Secara geografis sebagian besar wilayah Indonesia masuk dalam kategori daerah rawan bencana. Wilayah sekitar cincin api dari sepanjang bukit barisan di Sumatra, menyusur Pulau Jawa sampai ke Nusa Tenggara, kemudian naik ke atas sampai ujung Pulau Sulawesi adalah wilayah yang sangat rawan terjadi bencana gempa tektonik.

Selain faktor alam, aktivitas pertambangan, perkebunann dan konversi lahan untuk perumahan maupun industri yang tidak terkendali juga berpotensi mengganggu daya dukung lingkungan. Ini dapat berakibat timbulnya bencana ekologis seperti banjir yang terjadi di beberapa daerah awal tahun ini.

Baik bencana alam maupun bencana akibat ulah menusia selalu melahirkan korban, melahirkan duka. Tidak jarang intensitas bencana datang tiba-tiba, tidak bisa diprediksi. Alhasil – jangankan korban – pemerintah pun acapkali tidak berdaya karena besarnya jumlah dana yang diperlukan untuk penanganan korban bencana.

Situasi ini kerap menimbulkan rasa empati dari masyarakat untuk ikut meringankan beban korban (dan juga Pemerintah). Salah satu cara yang lazim ditempuh dalam berempati adalah melalui penggalangan dana publik. Dari situasi inilah lantas muncul kelompok masyarakat, lembaga atau yayasan yang menampung dana publik untuk kemudian disumbangkan kepada korban. Pertanyaannya, aspek apa saja yang harus diperhatikan dalam penggalangan dana publik untuk korban bencana?. Ini penting guna menghindari terjadinya penyelewengan dana publik.

Berpijak dari hal tersebut, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) melakukan penelitian terhadap beberapa lembaga – lembaga pengelola dana publik ini. Penelitian ini lebih dimaksudkan sebagai bahan masukan bagi pemerintah (Pusat dan Daerah) untuk perbaikan, baik di level regulasi dan pengawasan, khususnya aktivitas penggalangan dana publik untuk keperluan sosial/kemanusiaan. Penelitian juga dimaksud untuk mendorong lembaga yang melakukan penggalangan dana publik lebih transaparan dan akuntabel dalam melakukan penggalangan dan pendistribusian dana publik, sehingga bisa meningkatkan kepercayaan (trust) masyarakat terhadap lembaga yang bersangkutan.

Disamping itu, penelitian YLKI sebagai bentuk kontrol sosial atas aktivitas penggalangan dana publik dan mencegah adanya pihak-pihak yang menyalahgunakan bencana sebagai kedok mencari keuantungan pribadi. Dengan adanya lembaga penggalang dana publik yang kredibel, dapat meningkatkan partisipasi masyarakat, menyisihkan sebagian harta untuk didonasikan sekaligus menggalang solidaritas terhadap korban bencana banjir, sehingga dapat meringankan penderitaan korban banjir.

Sebelas Lembaga
Langkah pertama yang dilakukan YLKI dalam penelitian kali ini adalah melakukan inventarisasi lembaga yang secara pro-aktif mengomunikasikan kepada publik melakukan penggalangan dana untuk korban banjir. Informasi di dapat antara lain melalui spanduk, SMS, iklan atau liputan di media massa (cetak, elektronik dan online) serta pencarian di internet terhadap lembaga yang menggalang dana publik dengan ruang lingkup wilayah banjir Jakarta yang menjadi obyek penggalangan dana.

Tersebab banyaknya penggalangan dana untuk korban banjir Jakarta 2013, penelitian dikerucutkan pada penggalanagn dana publik yang dilakukan oleh lembaga. Baik lembaga yang secara khusus didirikian untuk misi sosial dan kemanusiaan, lembaga keagamaan, lembaga komersial, media massa, lembaga assosiasi pengusaha dan lembaga publik. Penggalangan dana publik yang dilakukan oleh perorangan atau kelompok masyarakat tidak termasuk dalam obyek kajian penelitian ini.

Dari daftar lembaga yang melakukan penggalangan dana publik, karena alasan terbatasnya anggaran penelitian, dipilih 11 lembaga. Kepada 11 lembaga penggalang dana publik tersebut,YLKI mengirimkan donasi untuk korban banjir, masing-masing Rp 100.000 (seratur ribu rupiah) melalui transfer bank kepada 10 lembaga, dan satu lembaga donasi melalui SMS sebesar Rp 5000 (lima ribu rupiah). Dengan demikian, dalam penelitian ini YLKI juga bertindak sebagai donatur.

