Tak bisa dipungkiri, sebuah konser musik akbar membutuhkan modal awal yang tak sedikit. Mulai dari membuat tata panggung megah, sampai mendatangkan artis yang akan mengisi acara, dibutuhkan dana hingga mencapai ratusan juta bahkan milyaran. Hanya sedikit dari even organiser mampu menanggung beban awal finansial tersebut sebelum mereguk pemasukan dari tiket penonton.
Kehadiran penyandang dana tentu sangat dibutuhkan dalam hal ini. Melalui kerjasama dengan perjanjian, akhirnya kehadiran satu atau beberapa industri menjadi solusi untuk melangsungkan pentas konser akbar. Bak gayung bersambut, disatu sisi konser musik membutuhkan penopang dana, sisi yang lain industri membutuhkan media pemasaran yang efektif.
Kehadiran industri bahkan mulai memainkan peranan yang amat signifikan. Tidak hanya sebagai numpang lewat, industri mulai memainkan peran sebagai sponsor tunggal (sponsor utama) bahkan menjadi title sponsor yang menjadi bagian dari judul acara. Dari sinilah kemudian kita mengenal konser musik yang bertajuk sama persis dengan merek-merek produk tertentu.
Adalah sejumlah merek rokok terkenal dari industri besar di Indonesia yang kemudian mendominasi sebagai title sponsor di era konser musik akbar tahun 1980-an hingga awal 2000-an. Mengusung genre musik yang amat digandrungi kawula muda di jamannya, indutri rokok begitu lekat dengan jenis konser musik yang menyuguhkan artis papan atas dari dalam dan luar negeri.
Tidak cukup berhenti disitu, model festival musik dan pencarian talenta bermusik menjadi wahana berasyik masyuk antara penyelenggara dan industri rokok. Boleh dibilang keberadaan industri rokok sebagai konser musik begitu mendominasi di era tersebut. Konser musik dan festival musik bak menjadi satu paket dengan sponsor yang berasal dari merek-merek rokok.
Pergeseran
Boleh saja, era 80-awal 2000-an menjadi bulan madu terindah industri rokok dengan konser musik. Namun seiring penolakan sejumlah musisi asing yang tak ingin konsernya (di Indonesia) disponsori oleh industri rokok, dominasi tersebut mulai mengalami pergeseran. Sebut saja Maroon 5 misalnya, grup band asal negeri paman Sam ini menampik konser di Indonesia jika di sponsori oleh industri rokok. Pergeseran ini juga tak lepas dari upaya berbagai lembaga swadaya masyarakat yang peduli bahaya rokok dengan terus mendesak pelarangan iklan dan sponsor rokok, termasuk dalam konser musik yang banyak menyedot perhatian kawula muda dan anak.
Sepanjang tahun 2011 saja, tercatat belasan konser musik akbar yang tidak lagi didominasi oleh industri rokok dan beralih ke industri non rokok. Bahkan secara terang-terangan Komnas Pengendalian Tembakau terlibat berpartisipasi dalam konser musik Sara Bareilles pada Mei 2011. Dalam konser musik yang dipromotori oleh JAVA Musikindo dan disponsori oleh Pizza Hut, Komnas Pengendalian Tembakau malahan berkesempatan mengampayekan bahaya merokok pada para penonton sebelum konser digelar, dengan membawa pesan ”Love your lungs, love your heart….live healthy!”.
Seiring pola pandang musisi dan artis terhadap kesehatan serta pergeseran dominasi sponsor, nampaknya semakin marak juga serbuan sponsor dari merek non rokok. Bahkan beberapa industri yang sebelumnya jauh dari urusan sponsor musik, mulai melihat konser musik sebagai media berpromosi yang efektif.
Mengutip kata-kata pengusaha Arifin Panigoro, saat jumpa pers di Yayasan Jantung Indonesia (24/11/11) industri non rokok akan sangat terbuka untuk menjadi sponsor baik musik maupun olah raga. Namun pandangan dari dunia internasional membuat industri non rokok tidak mau menjadi sponsor jika berdampingan dengan industri rokok. Artinya, dengan tergesernya sponsor rokok membuka peluang bagi non rokok untuk menjadi sponsor utama bahkan title sponsor.
Ini terbukti selama tahun 2011 keberadaan industri non rokok yang menjadi sponsor musik akbar di Indonesia, terutama Jakarta, semakin ramai dan variatif. Nexian misalnya, vendor ponsel lokal ini menjadi sponsor dalam konser musik Titi Dj pada Januari 2011. Kemudian operator GSM Telkomsel yang menjadi sponsor di konser Janet Jackson pada Februari 2011, Telkom Flexi yang menjadi sponsor Iron Maiden (Februari 2011), serta kelompok Kompas Gramedia dengan konser Erwin Gutawanya. Menyusul kemudian BlackBerry yang mensponsori Suede (Maret 2011) dan Sara Bareilles oleh produk makanan khas Italia; Pizza Hut.
Tak mau kalah, industri yang jauh dari ingar bingar musik pun mulai berlomba menjadi sponsor. Sebut saja produk kecantikan wajah Pond’s yang menjadi sponsor konser Sheila Majid, kartu kredit BCA (Michael Bolton dan Kenny G), lembaga keuangan milik bank Mandiri (Twilite Orchestra), minuman ringan Buahvita (bruno Mars) dan masih banyak lagi.
Kehadiran industri minuman ringan, operator seluler, perbankan, gerai makanan bahkan produk kecantikan menjadi sponsor konser musik akbar, menjadi indikasi bahwa perhelatan musik merupakan media strategis dalam berpromosi. Tidak beralasan bila kegiatan konser musik akan mati suri bila ditinggal sponsor dari Industri rokok, justru sebaliknya sponsor lain akan berlomba-lomba masuk menggusur sponsor rokok.
Melihat antusiasme yang tumbuh demikian pesat dari sponsor non rokok, tak perlu heran bila dikemudian hari muncul sponsor konser musik dari industri minyak pelumas atau minyak goreng sekalipun.
***
Agus Sujatno, Staff YLKI
(Dimuat di majalah Warta Konsumen)
Gambar diambil darisini
1 Comment on "Menggusur Dominasi Iklan Rokok di Konser Musik"