Mengapa tidak? Konsumen mendapatkan pangan yang sehat, sementara petani mendapatkan pasar dengan harga yang menguntungkan. Selain itu, yang terpenting tentu petani bertani dengan cara yang lebih aman, tidak mengancam kesehatan petani.  Lingkungan pun akan terjaga, lebih subur dan bebas dari kontaminasi bahan kimia.

Ini tentu jika konsumen mengkonsumsi pangan organik lokal. Maka akan terjalin sinergio yang indah antara konsumen dan produsen alias petani pangan organik Indonesia.

Memang, produk pertanian organik pasarnya sangat menjanjikan. Bukan saja pasar lokal di Indonesia, tetapi juga di dunia. Pertanian organik mengandalkan idealisme dalam hal kemandirian dan kesehatan petani, menjaga kelestarian alam dan lingkungan, dan juga kesehatan konsumen.

Permintaan pasar produk organik memang semakin naik dari tahun ke tahun. Cukup tinggi, yaitu 20% per tahun. Tidak terkena krisis, karena hanya ‘nieche’ market, alias pasar celah, bukan pasar massal.

Yang menarik, saking tingginya permintaan ini, saya pernah membaca beberapa orang Singapura dan Malaysia melirik investasi pertanian organik ini, dengan membeli/menyewa lahan di beberapa daerah di Sumatera. Mereka mencari lahan untuk ditanam sayur sayuran secara organik! Untuk memenuhi pasar Singapura dan Malaysia tentunya.

Sayangnya, petani kita memang bermasalah dalam hal sertifikasi alias jaminan ke-organikan tersebut. Dan perwakilan YLKI yang  membahas masalah ini di Kementrian Pertanian mengenai standar mutu organik, akhirnya malah tidak jelas, apakah harus ada lembaga independen yang mensertifikasi, atau sudah cukup yang dinamakan ‘jaminan komunitas’ untuk menyatakan bahwa ini benar produk organik.

Kalau lembaga khusus, maka bisa jadi ini masalah yang berat bagi petaninya, mengenai  soal dokumen hingga biaya. Sementara kalau jaminan komunitas, biasanya tidak terlalu menekankan pada soal formalitas, tetapi komunitas penjaminnya harus juga terlibat dalam jaringan komunitas internasional. Jadinya ketika ekspor produk tidak mengalami kendala.

Beberapa pemerintah daerah juga sudah berhasil mengkampanyekan beras organik untuk ditanam. Diantaranya Sumatera Barat, Bali, Bantul, Sragen, Malang, Magetan, Minahasa Timur, dan beberapa daerah lain. Yang jelas pemda yang punya visi pertanian organik ini, patut dihargai.

Dan inilah keuntungan produk organik:

1. Mampu meningkatkan 75%  hasil sayuran dibandingkan pertanian konvensional. Selain itu, produk organik juga memiliki kandungan vitamin C, beta karoten, dan Kalium yang lebih tinggi (Pitter & Hall)

2. Lingkungan kerja yang aman bagi kesehatan petani dan bagi lingkungan. Petani tidak lagi tereksposure bahan bahan kimia pestisida yang sangat berbahaya bagi kesehatan. Dari suatu penelitian di Bandung ditemukan soal ‘mati rasanya’ tangan para petani ini, karena terlalu terpapar bahan kimia berbahaya, dan dampak dampak kesehatan lainnya yang diderita oleh petani.

3. Meningkatkan kesejahteraan dan pendapatan petani, karena tidak perlu beli pupuk, pestisida. Petani bisa secara mandiri membuat pupuk organik maupun pestisida alami dari bahan alam. Pupuk bisa dibuat dari sampah/sisa limbah pertanian, sementara pestisida bisa dibuat dari tanaman tertentu seperti cabe, daun tembakau. Jadi tidak perlu bergantung kepada perusahaan penghasil pestisida & pupuk.

Dan di Indonesia sendiri, seorang pengusaha organik lokal pernah mengungkapkan betapa tingginya permintaan konsumen,  terutama produk organik yang di taruh di retail modern. Dia sampai sulit memenuhi kapasitas permintaan tersebut.

Makanya, berarti permintaan memang tinggi, tetapi supply nya masih setengah setengah. Semoga ini bisa menjadi peluang yang bagus. Karena sekalian menyelamatkan kesehatan manusia (utamanya petani) dan lingkungan.

Dan bagi konsumen, mari mengkonsumsi pangan organik. Pangan yang sehat, bebas bahan kimia. Dan tentu harus lokal pula. Sehingga ikut mensejahterakan petani lokal Indonesia. Sinergi yang indah.

Oleh: Ilyani Sudardjat