Sehabis banjir, pemandangan yang terlihat di lokasi bekas banjir adalah menumpuknya sampah dimana- mana. Sampah-sampah ini memang sudah banyak yang dibungkus, tetapi masih banyak yang diletakkan begitu saja di pinggir jalan. Ini misalnya dapat terlihat di jl.MT Haryono, masih terdapat sofa bulukan di pinggir jalan dan barang rumah tangga lainnya.

Kebiasaan warga membuang sampah sembarangan (termasuk di kali) memang sudah akut. Jokowi sendiri menyebutkan ada sekitar 2 ton sampah yang terdapat di kali. Yang parahnya, bukan hanya sampah kecil, tetapi sampah rumah tangga seperti kasur, sofa, kompor, pembalut, pampers,  juga ada. Bayangkan betapa berat beban lingkungan dengan sampah seperti itu.

Dan tersendatnya aliran kali (termasuk aliran di Banjir Kanal Timur), maupun got itu juga karena sampah yang menumpuk ini. Oleh karena itu, sudah selayaknya DKI Jakarta sebagai kota megapolitan menerapkan sanksi kepada warganya yang membuang sampah sembarangan ini.

Tidak bisa lagi hanya himbauan. Tetapi penegakan hukum. Landasan legal soal sanksi membuang sampah sembarangan ini sudah ada di UU Sampah no.18 tahun 2008, dimana pasal 29 ayat 1.e terdapat larangan untuk membuang sampah sembarangan.

Selanjutnya untuk DKI Jakarta, sanksi membuang sampah sembarangan masuk ke dalam Perda Ketertiban Umum, no.8 tahun 2007. Sanksi bagi pelanggar ketertiban umum ini (termasuk membuang sampah sembarangan) maksimal denda Rp 50 juta. Tetapi pelaksanaan di lapangan nyaris nol. Perda ini mandul di lapangan, karena sulit untuk pembuktian dan pengenaan saksinya.

Tadinya Pemprov mau membuat Perda khusus sampah. Sayang, sebenarnya Raperda Persampahan sudah masuk ke Balegda DPRD DKI, hanya kinerja DPRD DKI yang mentargetkan pensahan 32 Raperda, tahun 2012 hanya mensahkan 8 saja. Itupun Perda Persampahan tidak masuk. Kebayang kan bagaimana kinerja DPRD ini.

Didalam Raperda Persampahan ini, masyarakat dilarang membuang sampah sembarangan. Sanksinya bisa kena denda Rp 2 juta, atau kurungan 2 bulan.  Perda ini dibuat dengan target tidak sulit dilaksanakan di lapangan. Dan bahkan untuk masyarakat yang mengelola sampah dengan baik, akan diberikan insentif khusus atau penghargaan.

Untuk masalah denda, Jakarta seharusnya bisa meniru Singapura. Negeri yang terkenal dengan ‘kota denda’ ini memang serius mendenda warga yang melanggar. Untuk sampah, misalnya, warga yang membuang sampah sembarangan, bisa terkena sanksi 300 dollar Singapura atau Rp 3 juta. Bahkan akan dinaikkan lagi menjadi 500 dollar. Dan jika sudah berulang kali, denda bisa sampai Rp 50 juta.

Sudah saatnya Pemda DKi serius menangani sampah ini. Dan kepada warganya, bukan saja himbauan untuk tidak membuang sampah sembarangan. Himbauan ini tidak akan mempan kepada warga yang memang cuek terhadap lingkungan sekitarnya.

Tetapi juga harus ada keseriusan penegakan hukum. Satpol PP jangan hanya mengejar pedagang kaki lima, tetapi juga mengawasi warga yang membuang sampah sembarangan. Pengawasan juga bisa melibatkan ibu ibu PKK, RT/RW setempat, Karang Taruna, kelurahan. Menjadi semacam Gerakan bersih, dengan tidak membuang sampah sembarangan.

Hayyo Jokowi, sudah saatnya DKI Jakarta juga menerapkan penegakan hukum yang tegas pada warganya. Semoga ke depan, Jakarta akan semakin baik!

– Ilyani S Andang –

– Anggota Pengurus Harian YLKI –