Bagi Anda yang terbiasa merokok ketika bepergian menggunakan kereta api, bersiaplah untuk mendapat teguran atau bahkan sanksi diturunkan paksa. Pasalnya, mengacu pada Instruksi Direksi PT KAI Nomor 4/LL.006/KA-2012, PT KAI (kereta api Indonesia) menetapkan kereta api tanpa asap rokok terhitung efektif mulai 1 Maret 2012 yang lalu.
Ya, merokok di kereta selama ini memang jamak dilakukan, bukan saja oleh para penumpang namun juga oleh petugas kereta api itu sendiri. Tetapi, berdasarkan instruiksi tersebut, setiap penumpang dan petugas dilarang merokok disepanjang gerbong kereta api, di bordes (sambungan kereta) maupun kereta makan (restorasi) yang selama ini menjadi tempat favorit para penumpang untuk menghisap rokoknya. Larangan ini berlaku diseluruh kereta api penumpang, baik kelas eksekutif, bisnis, dan ekonomi termasuk kereta rel listrik (KRL).
Menurut PT KAI, seperti tertuang dalam situsnya, keputusan ini semata karena ingin memberikan kenyamanan bagi penumpang lain yang merasa terganggu dengan adanya asap rokok. Sementara sosialisasi telah dilakukan sejak bulan Januari 2012, dengan memasang stiker larangan merokok disetiap gerbong, serta banner dan spanduk di stasiun-stasiun.
PT KAI juga memberikan wewenang kepada Polisi Khusus Kereta Api (Polsuska) untuk menegur dan memberikan sanksi menurunkan paksa di stasiun terdekat bagi para perokok yang kedapatan melanggar peraturan tersebut.
Secara kontinyu, PT KAI juga terus akan melakukan peringatan oleh calon konsumen kereta api, dengan announcer di setasiun bahwa perjalanan kereta api tanpa asap rokok serta tiket yang berstempel PT Kereta Api Indonesia (persero) perjalanan bebas asap rokok.
Dampak buruk AROL
Kendati menuai pro dan kontra, langkah PT KAI membebaskan gerbong dari asap rokok, patut di apresiasi, bahkan didorong implementasi yang lebh tegas. Sebab, secara normatif, upaya PT KAI sejalan dengan amanat dalam Undang-undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, yang dengan jelas menegaskan angkutan umum sebagai kawasan tanpa rokok (KTR). Artinya, kereta api sebagai bagian dari angkutan umum wajib hukumnya membebaskan penumpang dari asap rokok orang lain.
Dalam banyak penelitian, perokok pasif (second hand smoker) yang terpapar AROL mempunyai risiko sama bahayanya dengan mereka yang perokok. Arol merupakan asap yang dihasilkan dari ujung rokok yang menyala atau produk tembakau lainnya. Biasanya merupakan gabungan dengan kepulan asap rokok yang dikeluarkan dari mulut/hidung perokok.
Rokok, menghasilkan asap yang terdiri dari asap utama (main stream) dengan kandungan 25% kadar bahan berbahaya dan asap sampingan (side stream) yang mengandung 75% kadar bahan berbahaya. Para perokok pasif yang terkena paparan AROL menghisap 75% bahan berbahaya ditambah separuh dari asap yang dihembuskan keluar oleh perokok aktif.
Di dalam AROL terkandung lebih dari 4000 bahan kimia beracun dan tidak kurang dari 69 diantaranya bersifat karsinogenik atau penyebab terjadinya kanker. Hasil berbagai studi selama 50 tahun terakhir menyimpulkan bahwa dampak buruk paparan AROL merugikan kesehatan. Dan perkembangan studi yang berkaitan dengan hal tersebut terus meningkat secara signifikan dengan kesimpulan yang mengarah kepada bahaya AROL.
Banyaknya studi dan hasil penelitian ilmiah yang dilakukan selama beberapa dekade menambah kuatnya bukti hubungan antara paparan AROL dengan berbagai penyakit serius yang terjadi pada anak dan orang dewasa. Diantara penyakit menurut berbagai hasil penelitian adalah:
Kanker Paru. Dalam sebuah penelitian menyebutkan bahwa perempuan bukan perokok yang menikah dengan suami perokok memiliki risiko terkena kanker paru 30% lebih tinggi dibandingkan bila menikah dengan suami bukan perokok. Sementara berbagai badan riset internasional lainya menyimpulkan bahwa AROL menyebabkan kanker paru-paru kepada orang yang bukan perokok. (Lyon, Summary data reported and Evaluation, 2004).
Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah. Hasil studi juga menunjukkan paparan AROL menyebabkan efek merugikan pada kadar lemak darah dan sistem pembekuan (platelets) hanya dalam waktu beberapa menit saja. Selain itu AROL juga menyebabkan kekakuan dinding pembuluh darah terhadap perokok pasif, sama seperti efek yang dialami oleh perokok aktif. Paparan AROL menyebabkan penyakit jantung dan meningkatkan risiko kematian akibat penyakit ini sebesar 30%.
Penyakit Paru Obstruktif Kronik. Paparan AROL juga meningkatkan resiko penyakit paru obstruktif kronik dan penurunan fungsi pernafasan, serta menyebabkan dan memperburuk asma pada orang dewasa bukan perokok.
Dampak pada Kehamilan. Paparan AROL terhadap ibu hamil berisiko menyebabkan kelahiran dengan berat badan bayi lahir rendah (BBLR) dan bayi lahir prematur. Selain itu juga memunculkan kemungkinan sindroma kematian bayi mendadak (Suddent Infant Death Syndrome [SIDS]), serta efek pada bayi berupa pertumbuhan janin dalam rahim terhambat dan keguguran spontan.
Dampak pada Anak-anak. Efek negatif pada anak yang orang tuanya perokok dengan kemungkinan terbesar terkena AROL, berisiko meningkatkan frekuensi penyakit saluran pernafasan (batuk, sesak nafas) dibandingkan dengan anak-anak dengan orang tua bukan perokok. Frekuensinya lebih tinggi apabila kedua orang tuanya perokok. Ini merupakan hasil survey yang dilaporkan Te Surgeon General; dalam ”The Health Consequences of Involuntary Exposure to Tobacco Smoke”.
Dengan konfigurasi dampak buruk yang dihasilkan dari paparan asap rokok orang lain, maka langkah yang diambil oleh manajemen PT KAI mementingkan kesehatan, kenyamanan dan keselamatan konsumen patut diacungi jempol dan ditiru oleh angkutan umum jenis lainnya. Semoga.
***
Agus Sujatno, Staf YLKI
(Dimuat di majalah Warta Konsumen)
1 Comment on "Tak ada “Asap” di Kereta Api"