VIVAnews – Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai anggaran subsidi bahan bakar minyak (BBM) adalah benalu bagi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

“Karena 20 persen itu dari APBN,” kata Ketua Harian YLKI, Tulus Abadi, dalam diskusi ‘Opsi dan Harga BBM’ yang digelar Dewan Perwakilan Daerah (DPD), di Gedung DPD RI, Senayan, Jakarta, Jumat 10 Februari 2012.

Untuk itu, Tulus menegaskan subsidi BBM menjadi salah kaprah jika masih dipertahankan. Alasannya, jika dilihat esensi subsidi itu seharusnya ditujukan bagi masyarakat yang tidak mampu.

“Makanya, menurut asumsi kami, orang yang telah memakai kendaraan adalah orang yang mampu,” ungkapnya.

Tulus menambahkan, menurut analisis YLKI, sebanyak 50 persen golongan masyarakat yang dikategorikan mampu justru menikmati 90 persen dari subsidi. Sedangkan masyarakat yang tidak mampu, tidak merasakannya.

“YLKI lebih rasional untuk kenaikan (harga BBM), tetapi permasalahannya Undang-undang APBN 2012 mengunci opsi tersebut,” kata dia.

Ragu Pembatasan BBM

YLKI juga meragukan pembatasan BBM bersubsidi, terutama akibat ketidaksiapan infrastruktur yang tersedia saat ini masih sangat terbatas.

“Memang awalnya Pertamina mengatakan siap, tetapi itu lebih kepada kultur. Kita, kalau tidak nurut ya dimarahi oleh atasannya,” kata Tulus.

Tulus meyakini, Pertamina tidak akan mampu menyuplai pasokan Pertamax jika semua dipaksa menggunakan BBM non subsidi tersebut.

Dia menilai, saat ini, hanya satu kilang Pertamina yang mampu menyuplai Pertamax yaitu di Balongan. “Kalau sudah begitu, nanti ujung-ujungnnya impor,” ujar Tulus. (umi)

Sumber : Vivanews.com