Bahkan, yang lebih memprihatinkan, sebuah studi menunjukkan lebih dari 50 persen golongan terkaya di Indonesia menik- mati hampir 90 persen subsidi bahan bakar minyak. Ternyata bukan hanya ganja, mariyuana, rokok, atau bahkan kopi yang membuat seseorang kecanduan. Sebuah kebijakan yang dilanggengkan selama puluhan tahun pun mengakibatkan masyarakat “nyandu”terhadap kebijakan tersebut. Subsidi bahan bakar minyak adalah contoh konkret untuk menggambarkan fenomena tersebut. Selama puluhan tahun, sejak rezim Soeharto, subsidi bahan bakar minyak mendarah-daging di sebagian kelompok masyarakat. Seolah, jika subsidi bahan bakar minyak dicabut, perekonomiannya bangkrut, mati suri. Lalu, bagaimana sebenarnya potret kebijakan subsidi bahan bakar minyak itu? Di dunia ini, hanya beberapa gelintir negara yang masih menggelontorkan subsidi via bahan bakar minyak, yaitu Arab Saudi,Iran,Venezuela, plusIndonesia. Bedanya, ketiga negara yang disebut pertama masih surplus minyak, bahkan untuk diekspor. SedangkanIndonesia? Alih-alih untuk ekspor, untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri saja tak mampu.
Secara nasional, kebutuhan bahan bakar minyak mencapai 1,3 juta barel per hari. Tetapi produksi minyak nasional hanya mampu memasok sekitar 900 ribu barel. Untuk menambal kekurangan itu, ya, impor.
Benar,Indonesiatelah menjadi nett importer minyak untuk kebutuhan dalam negeri. Tetapi aneh bin ajaib, kendati mengimpor, pemerintah justru menggelontorkan subsidinya makin kencang. Pada 2011, pemerintah menggelontorkan subsidi bahan bakar minyak sebesar Rp 126 triliun. Belum lagi subsidi sektor ketenagalistrikan Rp 65 triliun. Bandingkan dengan anggaran yang dialokasikan pemerintah untuk sektor pendidikan (Rp 92 triliun), sektor kesehatan (Rp 14 triliun), dan jaminan sosial yang hanya Rp 9 triliun.
Jadi, alokasi subsidi bahan bakar minyak tiga kali lipat dari angka yang dialokasikan untuk sektor kesehatan, pendidikan, dan jaminan sosial! Padahal ketiga sektor itu merupakan kebutuhan dasar masyarakat Indonesia. Transportasi massal cepat di kota-kota besar. Kalaupun dibangun, belum tentu angkutan massal cepat itu diminati oleh konsumen. Untuk apa menggunakan angkutan umum massal, toh biaya operasi kendaraan pribadi masih sangat murah, karena bahan bakarnya masih disubsidi? Ketiga,
pemerintah pun menjadi malas untuk mengembangkan energi baru dan terbarukan. Padahal negeri Khatulistiwa ini sangat kaya akan sumber-sumber energi baru dan terbarukan, misalnya panas bumi. Bahkan 40 persen energi panas bumi (geothermal) dunia disimpan di perut bumi.Indonesia. Itu semua tak pernah dikembangkan, karena pemerintah dikerangkeng oleh subsidi bahan bakar minyak.
Kesimpulan, saran Pemerintah, bersama DPR, telah menetapkan bahwa pada 2012 tidak akan ada kenaikan harga bahan bakar minyak. Artinya, alokasi anggaran subsidi bahan bakar minyak makin tinggi. Jelas, ini suatu pelanggengan kebijakan yang sangat tidak tepat, bahkan sesat pikir. Aneh dan ironis, justru pemerintah berpromosi via iklan di berbagai media, plus di area SPBU, bahwa “bahan bakar minyak bersubsidi hanya untuk
golongan yang tidak mampu”. Substansi iklan itu benar. Masalahnya, mengapa pemerintah hanya berani mengimbau, padahal secara normatif-konstitusional pemerintah mempunyai instrumen yang lebih kuat, yaitu pricing policy. Lagi pula, kalau sudah tahu bahwa pengguna bahan bakar bersubsidi bukan dari golongan yang tidak mampu, mengapa pemerintah hanya berpangku tangan? Penggelontoran subsidi via bahan bakar, dan penikmatnya adalah kendaraan pribadi, merupakan kebijakan sesat pikir. Peruntukan subsidi seharusnya dialokasikan untuk komoditas berjangka panjang: subsidi produk pertanian, pangan, pendidikan, dan kesehatan. Jadi, Presiden Yudhoyono (bahkan DPR) seharusnya tidak ciut nyali untuk mengurangi subsidi bahan bakar minyak dengan cara menaikkan harga. Bukan malah menjadikan subsidi bahan bakar minyak sebagai komoditas politik jangka pendek. Bebaskan masyarakat dari penyakit “racun candu”subsidi bahan bakar minyak!
***
Tulus Abadi, Anggota Pengurus Harian YLKI
(Dimuat di Koran Tempo, 12 Desember 2011)
Gambar diambil dari sini
2 Comments on "Candu Subsidi Bahan Bakar Minyak"