Maraknya peredaran obat palsu pasti meresahkan konsumen. Bagaimana tidak, jika sebutir obat yang diharapkan mampu melawan penyakit malah membawa dampak buruk pada kesehatan. Lantas apa itu obat palsu? Menurut Permenkes No.292/Menkes/SK/V/1990, obat palsu adalah obat yang diproduksi oleh pihak yang tidak berhak menurut undang-undang. Obat tidak terdaftar, obat dengan zat aktif di bawah 80 persen, obat tanpa zat aktif sama sekali, serta obat kadaluarsa yang dikemas kembali, juga termasuk dalam kelompok obat jenis ini.

 

Obat palsu juga merupakan salah satu limbah medis atau limbah farmasi yang berasal dari obat-obat yang tidak digunakan lagi oleh pasien/masyarakat; obat-obat yang tidak dibutuhkan lagi oleh institusi terkait; obat-obat yang dibuang karena kemasannya telah terkontaminasi; serta merupakan limbah yang dihasilkan dalam proses produksi obat-obatan. Obat-obatan tersebut seharusnya dimusnahkan karena sudah tidak memiliki khasiat dalam menyembuhkan, bahkan bisa membahayakan.

 

Minimnya pengetahuan masyarakat dalam membedakan antara obat asli dan palsu merupakan salah satu faktor pemicu masih beredarnya obat  palsu dan kadaluarsa. Selain itu, penawaran obat dengan harga yang relatif murah juga menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat.

 

Selain persoalan murah, yang seharusnya diprioritaskan adalah tingkat kelayakan dari obat tersebut, tidak kadaluarsa. Oleh karenanya konsumen harus lebih jeli dalam membeli obat yang akan dikonsumsi. Dibawah ini adalah sejumlah tips yang bisa diperhatikan oleh (calon) konsumen obat-obatan.

 

Pertama, sebaiknya membeli obat di apotek atau toko obat yang diawasi oleh apoteker atau asisten apoteker, hal ini juga memudahkan kita untuk berkonsultasi dengan apoteker tersebut mengenai obat yang akan kita konsumsi. Namun bukan hal yang tidak mungkin terjadi jika obat palsu juga beredar di apotek, hal ini kemungkinan disebabkan karena pihak apotek tertipu oleh distributor atau penyalur obat yang mendapatkan obat palsu. Oleh karenanya konsumen bisa memastikan sekali lagi ke petugas apotek soal kelayakan obat yang akan dibeli.

 

Kedua, jangan membeli obat jika kemasannya sudah rusak, kotor serta tidak tertera tanggal dan tahun kadaluarsa (expired date). Selain itu perlu dipastikan juga, bahwa tanggal kadaluarsa tersebut asli, bukan merupakan tempelan dan hasil rekayasa para pemalsu obat. Jangan mudah percaya dengan penawaran harga obat murah, karena bukan tidak mungkin obat tersebut palsu.

 

Disisi yang lain, jika konsumen atau masyarakat sudah memiliki obat-obatan yang sudah tidak dikonsumsi lagi, ada sejumlah hal menarik yang bisa dilakukan; Pertama, jangan membuang obat yang tidak dipakai begitu saja ke tempat sampah, Karena hal ini bisa dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk dijual kembali dan tentunya sangat membahayakan kesehatan orang lain. Kedua, jangan membuang obat, di saluran pembuangan air, karena kemungkinan pencemarannya terhadap lingkungan cukup besar. Ketiga, untuk vitamin dan mineral, dapat dimanfaatkan sebagai pupuk pada tanaman. Untuk yang bentuk kapsul, isinya dikeluarkan dan ditaburkan ke tanaman, sedangkan untuk yang berbentuk tablet/kaplet, dihancurkan terlebih dahulu. Bila vitamin dan mineralnya dalam bentuk sirup/cair dapat dituangkan langsung ke tanaman. Keempat, obat-obat yang sudah kadaluarsa, dapat dikumpulkan dan dititipkan di apotek, rumah sakit atau pabrik obat. Pemusnahan obat secara rutin akan dilakukan oleh pihak-pihak tersebut sesuai dengan peraturan yang telah ditentukan. Konsumen juga berhak menanyakan jadwal dan prosedur pemusnahan. Dan jika konsumen memiliki waktu, perlu sekiranya konsumen melihat secara langsung proses tersebut sebagai bagian dari pertanggung jawaban sosial dan akuntabilitas kerja apotek dan instansi-instansi yang bekerja untuk urusan tersebut. Kelima, sebelum membuang kemasan obat, stiker pada botol atau kardus harus disobek, kardus kemasan obat juga sebaiknya digunting. Hal ini dilakukan untuk mencegah pemalsuan obat, Karena bisa saja botol berstiker obat tersebut diambil oleh pihak lain dan dimanfaatkan kembali dengan mengisi obat palsu.

 

Selain bisa dimanfaatkan oleh oknum tak bertanggungjawab, pembuangan obat secara sembarang dan menjadi limbah farmasi, dikhawatirkan akan mencemari lingkungan bahkan menimbulkan penyakit. Ada beberapa hal yang dapat dijadikan acuan untuk meminimalisasi limbah farmasi, antara lain  :

 

  • Lebih bijaksana dalam membeli obat, sebagai contoh, belilah obat sesuai dengan kebutuhan, jangan menyimpan obat dengan jenis yang sama dalam jumlah banyak.
  • Memeriksa tanggal dan tahun kadalursa, sebaiknya memilih obat dengan tanggal kadaluarsa yang masih lama, sehingga memungkinkan obat habis sebelum masa kadaluarsanya.
  • Untuk membeli obat antibiotik, sebaiknya menggunakan resep dokter, sehingga jumlah dan lama penggunaanya dapat disesuaikan oleh dokter. Sebagaimana yang kita ketahui, obat yang berjenis antibiotik ini harus dihabiskan.
  • Mengurangi pergi ke banyak dokter untuk satu jenis penyakit. Jika memerlukan second opinion, sebaiknya menginformasikan kepada dokter yang bersangkutan, apa saja jenis obat yang telah diresepkan oleh dokter sebelumnya. Hal ini untuk menghindari peresepan jenis obat yang sama dengan merek dagang berbeda.
  • Sisa obat yang belum habis, sebaiknya disimpan di lemari es, agar lebih tahan lama. Karena semakin rendah suhu penyimpanannya, maka semakin lama pula umur obat tersebut.

 

 

Lebih jauh, Pemerintah harus bertindak tegas terhadap para pihak yang turut serta dalam peredaran obat palsu. Limbah farmasi (obat-obatan) ini tidak boleh diperjualbelikan karena harus dimusnahkan sesuai dengan prosedur yang telah diatur oleh hukum.

 

 

Noor Jehan – Staff YLKI

Dari Berbagai sumber