Dalam dua bulan terakhir, terdapat dua peristiwa penting yang mampu mempengaruhi keseimbangan finansial konsumen; yaitu kenaikkan bahan bakar minyak, hari raya natal dan liburan panjang akhir tahun. Tiga peristiwa ini sejatinya sudah cukup menggerus kantong, tetapi konsumen masih harus berjibaku dengan dampak turunan yang ditimbulkan oleh fenomena tersebut, yaitu melonjaknya harga sejumlah kebutuhan pokok.

Pada tataran konsep ekonomi, kondisi seperti ini bisa dipahami. Secara sederhana dapat dijelaskan dengan hubungan sebab akibat ketika terjadi kenaikkan instrumen biaya produksi atau lonjakan permintaan maka harga akan terkerek naik. Artinya, di level tertentu lonjakan harga sejumlah kebutuhan pokok tidak perlu disikapi secara berlebihan. Hal ini justru menjadi indikator positif terhadap gerak roda ekonomi.

Bagi konsumen yang terpenting dalam kenaikkan harga harus mampu mengakomodir prinsip ketersediaan, keandalan, dan keterjangkauan. Harus ada jaminan bagi konsumen bahwa barang tersebut tersedia di pasar. Ini penting, sebab apalah artinya harga murah tetapi barang tidak diketemukan di pasar. Tanpa jaminan ketersediaan, akan diikuti lonjakan harga secara ilegal, jauh diatas kewajaran.

Selain tersedia di pasar, harus ada jaminan bahwa komoditas tersebut memiliki keandalan dalam bentuk mutu atau kualitas produk sesuai dengan standar yang ditetapkan. Tidak ada rekayasa pengurangan atau penambahan bahan yang dapat membahayakan konsumen. Dan prinsip keterjangkauan yang menjamin lonjakan harga masih dalam batas jangkauan daya beli konsumen.

Tetapi, pada kasus lonjakan harga yang patut diduga akibat permaianan oknum spekulan, maka tidak mudah bagi konsumen untuk memahami hal itu. Apalagi jika laju kenaikkan harga lebih cepat ketimbang pendapatan. Ini akan semakin memperbesar alokasi belanja konsumen hanya untuk kebutuhan pokok (basic needs). Padahal kebutuhan manusia tidak hanya pangan semata, untuk mempertahankan martabat kehidupan dibutuhkan jaminan kesehatan, transportasi, pendidikan, perumahan dan lain-lain.

Pada titik permasalahan inilah sejatinya kehadiran pemerintah sangat dibutuhkan. Pemerintah harus mampu melakukan langkah-langkah strategis demi stabilisasi harga kebutuhan pokok. Langkah pertama yang kerap dilakukan pemerintah adalah melakukan operasi pasar. Kondisi psikologis dari polemik berkepanjangan acapkali dimanfaatkan oleh segelintir oknum untuk mempermainkan sejumlah komoditas publik. Kebutuhan pokok masyarakat ditimbun, otomatis supply barang ke pasar akan lebih kecil dari demand. Kondisi ini jelas akan berpengaruh terhadap harga. Melalui mekanisme operasi pasar diharapkan keseimbangan supply dan demand kembali terjaga.

Ada beberapa hal penting untuk diperhatikan dalam melakukan operasi pasar. Idealnya operasi pasar dilakukan dalam sistem yang tertutup dengan target konsumen spesifik, yaitu mereka yang terdampak langsung akibat kenaikkan harga. Artinya, yang menjadi ukuran pemerintah adalah berapa banyak masyarakat tidak mampu yang dapat mengakses operasi pasar, bukan berapa banyak komoditas yang telah dilepas pemerintah. Dengan sistem tertutup, akan menepis praduga bahwa operasi pasar hanya menjadi proyek lembaga/instansi tertentu. Hal yang tak kalah penting dari operasi pasar adalah pemerintah harus mampu mengintervensi para oknum penimbun untuk melepas komoditas ke pasar. Jika perlu, menangkap pelaku dan menyeret ke meja hijau.

Kedua, mengendalikan harga juga dapat dilakukan pemerintah melalui instrumen regulasi yang mengontrol pasar. Melalui regulasi itu, pemerintah mengontrol kenaikkan harga yang tidak wajar. Regulasi itu juga mengatur tata niaga komoditas publik agar tidak terjadi struktur pasar distorsif yang dikuasai sekelompok pelaku usaha.

Di Malaysia, upaya mengontrol harga dilakukan pemerintah dengan cara menerbitkan Price Control Act and Anti Profiteering Act 2010. Kebijakan itu mengontrol kenaikan harga dan tanggung jawab pelaku usaha dalam menjelaskan instrumen yang memengaruhi kenaikkan harga. Jika lonjakan harga disebabkan satu instrumen dengan kenaikan tidak wajar, pelaku usaha dapat diancam denda 500 ringgit Malaysia hingga 1.000 ringgit Malaysia atau pidana kurungan maksimal tiga tahun.

Ketiga, memangkas rantai distribusi logistik yang berbelit dan cenderung koruptif. Secara faktual, biaya distribusi logistik di Indonesia merupakan termahal di Asia Tenggara. Banyaknya pungutan liar yang harus ditanggung oleh pelaku usaha dalam pendistribusian, akan sangat berdampak pada harga jual kebutuhan pokok. Ujung-ujungnya masyarakat konsumen juga yang harus menanggung beban.

Disisi lain, perbaikan infrastruktur perlu dilakukan. Buruknya infrastruktur turut memberi konstribusi pada kenaikan harga. Kasus antrian truk di pelabuhan atau kemacetan panjang, menjadi fakta buruknya infrastruktur khususnya transportasi. Dalam upaya pengendalian harga, pembenahan infrastruktur menjadi syarat mutlak yang harus dipenuhi.

Keempat, membentuk atau melakukan penguatan kelembagaan yang mengontrol harga. Lembaga ini harus mampu berperan sebagai penyangga kebutuhan pokok, sehingga ketika terjadi lonjakan harga, pemerintah mampu intervensi serta melepas cadangan komoditas untuk menetralisir harga. Secara historis, Indonesia memiliki Badan Uursan Logistik (BULOG) sebagai penyangga kebutuhan pokok. Tetapi kemudian kewenangan lembaga ini teramputasi. Sudah saatnya merevitalisasi atau membentuk lembaga sejenis yang mampu menjadi lembaga penyangga cadangan komoditas publik.

Jadi, sudah saatnya menentukan langkah-langkah penyelamatan masyarakat konsumen. Saatnya Pemerintah menjamin stabilitas harga kebutuhan pokok. Dengan langkah-langkah tersebut, peristiwa penting seperti pengurangan subsidi BBM atau jelang hari raya, tidak akan terlalu berdampak pada masyarakat rentan. Dan jika dilandasi oleh kemauan politik yang kuat dan semangat revolusi mental, tidak terlalu sulit bagi pemerintah untuk mengendalikan lonjakan harga.