Tampaknya rencana pemerintah membangun kereta api (KA) cepat Jakarta-Bandung kian mengeras. KA cepat yang diklaim mampu menempuh kecepatan 36 menit dari Jakarta-Bandung, akan menelan biaya antara Rp 60-73 trilyun (bergantung investornya). Sebaiknya pemerintah membatalkan rencana membangun KA Cepat tersebut, dengan alasan :

1. Membangun KA Cepat tidak terdapat dalam master plan kebijakan transportasi nasional. Ini artinya KA cepat tidak jelas arah dan tujuannya, untuk apa dan untuk siapa?

2. Membangun KA Cepat bukan hal yang mendesak, tidak ada urgensinya. Yang sangat mendesak adalah kebutuhan transportasi umum di kota-kota besar, yang saat ini mati suri. Merevitaliasi angkutan umum jauh lebih bermartabat dari KA Cepat yang hanya memanjakan investor belaka;

3. Membangun KA Cepat juga bentuk diskriminasi, antara Jawa dan luar Jawa. Ini jelas bertentangan dengan visi Presiden Jokowi yang katanya akan fokus membangun infraatruktur di luar Jawa, khususnya Indonesia Timur. Seharusnya yang dibangun adalah KA di Kalimantan, Sulawesi, Sumatera, dan atau merevitalisasi KA di Jawa sekalipun;

4. Benar, KA Cepat tidak dibangun dengan dana APBN. Lha, tidak dengan dana APBN tetapi dengan dana hutang, itu ya sami mawon, malah lebih berbahaya. Untuk apa meminjam dana dari luarvnegeri tetapi untuk membangun sesuatu yang tidak ada urgensinya?

5. Membangun KA Cepat juga bukan hal yang efisien dari sisi kebijakan transportasi. Untuk apa dengan KA cepat, tetapi untuk menuju ke lokasi stasiun perlu waktu lebih dari 2 jam, karena didera kemacetan? Akan lebih elegan mengatasi kemacetan di Jakarta daripada membangun KA Cepat.

6. Membangun KA cepat lebih merupakan politik mercusuar, ingin sok disebut ultra modern, padahal infrastruktur transportasi yang utama masih kedodoran?

7. Selebihnya, membangun KA cepat juga merupakan kebijakan high risk, jika dikemudian hari mengalami kegagalan. Siapa yang akan menanggungnya, apalagi dengan hutang yang segunung?

Sebaiknya, fokus pemerintah adalah pembangunan infrastruktur transportasi yang terjangkau, aksesibilitas tinggi dan terintegrasi. Bukan KA cepat yang padat modal, padat teknologi, tapi miskin pengalaman.