Setelah kenaikan TDL, keluhan masyarakat mengenai listrik masih berlanjut terus. Malah ketika hari H kenaikan listrik, 1 Oktober 2013 lalu, Jakarta kena pemadaman bergilir, karena gardu induk PLN di Cawang kebakar.

Masalah PLN seperti tiada henti-hentinya. Jangankan memenuhi permintaan baru yang tumbuh 9,5-15% pertahun, merawat yang sudah ada saja kelimpungan. Kapasitas pertumbuhan listrik PLN hanya sekitar 400 MW-500 MW pertahun. Padahal kebutuhan untuk memenuhi permintaan tersebut mencapai 10 kali lipatnya, 4000-5000 MW/tahun.

PLN sebagai perusahaan berada di bawah dua kementrian, yaitu ESDM dan BUMN. ESDM memiliki otoritas dari segi regulasi teknis, kenaikan TDL, masalah pembangkit listrik.  Sementara masalah manajemen perusahaan berada dibawah BUMN. Termasuk dalam memilih Dirut, Kementrian BUMN berhak mengajukan Dirut yang paling bagus untuk mengelola PLN.

Jero Wacik dan Dahlan Iskan sebagai Menteri, seharusnya fokus kepada masalah PLN saja dulu. Masalah PLN sangat pelik dan membutuhkan keseriusan sebagai Menteri yang memfasilitasi berbagai kepentingan didalamnya. Termasuk suplai energi primer untuk menggerakkan pembangkit PLN, butuh lobi dan negosiasi yang sangat serius oleh seorang dengan kapasitas Menteri, bukan sekedar kapasitas Dirut PLN.

Krisis listrik sudah sangat parah. Selain di Sumut, Sumbar, Riau, Lampung sudah berteriak-teriak. Di Mesuji, kantor PLN malah dibakar oleh warga karena pemadaman yang sudah parah. Bahkan Kalimantan yang berlimpah energi primer tetap mengalami krisis listrik. Di Sulawesi, masyarakat kota-kota besar juga sudah berteriak. Nah, kalau Papua, malah emang belum banyak yang tersambung listrik.

Jadi negara yang sudah merdeka 68 tahun ini, masih 25-30% yang belum dialiri listrik.

Beberapa kendala yang sangat teknis terkait dengan suplai energi listrik di negara tercinta ini diantaranya adalah:

1. Investasi membangun pembangkit. Seperti di Sumut, tidak bisa tidak, harus ada pembangkit listrik untuk memenuhi kebutuhan listrik disini. Sayang, ide untuk membangun pembangkit Asahan3 yang dulu pernah diajukan DI ketika menjadi Dirut PLN kepada Gubernur Sumut ditolak.

Dan mengapa ketika itu tidak bisa dilobi? Gubernur macam apa ini! Baru sekarang ijin diberi setelah rakyat Sumut sudah berteriak kencang sekali. Tetapi sekali lagi, pembangkit ini adalah investasi untuk beberapa tahun. Sekarang, defisit listrik di Sumut baru teratasi 50%, dan hingga akhir 2013 ini akan coba dipasok dari program listrik 10.000 MW yang ada di Sumatera. Ini hanya untuk mengatasi defisit, belum untuk memenuhi pertumbuhan permintaan listriknya!

Hari ini juga SBY meresmikian 4 PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap), dengan masing-masing kapasitas sekitar 600-700 MW. Jadi kalau dikalikan 4 PLTU, kapasitas total mencapai sekitar 2400 – 2800 MW…berarti ini masih setengah dari pemenuhan kenaikan pertumbuhan energi listrik. Paling tidak akan bisa menyuplai kebutuhan listrik Jawa – Bali.

2. Pasokan Energi Primer untuk Pembangkit

Jika ingin pembangkit yang cepat, tentu dengan menggunakan bensin dan solar. Tetapi biayanya sangat mahal. Dan sudah dibatasi oleh pemerintah, karena bisa membuat APBN jebol. Begitu juga dengan program genset menggunakan solar juga merupakan solusi jangka pendek yang dibuat DI ketika menjadi Dirut PLN. Sekarang masalah genset ini  malah jadi blunder; dihentikan karena sangat tidak ekonomis, minum BBM sangat tinggi, menghabiskan Milyaran rupiah setiap hari.

Jadi yang ideal adalah pasokan gas, panas bumi, batubara (tetapi polusi) dan air. Disini, pasokan energi primer masih kendala oleh pemerintah daerah atau masyarakat setempat. Dibutuhkan lobi dan pendekatan kepada masyarakat secara serius.

Yang parahnya, seperti kasus penemuan gas di Semarang. PLN rugi trilyunan rupiah, gara-gara pemenang tender tidak membangun pipa pengaliran gas selama bertahun-tahun. Yang aku heran, mengapa pemenang tender ini tidak kena sanksi karena merugikan negara trilyunan rupiah?

3. Kerugian akibat pencurian listrik; PLN dirugikan hingga Rp 16 Trilyun akibat pencurian listrik. Tetapi tidak ada yang kena sanksi hukum

4. Merawat pembangkit, trafo gardu induk dan lain-lainnya. Ini adalah tantangan PLN lainnya. Suplai yang sudah ada pun akan tersendat jika yang sudah ada ini pun rusak, terbakar, kena petir, tua, tidak bisa berfungsi dan sebagainya.

5. Pembenahan SDM, pelayanan secara menyeluruh, transparan, akuntabel. Banyak BUMN yang juga berdarah-darah pada awalnya. Tetapi dengan pemilihan Dirut yang sangat kompeten, BUMN tersebut melesat menjadi yang terbaik, mampu mengatasi masalah internal dan mampu kompetitif dengan perusahaan lain.

Kalau yang pernah kubaca di Change nya Rhenald K, salah satu yang sangat berubah itu diantaranya adalah Garuda, Pegadaian, Telkom, yang karena memiliki CEO atau Dirut yang sangat bagus, bisa membalikkan keadaan. Dan sekarang Pertamina dibawah Karen juga sudah masuk kedalam 500 perusahaan terbaik dunia (no. 120-an), begitu juga PT. KAI mulai berbenah dengan sangat nyata.

PLN juga mesti bisa. Seorang Dirut yang sangat berani, bukan hanya mampu melobi (terutama untuk sengketa karena Otda yang kebablasan), juga negosiasi dengan pemasok, pemerintah, dstnya, tetapi juga mampu membenahi SDM, dan sisi keuangan serta teknis PLN. Semoga bisa dan ada. Atau Dirut PLN yang sekarang diberkati dengan kemampuan seperti itu.

Dan tugas Kementrian ESDM dan BUMN lah yang memastikan PLN bisa memiliki kinerja yang semakin membaik.

Jika tidak, siap-siap, krisis listrik akan membayangi seluruh Indonesia. Termasuk Jakarta..

Jakarta, 17 Oktober 2013

Ilyani S. Andang

Anggota Pengurus Harian – YLKI