Tiga bulan sejak mengirimkan donasi, YLKI bersurat kepada 11 lembaga, meminta laporan pertanggungjawaban penggalangan dana publik untuk korban banjir Jakarta. Informasi yang diminta YLKI meliputi jumlah dana publik yang berhasil dihimpun, di lokasi mana dana publik disalurkan, termasuk jumlah penerima manfaat. Hal yang juga tidak kalah penting adalah dari total dana publik yang bisa dihimpun, berapa persen untuk biaya operasional lembaga dan berapa persen disalurkan ke korban banjir.

Tak Berijin?
Dari jawaban yang dikirimkan lembaga penggalang dana publik, YLKI melakukan analisa dengan parameter pada aspek legal (perijinan), profil lembaga, jenis rekening, laporan tertulis kepada donator, laporan keuangan melalui website, rasio biaya over head jika disandingkan dengan biaya progam dan sosialisai hak donator.

Dari 11 lembaga yang melakukan penggalangan dana publik untuk korban banjir Jakarta 2013, dari aspek perijinan, hanya ada tiga yang memiliki perijinan, satu lembaga memberikan penjelasan tertulis bahwa perijinan dalam proses. Sedangkan tujuh lembaga lain tidak ada informasi tentang perijinan yang menjadi pijakan hukum lembaga tersebut melakukan penggalangan dana publik.

Dari tiga lembaga yang memiliki perijinan, dua lembaga mengantongi ijin dari Kementrian Sosial, yaitu PKPU dan Elshinta Peduli, satu lembaga mengantongi ijin dari Dinas Sosial Pemda DKI ialah MNC TV Peduli dengan ijin bernomor: 360/HUK-PS/2013. Perijinan yang dimiliki MNC TV Peduli cukup detail dan jelas. Disebutkan, ijin diberikan untuk penggalangan dana publik korban banjir di Jakarta, waktu penggalangan dana publik, termasuk adanya kewajiban kepada MNC TV Peduli untuk membuat laporan kepada Pemda DKI, paling lambat tiga bulan setelah kegiatan penyaluran dana bantuan banjir selesai di distribusikan.

PKPU memiliki ijin untuk ruang lingkup kegiatan berskala nasional dari Kementrian Sosial Nomor: 08/HUK/2011. Apabila dibaca dengan teliti, perijinan hanya untuk melakukan kegiatan sosial. Tidak ada statemen dalam ijin tersebut untuk aktivitas melakukan kegiatan penggalangan dana publik, termasuk mekanisme pelaporan kepada Kementrian Sosial.

Elshinta Peduli juga memiliki ijin dari Kementrian Sosial Nomor: 639/HUK-PS/2005. Namun ijin yang dimiliki Elshinta Peduli sudah kadaluwarsa (berakhir 31 Desember 2005) dan tidak pernah diperbaharui. Sedangkan PT. XL Axiata, melalui penjelasan tertulis menyatakan ijin penggalangan dana publik untuk korban banjir Jakarta masih dalam proses dan kegiatan ini sudah dikomunikasikan kepada Dinas Sosial Pemda DKI.

Dilihat dari profil lembaga yang melakukan penggalangan dana publik untuk korban banjir Jakarta cukup beragam. Dari 11 lembaga, paling banyak adalah lembaga sosial kemanusiaan dan keagamaan (Aksi Cepat Tanggap, Lazismu, PKPU, PMI DKI Jakarta, Daarut Tauhid), disusul lembaga komersial (MNC TV, Radio Elshinta, PT XL Axiata, Mabua Harley Davidson). Sisanya lembaga negara (DPR RI) dan himpunan assosiasi pengusaha (HIPMI Jaya).

Bagi lembaga sosial, kemanusiaan dan keagamaan, melakukan kegiatan penggalangan dana publik untuk korban banjir Jakarta tidak begitu aneh karena lembaga ini didirikan dari awal memang untuk melakukan kegiatan sosial kemanusiaan dan pada saat yang sama juga memiliki kegiatan penggalangan dana publik.

Namun tidak demikian halnya dengan lembaga komersial. Kalau lembaga komersial memiliki kepedulian pada korban banjir dalam bentuk sebagai donatur tidak ada masalah. Namun ketika lembaga komersial juga melakukan penggalangan dana publik, suatu wilayah yang bukan core bisnis, ini yang layak dipertanyakan. Karena aktivitas penggalangan dana publik bukan urusan sederhana, tetapi dibutuhkan keahlian, manajemen khusus baik dalam pengelolaan, pendistribusian dan pelaporan.

