JAKARTA, KOMPAS – Pemerintah disarankan merencanakan pengurangan jumlah pelanggan listrik bersubsidi dengan cermat. Sebab, tidak mudah mendata ulang puluhan juta rumah tangga di seluruh Indonesia dalam waktu 2,5 bulan. Pemerintah justru diminta menyosialisasikan rencana ini dengan lebih baik.

Menurut rencana, pemerintah akan mengurangi jumlah pelanggan listrik golongan tarif 450 volt ampere (VA) dan 900 VA mulai 1 Januari 2016. Saat ini, ada sekitar 45 juta pelanggan golongan tersebut, yang masih menikmati subsidi.

Direktur Eksekutif Institute for Essential Service Reform (IESR) Fabby Tumiwa berpendapat, rencana pemerintah itu terlalu terburu-buru. Pemerintah sebaiknya memperbaiki data pelanggan secara akurat.

“Lebih baik, beri kesempatan untuk menyosialisasikan rencana ini, termasuk untuk memperbaiki data secara akurat dalam waktu yang lebih panjang,” kata Fabby, Jum’at (23/10), di Jakarta.

Jika rencana pencabutan subsidi listrik golongan 450 VA dan 900 VA, kemudian dialihkan ke golongan tarif nonsubsidi, diterapkan secara tiba-tiba, dikhawatirkan masyarakat akan menolak.

Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) akan mengalihkan sekitar 20 juta pelanggan rumah tangga golongan 450 VA dan 900 VA ke golongan tarif listrik nonsubsidi, yaitu 1.300 VA atau 2.200 VA. Sebab, 20 juta pelanggan itu dinilai sebagai keluarga mampu, yang seharusnya tidak menikmati subsidi listrik.

Menurut Kepala Subdirektorat Harga dan Subsidi Listrik pada Direktorat Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Jisman Hutajulu, ada 45 juta pelanggan rumah tangga golongan 450 VA dan 900 VA yang merupakan golongan tarif listrik bersubsidi. Fakta yang ditemukan PLN menunjukkan, sebagian pelanggan golongan itu bisa disebut pelanggan mampu atau bukan kategori keluarga miskin.

“Ada rumah pelanggan yang mangakalinya dengan memasang 900 VA dua unit dalam satu rumah. Ada pula pelanggan yang punya usaha rumah indekos, tetapi masih memakai listrik dengan tarif subsidi. Ini kan perlu ditertibkan,” ujar Jisman.

Subsidi terbatas

Fabby mengusulkan agar pemerintah untuk sementara menerapkan subsidi terbatas bagi pelanggan listrik golongan 450 VA dan 900 VA. Ia mencontohkan, dengan konsumsi listrik rata-rata pelanggan 450 VA dan besar 90 kilo watt jam (kWh) per bulan dan 130 kWh per bulan bagi pelanggan 900 VA, subsidi diberikan untuk konsumsi listrik sampai batas tertentu.

“Misalkan, subsidi hanya diberikan pada 50 kWh pertama yang dikonsumsi pelanggan. Itu namanya subsidi terbatas. Cara ini, di samping bisa menghemat subsidi, juga akan meningkatkan pendapatan PLN,” katanya.

Menurut Fabby, pemberian subsidi dengan jumlah konsumsi listrik tertentu dianggap lebih mudah dan lebih transparan.

Kepala Divisi Niaga PLN Benny Marbun mengatakan, pelanggan baru yang mengajukan sambungan listrik bersubsidi akan diperketat persyaratannya. Mereka harus menyertakan surat keterangan tidak mampu dari pemerintahan setempat.

“Mereka harus menyertakan dokumen keterangan tidak mampu, seperti kartu perlindungan sosial dan surat keterangan dari Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan,” kata Benny.

Mengenai verifikasi ulang data pelanggan, Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI)  Tulus Abadi mengimbau pemerintah dan PLN untuk benar – benar teliti. Dengan demikian, pemberian subsidi listrik tidak salah sasaran. Jangan sampai, selama proses verifikasi, pelanggan yang memang berhak mendapat subsidi listrik, dialihkan ke golongan pelanggan listrik nonsubsidi atau sebaliknya. “Perlu dicermati dampak migrasi dari pelanggan listrik bersubsidi ke listrik nonsubsidi, yang tentu akan berdampak bagi konsumen di tengah situasi ekonomi sekarang ini. Pembayaran tagihan listrik jadi lebih banyak daripada sebelumnya,” katanya.

Sumber: Kliping Media YLKI

Kompas 24 Oktober 2015 (Penulis: APO)