui kewenangan OJK cukup besar untuk memperhatikan iklim konsumen agar lebih bagus. Namun, dengan 14 kandidat yang akan mengikuti fit and proper test di DPR nanti, ia tidak begitu optimis persoalan konsumen akan lebih diperhatikan. Dia berharap siapa pun yang akan menjabat sebagai DK OJK nantinya, pengawasan jasa keuangan akan lebih efisien dan efektif.

Dijelaskan Sudaryatmo, persoalan keluhan konsumen di jasa keuangan dikarenakan adanya tumpang tindih pengawasan dua lembaga terdahulu, yakni Bank Indonesia (BI) dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK). Dengan adanya OJK, pengawasan di sektor keuangan diharapkan bisa lebih baik.

Ditemui dalam seminar bertema “Implementasi Sistem Pengawasan Lembaga Keuangan (LK) di Indonesia Pasca disahkannya UU OJK”,

Kekhawatiran Sudaryatmo dijawab Ketua Bapepam-LK Nurhaida. Dia mengatakan, kehadiran OJK di Indonesia tentunya akan melindungi konsumen di sektor jasa keuangan. Menurutnya, hal ini sesuai dengan isi dari UU OJK yang disahkan beberapa waktu lalu. Namun, ia mengakui implementasi perlindungan konsumen tidaklah mudah.

“Ini menjadi tantangan tersendiri bagi Dk OJK yang terpilih nanti,” kata salah satu calon DK OJK ini.

Menurut Nurhaida, kebijakan DK OJK harus memberikan manfaat bagi masyarakat, tidak hanya industri keuangan. Perlunya perlindungan konsumen ini, sambungnya, guna meningkatkan keamanan dan kenyamanan masyarakat terhadap industri jasa keuangan di Indonesia.

Dengan adanya ketentuan khusus dalam UU OJK mengenai edukasi dan perlindungan konsumen, diharapkan masyarakat akan lebih memahami karakteristik produk, layanan dan risiko industri jasa keuangan sehingga masyarakat dapat memngenal produk jasa keuangan beserta risikonya dengan baik.

“Paling tidak perlindungan konumen yang lebih baik akan memperkecil kerugian masyarakat,” katanya.

Nurhaida juga mengingatkan bahwa OJK dapat menuntut atas nama konsumen. Melalui wewenang khusus ini, ia yakin lembaga ini akan memberikan perhatian lebih kepada konsumen. OJK diharapkan dapat mendorong kegiatan sektor jasa keuangan agar terselenggara secara teratur, adil, transparan dan akuntabel serta mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil.

Direktur Pengawasan Bank dan Ketua Tim Persiapan Peralihan dari BI ke OJK, Endang Kussulanjari, menambahkan akan adanya integrasi pengawasan dan pengaturan saat OJK terbentuk. Dia mengakui perlindungan terhadap nasabah  merupakan isu baru, namun ia menegaskan bahwa hal ini sudah lama dibicarakan antar lembaga keuangan.

“Yang paling penting dengan adanya OJK, kita mengharapkan pengaturan dan pengawasannya terintergrasi,” imbuhnya.

Untuk saat ini, lanjutnya, lembaga pengawasan masih berjalan sendiri-sendiri. Namun, ia memastikan setelah wewenang BI dan Bapepam-LK pindah ke OJK, semua akan terintegrasi sehingga pengawasan industri jasa keuangan akan lebih baik lagi.

Sumber : Hukumonline.com