Ada tiga kategori lembaga komersial dalam menunjukkan kepedulian pada korban banjir. Pertama, sebagai donatur sebagaimana disebutkan di atas. Kedua, sebagai penggalang dana publik, kemudian dana yang terkumpul disalurkan kepada lembaga yang memiliki keahlian di bidang penanganan bencana. Ketiga, sebagai pengumpul dana publik sekaligus pendistribusikan dana publik yang berhasil dihimpun. Kategori terakhir ini sebaiknya dihindari. Kecuali lembaga komersial tersebut mebuat lembaga khusus di luar struktur korporasi yang khusus bergerak dibidang sosial kemanusiaan.

Di luar lembaga sosial kemanusiaan dan komersial, yang agak aneh adalah adanya lembaga negara yang juga melakukan penggalangan dana publik, yaitu Dewan Perwakilan Rakyat. Jika DPR memiliki kepedulian terhadap korban banjir, seharusnya tidak bertindak seperti lembaga sosial kemanusiaan, tetapi akan lebih strategis apabila menggunakan kewenangan yang dimiliki, yaitu melalui instrumen legislasi atau kewenangan budgeting dalam bentuk menambah alokasi anggaran untuk keperluan bencana, bukan ikut-ikutan lembaga swadaya masyarakat melakukan penggalatan dana publik.

Rekening Terpisah

Penyaluran donasi untuk kepentingan korban bencana banjir adalah salah satu aspek penting dalam pengelolaan penggalangan dana publik. Penggunaan rekening, harusnya atas nama rekening lembaga, sehingga semua arus uang masuk akan tercatat oleh bank.

Dari sepuluh lembaga yang menyediakan akses sumbangan melalui bank, 9 lembaga menggunakan rekening lembaga dan satu lembaga (DPR) menggunakan rekening pribadi salah satu staf Ketua DPR. Satu lembaga, akses sumbangan melalui SMS (PT XL Axiata ).

Penggunaan rekening lembaga dalam penggalangan dana publik oleh lembaga sosial kemanusiaan tidak ada masalah dan memang seharusnya begitu. Namun tidak demikian halnya dengan lembaga komersial. Penggalangan dana publik oleh lembaga komersial dengan menggunakan rekening atas nama PT, seperti yang dilakukan MNC TV Peduli dan Mabua Harley Davidson potensial bermasalah, karena dana publik bercampur dengan dana korporasi.

Apabila sebuah lembaga komersial, memiliki kepedulian kepada korban banjir dengan melakukan penggalangan dana publik, seyogyanya membuat lembaga sosial terpisah, dengan menggunakan rekening lembaga sosial, bukan rekening atas nama PT. Seperti yang telah dilakukan Elshinta peduli kemanusiaan.

Penggalangan dana publik yang dilakukan DPR dengan menggunakan rekening pribadi adalah sebuah kesalahan fatal. Selain melanggar ketentuan yang ada, juga kelihatan DPR menggampangkan masalah dalam hal aktivitas melakukan penggalangan dana publik. Memprihatinkan, DPR yang seharusnya tahu aturan, justru berbuat melanggar aturan.

Laporan ke Donatur
Salah satu hak donator adalah memperoleh laporan penggunaan dana publik yang berhasil dihimpun sesuai dengan peruntukan sebagaimana dijanjikan di awal, yaitu untuk korban banjir Jakarta.

Dari 11 lembaga yang melakukan penggalangan dana publik, ada empat lembaga yang memberikan laporan tertulis ke YLKI sebagai donator, yaitu MNC TV Peduli, PT XL Axiata, ACT dan Elshinta Peduli. Itupun setelah YLKI mengirimkan surat, meminta laporan. Seharusnya ada atau tidak ada permintaan, sebagai bentuk apresiasi kepada donatur, lembaga yang melakukan penggalangan dana publik mengirimkan laporan kepada donatur. Rendahnya lembaga yang memberikan laporan kepada donatur ini menunjukkan masih rendahnya perhatian lembaga yang melakukan penggalangan dana publik terhadap hak-hak donatur.

Hal yang tidak kalah penting dalam penggalangan dana publik adalah aspek transparansi. Salah satu yang bisa dilakukan adalah mempublikasikan laporan keuangan yang telah diaudit dalam website lembaga, sehingga dengan mudah dapat diakses oleh donatur/publik.

Dari 11 lembaga yang melakukan penggalangan dana publik, semuanya mempunyai website, namun hanya ada dua lembaga (MNC TV Peduli dan PKPU) yang mencantumkan laporan keuangan dalam website, sehingga dapat diakses oleh publik. Satu lembaga, ketika di-akses (10/7/13) website dalam kondisi under maintenance (ACT).

