Berbagai fenomena alam di luar kebiasaan, seperti serangan ulat bulu, ketidakpastian musim, disadari baik secara langsung maupun tidak langsung sebagai dampak dari pemanasan global. Hal tersebut tidak terlepas dari cara berkonsumsi manusia dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Sebagai respon atas fenomena pemanasan global, salah satu agenda kampanye gerakan konsumen global adalah mengkritisi cara konsumsi selama ini, untuk selanjutnya menggagas kampanye cara berkonsumsi yang bisa menjamin keberlangsungan kehidupan di planet bumi ini, yang dikenal dengan konsumsi berkelanjutan (sustainable consumtion).
Seiring dengan perkembangan dari dampak fenomena pemanasan global yang makin nyata, dalam mempertimbangkan pilihan suatu produk, konsumen dituntut untuk tidak semata-mata hanya dari perspektif kepentingan individual semata, tetapi juga harus mempertimbangkan kepentingan yang lebih luas. Seperti dampak pilihan konsumen terhadap ekonomi nasional dan juga dampak terhadap lingkungan/bumi tempat manusia berpijak.
Cara berkonsumsi seseorang, secara sadar atau tidak, diyakini sangat berpengaruh tidak hanya bagi konsumen sendiri, tetapi juga menyumbang dampak kepada kondisi lingkungan.
Secara konvensional, relasi antara cara berkonsumsi dengan dampak lingkungan dijabarkan dalam pertanyaan: (1) Apakah kemasan suatu produk menggunakan bahan baku yang langka, boros dan merusak lingkungan hidup?; (2) Apakah proses produksi menghasilkan cemaran limbah berbahaya? Adakah unit pengolah limbah?
Semua pertanyaan di atas masih sangat relevan, namun dalam konteks pemanasan global, pilihan konsumen atas suatu produk juga harus ditambah untuk lebih mengutamakan konsumi produk lokal. Alasannya, produk lokal menghasilkan karbon dioksida jauh lebih rendah dibandingkan produk impor.
Produk impor selalu melalui proses panjang, mulai dari pembuatan, pengepakan dan pengangkutan. Pengangkutan barang dengan kapal, pesawat atau truk pasti menghasilkan gas karbon dioksida akibat pembakaran. Oleh karena itu, tidak membeli produk impor adalah cara sederhana yang dapat dilakukan konsumen untuk menyelamatkan bumi.
Sebagai ilustrasi, 1 kg jeruk Santang dari Cina berkontribusi menghasilkan gas karbon dioksida ke udara bebas jauh lebih banyak, dibandingkan 1 kg jeruk Medan atau Pontianak. Dengan mengonsumsi jeruk Medan, selain konsumen ikut menyelamatkan bumi, juga telah ikut berkontribusi mensejahterakan petani jeruk Medan di Brastagi.
Adapun yang dimaksud dengan produk lokal, harus mencakup parameter sebagai berikut: (1) Bahan baku berasal dari produk lokal;(2) Diproduksi/diolah di dalam negeri; (3) Menggunakan brand/merk lokal; (4) Diproduksi oleh perusahaan yang sahamnya dimiliki oleh pemodal lokal.
Pilihan konsumen untuk mengonsumsi produk lokal, tidah hanya semata-mata memberi kontribusi dalam upaya untuk menyelamatkan bumi, tetapi juga turut serta dalam memperkuat ekonomi nasional. Dengan mengonsumsi produk lokal, selain tidak membuang devisa, juga ikut menciptakan lapangan kerja.
Dibandingkan banyak negara, seperti Jepang, kampanye untuk mengonsumsi produk lokal di Indonesia jauh tertinggal. Sebagai gambaran, untuk makanan siap saji fast food brand Amerika di Jepang, sebagian besar dikonsumsi oleh expratriat yang tinggal di Jepang, karena konsumen di Jepang sudah terinformasi tentang arti pentingnya mencintai produk lokal.
Kampanye mengonsumsi produk lokal bukannya tanpa hambatan. Pertama, bagaimana meningkatkan mutu produk lokal, sehingga memenuhi standar perlindungan konsumen khususnya dari aspek keamanan dan keselamatan bagi konsumen.
Kedua, jaminan ketersediaan pasokan dari pabrikan/petani/peternak lokal. Sebagai ilustrasi untuk keperluan konsumsi daging sapi, selama ini kebutuhan domestik tidak dapat dipenuhi oleh pasokan lokal, sehingga harus ditutup oleh impor daging sapi dari Australia. Untuk itu kampanye konsumsi produk lokal pada saat yang sama juga harus diimbangi dengan peningkatan produksi hasil pertanian (beras, gula, kedelai, daging sapi ).
***
Sudaryatmo, Ketua Pengurus Harian YLKI
(Dimuat di Majalah Warta Konsumen)
Gambar diambil dari sini
0 Comments on "Global Warming dan Konsumsi Produk Lokal"