Pejalan kaki memang merupakan warganegara yang terpinggirkan di negeri ini. Hampir tidak ada tempat bagi mereka. Lihat saja trotoar yang berlubang di sana sini. Entah siapa yang akan bertanggung jawab apabila ada pejalan kaki yang cedera.

Tengok juga jalan-jalan raya di beberapa wilayah. Sepanjang siang, trotoar dijadikan tempat parkir kendaraan roda dua. Menjelang sore hari, justru pada saat padatnya kendaraan bermotor lalu lalang, tenda-tenda makanan mulai dibangun dan barang dagangan mulai digelar di sepanjang tepi jalan. Tidak ada ruang untuk pejalan kaki.

Di tempat lain, trotoar yang lebar dibangun. Namun, tetap saja tidak dapat dilalui oleh pejalan kaki. Mengapa? Pot-pot besar disusun rapi di atasnya. Entah siapa yang punya ide dan apa pula tujuannya. Supaya jalanan terlihat hijau? Memang hijau, tapi, apakah tidak terpikir di mana pejalan kaki harus melangkah?

Pejalan kaki, dan mereka yang tidak menggunakan kendaraan pribadi, sepertinya memang tidak menjadi perhatian negara. Pemerintah sibuk membangun jalan tol dan jalan layang non tol. Untuk siapa semua ini? Jelas untuk memanjakan para pemilik kendaraan pribadi. Bahkan, pembangunan jalan layang rela mengorbankan akses pejalan kaki untuk menyeberang jalan.

Fasilitas bagi pejalan kaki yang agak lumayan tampaknya hanya ada di jalan-jalan utama kota. Meski di sana sini masih ditemukan pedagang makanan, masih ada ruang bagi pejalan kaki. Namun, akses untuk menyeberang jalan terlihat masih kurang dan masih didominasi jembatan penyeberangan. Zebra cross yang seharusnya lebih accessible justru seringkali kurang dihargai para pengguna kendaraan.  Sangat lumrah kita jumpai kendaraan bermotor tetap melaju kencang meski mendekati zebra cross. Tidak ada jaminan keamanan bagi pejalan kaki meski telah menyeberang di jalur khusus ini.

Mereka yang berjalan kaki, pastinya membutuhkan kendaraan umum untuk berpindah ke jarak yang lebih jauh. Bagaimana kondisinya? Setali tiga uang. Boro-boro dimuliakan, dipikirkan pun masih belum. Sepertinya masih ada keengganan untuk menyediakan angkutan umum atau angkutan massal yang layak dan terjangkau. TransJakarta yang jadi harapan mengangkat martabat pengguna kendaraan umum di Jakarta, dibangun masih setengah hati.

Sesungguhnya, para pejalan kaki ini memiliki hak yang diakui undang-undang. UU No. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan secara terang menyebutkannya. Pada pasal 131 disebutkan bahwa pejalan kaki berhak atas ketersediaan fasilitas pendukung yang berupa trotoar, tempat penyeberangan, dan fasilitas lain. Ayat berikutnya menambahkan bahwa pejalan kaki berhak mendapatkan prioritas pada saat menyeberang jalan di tempat penyeberangan.

Kalau ada hak bagi pejalan kaki, tentunya ada pihak lain yang memiliki kewajiban. Meski tidak tertulis secara eksplisit, pemerintah dan pemerintah daerah berkewajiban menyediakan berbagai fasilitas bagi pejalan kaki. Demikian juga, pengguna kendaraan bermotor tentunya berkewajiban pula untuk mendahulukan pejalan kaki yang akan menyeberang pada tempatnya.

Lantas, kapan kemewahan sebagai pejalan kaki dapat dinikmati? Entahlah…