Pemberian obat yang rasional merupakan inti dari berbagai penyelenggaraan upaya kesehatan yang benar. Rasional atau tidaknya pelayanan kesehatan sangat bergantung dari etika & moral para tenaga kesehatannya. Masalahnya, di lapangan masih sering atau banyak dijumpai pelayanan kesehatan sehari-hari seperti di balai kesehatan, rumah sakit dan tempat praktek dokter yang jauh dari sistim pengobatan rasional. Contoh untuk hal ini; jenis dan dosis obat yang berlebihan, khasiat obat yang tidak jelas, aturan pakai obat yang kurang tepat, kombinasi obat yang berlebihan, serta pemberian obat yang tidak diperlukan.

Tujuan pengobatan seharusnya untuk memberikan pengobatan tanpa menimbulkan efek samping atau dengan efek samping seminimal mungkin. Pada prakteknya, ternyata banyak faktor yang membuat terjadinya pengobatan tidak rasional seperti:

  • Minimnya pengetahuan tenaga kesehatan dalam ilmu obat-obatan.
  • Dokter terbiasa meresepkan jenis atau merek obat tertentu.
  • Permintaan pasien untuk diberikan obat bermerek yang mahal dengan asumsi dijamin sembuh.
  • Keterkaitan tenaga dan sarana kesehatan dengan sponsor dari industri farmasi.
  • Adanya resep turun temurun dari dokter pendahulu yang sebenarnya sudah tidak sesuai.
  • Terlalu banyaknya pasien atau terlalu sibuk sehingga tidak ada waktu bagi dokter untuk mendiagnosa penyakit perseorangan secara mendalam.
  • Penyediaan obat yang terbatas di sarana kesehatan dengan alasan penghematan dana.

Pemberian obat yang kurang rasional atau tidak sesuai dengan standar pengobatan dapat dikatakan melanggar hukum. Karena dapat menimbulkan efek interaksi obat di dalam tubuh yang dapat merugikan ataupun membahayakan kesehatan. Obat sebagai salah satu unsur yang penting dalam pelayanan  kesehatan seharusnya dipilih dengan tepat mulai dari saat didiagnosa, masa pengobatan dan ketika pemulihan. Obat berbeda dengan komoditas perdagangan lainnya, karena tidak terdapat ketidakseimbangan informasi di antara produsen dan tenaga kesehatan dengan konsumen. Informasi penting seperti kualitas, keamanan penggunaan, khasiat, efek samping, dan ketepatan penggunaan yang spesifik untuk setiap obat tidak akan pernah dipahami oleh  konsumen awam.

Tanda-tanda belum optimalnya sistem pelayanan kesehatan sehingga terjadi penggunaan obat tidak rasional antara lain :

  • Rendahnya partisipasi masyarakat dalam asuransi kesehatan.
  • Promosi obat yang sangat gencar terhadap dokter dan masyarakat.
  • Tidak terjadinya pelayanan informasi obat oleh apoteker di apotek atau Rumah sakit.
  • Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang penggunaan obat yang benar.

Peran Apoteker dalam proses  pengobatan rasional sangat dibutuhkan baik bagi pasien yang berobat ke dokter maupun yang melakukan pengobatan mandiri. Apoteker berkewajiban untuk membantu pasien dalam menetapkan, menerapkan dan memantau pemanfaatan obat ketika pasien membeli obat di apotek atau sedang dirawat di rumah sakit. Bila Apoteker lalai atau tidak menerapkan pelayanan kefarmasian maka apoteker tersebut telah memberikan kontribusi terhadap maraknya fenomena pengobatan tidak rasional.

Paradigma Konsultasi medis

Saat ini, pengertian akan konsultasi medis atau kunjungan ke dokter mengalami pergeseran menjadi kunjungan berobat atau pemberian obat. Bahkan ada sejumlah konsumen awam menuntut agar diberikan suntikan setiap pergi ke dokter, dengan harapan penyakitnya akan langsung sembuh. Padahal kunjungan ke dokter seharusnya lebih bersifat mencari penyebab penyakit dan berunding untuk menentukan cara-cara pengobatannya. Konsultasi medis adalah sarana komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) dimana tidak selalu semua penyakit memerlukan obat namun tergantung penyakitnya.

Kondisi ini sudah seperti lingkaran setan dan belum tahu bagaimana cara menghentikannya. Meskipun, beragam peraturan telah dibuat untuk mengikat janji beragam profesi kesehatan agar bersikap etis, ditambah adanya undang-undang perlindungan konsumen tetap saja konsumen belum pasti punya hak untuk memperoleh pengobatan yang  rasional.

Pengalaman menunjukkan bahwa tidak semua konsumen berani berunding dengan para tenaga kesehatan sebagaimana seharusnya mendapat pengobatan rasional, contohnya :

  • Konsumen hanya bisa memilih jasa pelayanan pengobatan (dokter, Rumah Sakit, Obat), bila informasi yang terkait tersedia secara memadai dan dipahami.
  • Pilihan untuk  menggunakan obat dalam resep, generik atau bermerek, bukanlah pilihan murni konsumen, melainkan dipilihkan oleh dokter.
  • Informasi obat yang ilmiah dan obyektif hampir tidak ada di Indonesia, karena berasal dari industri yang berpihak pada produsen.

Menurut WHO, penggunaan obat tidak rasional adalah masalah yang terjadi di seluruh dunia. WHO menduga ada sekitar lebih dari 50% obat yang diresepkan, dibagikan, dan dijual tidaklah tepat. Dan sekitar 50% pasien tidak mengonsumsi obat dalam aturan yang benar. Di Amerika Serikat, kematian akibat efek samping obat mencapai posisi ke-6 sebagai penyebab kematian terbanyak. Ditinjau dari segi keuangan, biaya akibat dari pemberian obat yang tidak perlu dan obat yang terlalu banyak, terutama di negara berkembang yang tidak memiliki asuransi kesehatan, sangatlah tinggi.

Karena itu, Kebijakan Obat Nasional (KONAS) yang berisi komitmen pemerintah untuk menjamin  pengobatan harus terus diperjuangkan seperti :

  • Ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat esensial.
  • Terjaminnya kualitas, keamanan, dan khasiat semua obat yang beredar dan masyarakat terlindung dari salah penggunaan dan penyalahgunaan obat.
  • Penggunaan obat yang rasional, yaitu penggunaan obat oleh tenaga profesi kesehatan dan masyarakat dalam jenis, sediaan, dosis & jumlah yang tepat dan disertai informasi yang lengkap, benar, dan tidak menyesatkan.

Dengan demikian, konsumen dapat memperoleh manfaatnya bahwa; Obat yang diterimanya aman, efektif, dan bermutu. Konsumen memahami bagaimana cara menggunakan obat yang baik, dan dari segi ekonomi dapat dipertanggung-jawabkan; Biaya  pengobatan sangat terjangkau, jika mungkin hanya membayar biaya admintrasi saja karena pelayanan kesehatan merupakan hak azasi manusia yang sepatutnya dipenuhi oleh pemerintah. Serta adanya sistem asuransi kesehatan yang merata baik miskin maupun kaya.

Sebab itu, gunakan hak informasi jika harus berkunjung ke pelayanan-pelayanan kesehatan. Ingat, ada standar pelayanan kesehatan dasar yang sudah menjadi hak konsumen dan komitmen pemerintah.

 

Ida Marlinda, Staff Penelitian YLKI

dari berbagai sumber

Gambar diambil dari sini