Arsenik? Mendengar bahan kimia ini langsung jadi inget Munir yang dibunuh dengan racun arsenik. Arsenik memang sangat berbahaya dan beracun. Dan kini beras yang dimakan sehari hari oleh sebagian penduduk dunia ini, disinyalir mengandung arsenik!
Tetapi jangan panik dulu. Ini bukan hasil penelitian di Indonesia, melainkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Consumer Reports di Amerika Serikat (edisi November 2012).
Penelitian di AS ini mengambil sebanyak 223 sampel yang berasal dari beras domestik AS, beras impor dari Thailand dan impor dari India. Sampel yang diuji selain beras, juga makanan bayi dan anak yang berasal dari beras.
Hasil uji menunjukkan bahwa semua sampel mengandung arsenik, baik inorganik (lebih beracun) maupun dalam bentuk organik arsenik, dengan berbagai level, mulai dari 17,1 ppb hingga 963 ppb. Nilai ini sangat tinggi, mengingat FDA mensyaratkan 5 ppb untuk arsenik dalam pangan. Yang memprihatinkan, semua makanan bayi dan anak dari beras pun ikut tercemar arsenik ini.
Dampak Kesehatan
Sebelum pengujian oleh CS, sebuah studi yang dilakukan oleh US Researchers di Dartmouth Children’s Environmental Health and Disease Prevention Research Center pada tahun 2011 telah mempublikasikan hasil penelitian yang menunjukkan konsumsi beras 1 cup per hari bisa meningkatkan resiko kanker kandung kemih. Penelitinya menyatakan bahwa rakyat AS terpapar bahaya arsenik melalui konsumsi beras.
Sementara mengenai bahaya arseniknya sendiri ya sudah jelas. Termasuk bahan kimia paling berbahaya penyebab kanker, kategori group I karsinogenik.
Darimana Sumber Pencemaran Arsenik?
Untuk mengatasi masalah ini, FDA (Food and Drug Agency) dan EPA (Environmental Protection Agency) bekerjasama menelusuri sumber pencemaran arsenik. Sumber pencemaran pada sistem pertanian berasal dari arsenik yang terkandung pada tanah dan air.
Dan Amerika Serikat adalah negara pengguna arsenik no. 1 di dunia, baik bagi industri maupun digunakan sebagai pestisida. Sejak 1991, ada sekitar 1,6 juta ton arsenik diglontorkan ke lingkungan, dan ini adalah setengah dari yang digunakan sejak tahun 1960-an. Jadi bayangkan akumulasi arsenik tersebut di lingkungan! Karena arsenik termasuk bahan kimia yang sangat persisten di alam, tahan ribuan tahun tanpa mampu diuraikan oleh mikroba.
Walaupun sudah ada larangan penggunaan timbal-arsenik dalam pestisida sejak tahun 1980-an, tetapi penggunaan di industri dan penggunaan lain di peternakan masih diijinkan.
Dan tanaman yang paling cepat dan efektif menyerap arsenik dari tanah tersebut adalah padi.
Bagaimana dengan Indonesia?
Studi selintas sempat dilakukan oleh BPOM menyatakan bahwa residu arsenik pada beras lokal Indonesia (bukan yang impor) tidak melampaui batas ambang. Tetapi mengingat penggunaan pestisida sangat besar di Indonesia, senilai sekitar Rp 6-7 trilyun, tetap perlu diwaspadai penggunaan pestisida berbahan arsenik ini. Walaupun pestisida jenis ini telah dilarang sejak tahun 1990-an, tetapi siapa yang bisa mengontrol?
Dan sekarang ini, gairah kembali ke alam, tanpa bahan kimia, dengan bertanam organik; menggunakan pupuk alami, pestisida alami (dari cabe, daun tembakau, dsb), semoga semakin cepat menjalar ke sistem pertanian kita.
Beberapa pemerintah daerah telah menyatakan kepedulian yang nyata, seperti Sumatera Barat (yang ikut membantu petani dalam proses sertifikasi organik yang sangat mahal), dan daerah tingkat dua seperti Bantul, Boyolali, Sragen, dstnya. Dan tentu saja Bali, yang menargetkan untuk jadi pulau organik.
Itulah satu satunya cara, bukan saja ‘menyembuhkan bumi’, tetapi juga menyehatkan manusia.
– Ilyani S. Andang –
0 Comments on "Beras Mengandung Arsenik, Tercemar dari Mana?"