Menjadi ruang untuk kegiatan pejalan kaki melakukan aktivitas dan memberikan pelayanan kepada pejalan kaki, jalur pedestrian diharapkan dapat meningkatkan kelancaran, keamanan, dan kenyamanan bagi pejalan kaki. Jalur pedestrian juga menjadi ruang publik yang idealnya memberikan keleluasaan penggunanya untuk melakukan interaksi sosial antar masyarakat.
Malangnya, acapkali dalam suatu perencanaan tata kota, jalur pedestrian kerap terlupakan dalam rancangan yang menjadikan jalur tersebut nyaman bagi penggunanya. Dengan alasan tertentu, jalur pedestrian harus terenggut dari fungsi utamanya. Mulai dari dipangkas untuk perluasan jalan kendaraan, sampai alih fungsi menjadi lahan parkir on street. Belum lagi kakilima yang tidak ditata dengan baik.
Padahal jalur pedestrian memiliki fungsi utama menampung segala aktivitas pejalan kaki. Idealnya, jalur pedestrian didesain demi kenyamanan pejalan kaki. Kenyamanan mencakup fisik jalur, penerangan, peneduh (pepohonan), petunjuk arah yang memadai serta faktor keamanan.
Dibeberapa negara, jalur pedestrian menjadi magnet kota yang mendukung terjadinya interaksi sosial ekonomi. Orchad street Singapura misalnya, mampu menghadirkan kenyamanan dan keamanan bagi kaum pedestrian serta mampu memompa kegiatan ekonomi disekitar jalur yang dilalui.
Sementara dibelahan benua lain, jalur pedestrian bahkan didesain sebagai taman kota yang mampu memberikan kenyamanan lebih pada masyarakat. Di taman pedestrian inilah masyarakat mengembalikan fungsi utama jalur pedestrian sebagai sarana interaksi sosial. Dimulai dari San Fransisco, ketika komunitas peduli lingkungan mengundang masyarakat untuk mengubah sebuah lahan parkir on street menjadi lahan terbuka hijau yang dapat dimanfaatkan untuk aktivitas publik, seperti berdiskusi, bermain teater, baca puisi, sekedar santai dan aktivitas lain. Kegiatan ini kemudian berkembang di kota-kota di Amerika, Eropa dan merambah ke Asia.
Jalan Sabang Jakarta
Tak terkecuali Jakarta, virus positif ini juga mulai dirintis oleh sekelompok masyarakat yang peduli akan pentingnya ruang terbuka hijau. Adalah jalan Sabang, Jakarta Pusat. Sepenggal trotoar dijalan tersebut yang sehari-harinya penuh sesak oleh sepeda motor dan mobil, tiba-tiba pada jumat (16/9 – bertepatan dengan Park(ing) day), berubah menjAdi hijau dengan beberapa meja kursi diatasnya. Meja kursi ini menjadi penanda ruang publik yang bisa digunakan siapa saja yang kebetulan melintas.
Perubahan lahan parkir jalan menjadi ruang publik ini diinisiasi oleh Institute for transportation and Development policy (ITDP) Indonesia, serta didukung oleh komunitas dan lembaga lain, seperti bike to work, komunitas hijau, YLKI, BLU Transjakarta serta sejumlah kepala dinas di Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta.
Kendati kondisi ideal untuk bersantai diluar ruang belum terwujud, akibat polusi dan debu knalpot kendaraan yang melintas menerpa wilayah pedestrian, namun upaya ITDP dan komunitas serta dukungan berbagai pihak untuk mengembalikan hak pejalan kaki dan upaya mengembalikan fungsi bahu jalan atau trotoar patut diapresiasi.
Penataan pedestrian beserta jalurnya – termasuk jalur sepeda – sebenarnya merupakan komponen yang harus dikembangkan sehubungan dengan pengaturan sistem manajemen lalulintas. Jalur pedestrian serta area parkir menjadi sub sistem tata kelola transportasi darat, sehingga mutlak menjadi tanggung jawab pemerintah untuk mengaturnya. Namun Rencana Tata Ruang dan Wilayah DKI Jakarta 2011 – 2030 belum secara detail mengatur tentang pedestrian.
Idealnya, setelah komunitas masyarakat memulai mewujudkan jalur pedestrian yang ideal, Pemerintah segera menindaklanjuti dengan terus mengembangkan jalur pedestrian yang nyaman dan aman secara berkesinambungan.
***
Agus Sujatno, Staff YLKI
(Dimuat di Majalah Warta Konsumen)
Gambar diambil dari sini
0 Comments on "Jalur Pedestrian yang Terlupakan"