Satu hal lagi, bagi para donatur perlu mengetahui angka rasio biaya overhead lembaga dibanding biaya program. Apakah dana publik yang terhimpun ini sebagian besar memang jatuh ke korban, atau habis untuk biaya operasional untuk menggaji pengurusnya.

Dari 11 lembaga yang melakukan penggalangan dana publik korban banjir Jakarta 2013, hanya dua lembaga yang memberikan keterangan (ACT dan PT. XL Axiata). Dari total dana publik yang berhasil dihimpun Oleh ACT untuk korban banjir Jakarta sebesar Rp 263.566.616. (dua ratus enam puluh tiga juta lima ratus enam puluh enam ribu enam ratus enam belas rupiah), sebanyak Rp 250.388.288 (dua ratus lima puluh juta tiga ratus delapan puluh delapan ribu dua ratus delapan puluh delapan rupiah) untuk korban banjir. Angka tersebut setara dengan 95 persen dari total penerimaan dana. Sedangkan PT. XL Axiata, total SMS yang masuk sebanyak 16.069, terdiri dari donasi SMS dengan nilai Rp 2000 per SMS sebanyak 6.626 SMS dan donasi SMS dengan nilai Rp 5000 per SMS sebanyak 9.443 SMS. Adapun total dana yang dihimpun (setelah dikurangi PPN 5%) sebesar Rp 54.964.503 (lima puluh empat juta sembilan ratus enam puluh empat ribu lima ratus tiga rupiah) yang disalurkan melalui Dompet Dhuafa.

Dibalik masyarakat menyumbang sebagai donatur, mereka mempunyai hak sebagai donatur. Hak-hak donatur ini yang harus diperhatikan setiap lembaga yang melakukan aktivitas penggalangan dana publik. Ironisnya, dari 11 lembaga yang melakukan penggalang dana publik korban banjir Jakarta, perhatian akan arti penting hak-hak donatur masih sangat minim. Hampir tidak ditemukan lembaga yang pada saat mendorong masyarakat untuk menyumbang, pada saat yang sama juga melakukan sosialisasi hak-hak donatur.

Simpulan dan Rekomendasi
Setiap terjadi bencana, pada saat yang sama juga diikuti maraknya penggalangan dana publik. Sebagai bentuk partisipasi masyarakat, ini merupakan fenomena positip. Namun demikian, perlu ada penataan, sehingga penggalangan dana publik dapat benar-benar bermanfaat bagi korban bencana.

Sebagian lembaga yang melakukan penggalangan dana publik, belum sepenuhnya memberi perhatian yang memadai tentang arti pentingnya hak-hak donatur. Bahwa di balik sebuah lembaga melakukan aktifitas penggalangan dana publik, melekat kewajiban untuk memperhatikan hak-hak donatur.

Dari urian di atas, ada sejumlah rekomendasi. Pertama, perlu ada pembenahan di aspek regulasi. Undang-undang penanggulangn bencana sudah menyinggung soal arti pentingnya partisipasi masyarakat dalam penanggulangan bencana, termasuk aspek penggalangan dana publik. Namun pengaturan masih sangat umum dan kurang spesifik dan detail.

Kedua, perlu ada rating lembaga yang melakukan penggalangan dana publik. Ini penting baik bagi masyarakat selaku donatur dapat dijadikan panduan dan referensi dalam menyalurkan donator, dan juga baik bagi lembaga yang melakukan penggalangan dana publik untuk semakin peduli pada hak-hak donatur.***

Hak-hak Donatur (Donor Bill of Rights):
1. Hak untuk mengetahui misi organisasi yang disumbang, tujuan, dan kemampuan organisasi dalam menggunakan sumbangan;
2. Hak untuk mengetahui mereka yang duduk dalam dewan pengurus organisasi yang disumbang, serta meminta dewan pengawas untuk secara cermat menilai tanggung jawab dewan pengurus;
3. Hak untuk menerima laporan keuangan organisasi secara transparan;
4. Hak mendapat kepastian bahwa sumbangan dibelanjakan untuk hal-hal yang telah disepakati bersama;
5. Hak mendapat kepastian bahwa sumbangan yang diberikan dikelola secara benar dan sesuai dengan hukum yang berlaku;
6. Hak untuk mengetahui apakah pihak yang meminta sumbangan adalah staf organisasi atau sukarelawan;
7. Hak mendapat keleluasaan untuk bertanya dan menerima jawaban secara cepat, tepat, dan jujur;
8. Hak untuk meminta agar nama donatur tidak diumumkan secara terbuka dan donatur berhak mendapat pengakuan dan penghargaan yang layak. ***