Saya merupakan pengguna jasa salah satu provider sejak lebih kurng 7 tahun yang lalu. Selama ini saya merasa nyaman menggunakan jasa layanan tersebut. Namun akhir-akhir ini saya merasa sedikit terganggu dan kecewa dengan apa yang saya alami. Nomor saya, 081******** sering kali dikirim SMS yang berisi informasi yang tidak saya butuhkan bahkan terkesan konyol. Padahal saya tambahkan setiap mendapat SMS dipotong Rp 550, Rp 1.100 hingga Rp 2.200. Begitulah seorang konsumen menuliskan keluh kesahnya terkait dengan layanan jasa telekomunikasi di YLKI.

 

SMS Premium

SMS Premium memiliki 2 karakteristik utama, yaitu :

1. SMS Premium subscription (berlangganan) berarti setiap orang (konsumen) harus mendaftarkan nomor kartu seluler pada sistem operator dan content provider dengan cara mengetik beberapa karakter kunci pendaftaran atau pembatalan. Seperti “Reg”, “Unreg”, “On” dan “Off”

Dalam penyelanggaraan SMS premium ini ada banyak pihak yang terlibat dan masing-masing akan mendapatkan bagian keuntungan. Tentu saja ada bagian yang terbesar dan yang terkecil. Jika dalam satu kali kirim sms bertarif Rp 2000, jumlah tersebut akan dibagika kepada operator sekitar 60% dan sisanya 40% untuk “bandar” (penyelenggara) SMS.

Lantas, siapa saja yang bisa jadi penyelenggara SMS? Syaratnya memiliki modal untuk sewa server yang terhubung ke internet 24 jam nonstop per hari dan membuat program aplikasinya. Jika dari satu SMS ini “bandar” mendapatkan 40% (setara dengan Rp 800) maka jika yang mengirimkan sebanyak 5 persen saja dari total penduduk Indonesia yang 200 juta, maka bandar ini bisa meraup uang sebanyak Rp 8 Milyar.

2. SMS Premium on demand, yang berarti setiap orang (konsumen pengguna) akan mendapatkan layanan setiap kali konsumen mengirimkan SMS kepada operator dan content provider. Sehingga layanan SMS Premium on demand akan aktif apabila konsumen mengirimkan setiap SMS nya kepada sistem. Layanan SMS premium on demand umumnya digunakan untuk proses jajak pendapat, informasi umum, kuis dan undian termasuk SMS dukungan pencarian bakat.

Layanan SMS ini acapkali diberi daya tarik berupa hadiah yang nominalnya sangat besar. Rumah seharga Rp 1 Milyar misalnya atau mobil mewah. Namun merugikah mereka? Mari kita hitung secara kasar, Jika mengacu pendapatan diatas (delapan milyar), rumah yang diiming-iming sebesar Rp 1 Milyar artinya bandar (penyelenggara SMS) hanya perlu menyisihkan seperdelapan dari keuntungan yang diraupnya sebagai “biaya promosi”.

 

UU Perlindungan Konsumen

Secara normatif, bisnis SMS premium ini melanggar Undang-undang Perlindungan Konsumen yaitu :

a) Pasal 4 huruf c “hak konsumen adalah hak atas informasi yang benar, jelas dann jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa.  Pasal 7 huruf a “kewajiban pelaku usaha adalah itikad baik dalam menjalankan kegiatan usahanya”

Arena jasa SMS premium dalam menjual layanan produk tidak memberikan informasi yang jelas, benar dan transparan. Ambil contoh, ketika konsumen kesulitan untuk melakukan Unreg tidak ada informasi lebih lanjut yang diberikan oleh content provider sebagai penjual jasa untuk melakukan komplain atau menghentikan pulsa konsumen terus terpotong dan mengakibatkan kerugian yang terus menerus.

b) Pasal 19 UU No.9 Tahun 1999 yang menjelaskan pelaku usaha bertanggung jawab untuk memberikan ganti rugi atas setiap kerugian yang diderita konsumen akibat mengonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan pada poin a dan b, tujuan menghindarkan konsumen dari dampak negatif pemakaian barang dan jasa selain bertujuan untuk meningkatkan kecermatan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak yang dimiliki.

Permasalahan SMS Premium yang terjadi dalam praktik, terkadang tidak memperhatikan nilai manfaat dan nilai keselamatan konsumen karena terkadang isi SMS premium tidak sesuai dengan harapan yang dijanjikan. Apabila meninjau pada dampak yang lahir akibat isi dari SMS Premium maka seharusnya content provider bertanggung jawab terhadap biaya yang masih terpotong akibat sulitnya melalukan proses Unreg. Apabila meninjau lebih dalam pada perangkat hukum yang terkait dengan SMS Premium, maka permasalahan layanan tersebut dapat dikaitkan juga dengan asas-asas penyelenggaraan.

***

Yani Aryanti Putri – Staff YLKI

(Dimuat di majalah Warta Konsumen)