Jakarta, 12 Juni 2024 – Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dengan ini menyatakan keprihatinan dan mempertanyakan keputusan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan yang masih menunda penerapan cukai terhadap minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) dan plastik hingga kemungkinan tahun 2025. Menurut pernyataan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Askolani, kebijakan ini masih dalam tahap pembahasan dan belum dapat direalisasikan tahun ini.

Pada Februari 2020, Menteri Keuangan Sri Mulyani telah menyampaikan bahwa potensi penerimaan dari cukai minuman berpemanis bisa mencapai Rp 6,25 triliun. Angka ini tidak hanya signifikan dalam mendukung penerimaan negara, tetapi juga sebagai langkah nyata untuk mengurangi konsumsi minuman berpemanis yang merugikan kesehatan.

YLKI menilai bahwa penundaan dari tahun 2020 sampai 2023 ini tidak sejalan dengan urgensi masalah kesehatan dan lingkungan yang dihadapi bangsa kita saat ini. Data terbaru Survei Kesehatan Indonesia 2023 menunjukkan prevalensi diabetes pada usia 15 tahun keatas meningkat 11% dari sebelumya 10.9% (Riskesdas, 2018). 

Indah Sukmaningsih, Plt Ketua Harian YLKI mengatakan, “tentunya hal ini sangat mengkhawatirkan, anak-anak sebagai modal utama dalam mencapai Generasi Emas 2045 terancam terganggu kesehatannya, yang merupakan dampak langsung dari konsumsi minuman berpemanis yang tinggi. Kami menekankan bahwa cukai terhadap MBDK seharusnya tidak lagi menjadi wacana, tetapi harus segera diimplementasikan demi melindungi generasi muda dari risiko penyakit yang serius, tegas nya. 

Berdasarkan hasil survei yang dilakukan YLKI di 10 kota di Indonesia, sebanyak 25,9% anak berusia kurang dari 17 tahun mengonsumsi MBDK setiap hari dan sebanyak 31,6% mengonsumsi MBDK 2-6 kali dalam seminggu. Anak-anak adalah konsumen yang rentan dan sering menjadi target utama pemasaran produk minuman berpemanis. Penundaan kebijakan cukai ini berarti anak-anak kita akan terus terpapar pada produk yang berisiko tinggi terhadap kesehatan mereka. Saat ini, prevalensi diabetes dan obesitas pada anak-anak menunjukkan tren yang mengkhawatirkan. Tanpa adanya intervensi kebijakan yang tegas, mereka akan menjadi korban berikutnya dari kebijakan yang lambat diterapkan.

Data SKI 2023 menunjukkan bahwa sebanyak 59,1% penyebab disabilitas (melihat, mendengar, berjalan) pada penduduk berusia 15 tahun ke atas adalah penyakit yang didapat,

di mana 53,5% penyakit tersebut adalah Penyakit Tidak Menular, terutama hipertensi (22,2%) dan diabetes (10,5%).

YLKI mempertanyakan mengapa pemerintah terus menunda kebijakan yang jelas-jelas memberikan manfaat kesehatan dan ekonomi. YLKI menduga dengan kuat bahwa penundaan ini tidak terlepas adanya intervensi dari industri MBDK, yg sejak awal memang menolak cukai MBDK. Menurut pandangan YLKI, pemerintah tampaknya telah kalah menghadapi tekanan yang diberikan oleh industri MBDK, sehingga mengorbankan kesehatan anak Indonesia. Kami mendesak pemerintah untuk segera menyelesaikan pembahasan dan merealisasikan kebijakan ini tanpa menunggu hingga tahun 2025. Kesehatan anak-anak kita tidak bisa menunggu lebih lama lagi. Penundaan kebijakan ini hanya akan memperburuk kualitas generasi mendatang dan tentunya akan menunda capaian Generasi Emas 2045.

YLKI mengajak seluruh masyarakat untuk mendukung penerapan segera cukai terhadap minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK). Kami juga mengimbau pemerintah untuk menunjukkan komitmennya dalam melindungi kesehatan masyarakat terutama untuk mempersiapkan generasi emas 2045 dengan tidak lagi menunda kebijakan yang sudah sangat mendesak ini.

Salam, 

Tulus Abadi, SH 

(Pengurus Harian YLKI)