Tanpa angin tanpa hujan, tiba-tiba RUU Tembakau masuk ke dalam proglegnas yang akan dibahas DPR untuk menjadi Undang-Undang (UU). Aneh sekali, padahal RUU Pengendalian Tembakau yang sudah lama mengendap malah tidak mendapat prioritas untuk dibahas. Terdapat dugaan kuat bahwa masuknya rancangan regulasi ini menjadi prioritas dibahas karena adanya lobi-lobi industri.
Beberapa kejanggalan di dalam RUU Tembakau ini adalah:
1. Pembahasan tidak fokus kepada pertembakauan ataupun nasib petani, tetapi lebih kepada industri rokok. Lagipula jika ingin fokus kepada suatu produk, mengapa mesti tembakau yang menjadi penting? Bukankah ada beras, atau kopi, coklat, yang menjadi andalan produk indonesia di skala dunia?
Dan anehnya, walapun RUU ini berbicara soal tembakau, tetapi sama sekali tidak memperhatikan masalah impor tembakau yang kian naik dari tahun ke tahun. Seharusnya jika ingin melindungi petani tembakau, pemerintah membatasi atau malah melarang impor tembakau. Total impor tembakau indonesia selama tahun 2012 naik sebesar 13%, mencapai US$ 382,43 juta atau setara dengan Rp 3,824 Trilyun. Sebagian besar impor tembakau ini berasal dari China, yaitu sebesar US$191,4 juta atau setara dengan Rp 1,914 Trilyun.
2. RUU Tembakau bermaksud menjegal dampak kesehatan tembakau atau rokok yang sudah tertera didalam UU Kesehatan no. 36 tahun 2009 yang menyatakan bahwa tembakau adalah bahan adiktif. Dalam salah satu pasal RUU Tembakau terdapat pernyataan yang mengeliminir pasal ini di UU Kesehatan ini.
3. RUU Tembakau berarti juga mengeliminir upaya-upaya dalam pengendalian tembakau yang selama ini dilakukan, seperti Kawasan Dilarang Merokok, kenaikan cukai, penggunaan gambar dalam kemasan rokok.
4. Jelas sekali kepentingan yang bermain di RUU Tembakau ini adalah industri rokok yang merasa khawatir atas upaya-upaya pengendalian tembakau yang dilakukan. Padahal sekeras apapun advokasi dan kampanye yang dilakukan, industri rokok tetap meraih keuntungan yang signifikan, sekitar kenaikan penjualan 10% setiap tahunnya.
Jika pemerintah memang berupaya melindungi petani tembakau, seharusnya upaya yang dilakukan adalah pembatasan impor. Selain itu, upaya pemanfaatan tembakau dengan cara lain juga lebih bermakna. Seperti sebagai pestisida alami pembasmi hama. Ini juga sangat efektif, daripada digunakan sebagai bahan yang meracuni kesehatan manusia. Jika sebagai pestisida alami, tembakau dapat mengisi pasar pestisida yang juga sangat tinggi di Indonesia, mencapai Rp 6-7 Trilyun. Itu yang legal.
Jika pemerintah memang pro terhadap RUU Tembakau, mau dibawa kemana bangsa ini? Surveilans kesehatan saja sudah menunjukkan bahwa anak-anak Indonesia mengalami stunting (berbadan pendek) yang cukup parah, penurunan IQ, dan tingkat kematian akibat stroke, jantung, kanker, semakin tinggi menyerang usia muda. Semoga pemerintah dan DPR di sana masih mempunyai nurani dan akal sehat.
– Ilyani S. Andang –
Anggota Pengurus Harian YLKI
0 Comments on "RUU Tembakau; Berpihak kepada Petani atau Industri Rokok?"