Berapa kali dalam sebulan, atau bahkan seminggu, Anda berkunjung ke restoran? Sekedar untuk makan siang, atau kongkow-kongkow bersama teman dan keluarga? Restoran memang menjadi tempat yang menarik untuk dikunjungi. Terutama di mal-mal, ‘food court’ tidak pernah sepi dari pengunjung. Siang ataupun malam, apalagi hari Sabtu dan Minggu atau hari-hari libur lainnya.

Tahun-tahun belakangan ini, bahkan acara keluarga, arisan, reuni, atau sekadar kumpul bersama teman dilakukan di restoran. Rumah sepertinya tidak lagi menjadi pilihan. Mungkin karena menghindari segala kerepotan jika diadakan di rumah. Mulai dari masak, menyediakan peralatan makan, hingga kegiatan bersih-bersih selesai acara bagi tuan rumah yang ditempati.

Bagaimana tidak menarik. Konon pertumbuhan restoran kelas menengah dan atas mencapai 250 persen dalam 5 tahun, dengan pilihan restoran yang sangat beragam. Mau pilih restoran yang mahal dan mewah atau cukup yang sederhana tapi nyaman. Mau menu Eropa, China, selera Timur Tengah, atau menu tradisional Indonesia, juga tinggal pilih. Bervariasinya sistem pelayanan pun membuat restoran menjadi pilihan.

Ada model dengan menyajikan menu bersama, memilih beberapa jenis makanan, ditata di meja, dan duduk makan bersama. Makan dengan model seperti ini idealnya setiap menu ditempatkan dengan porsi untuk 4-5 orang, sehingga semua mendapat akses menu yang sama. Jika tidak, bisa jadi yang duduk di ujung meja yang satu tidak kebagian menu yang ada di ujung meja yang lain.

Kalau ingin memilih dengan bebas dan setiap orang terpenuhi seleranya, restoran dengan model buffet bisa jadi pilihan. Biasanya restoran ini menetapkan tarif tertentu per orang dengan layanan ‘all you can eat’. Anda bisa pilih yang disuka dan makan sekenyangnya. Model pelayanan seperti ini mungkin kurang menarik bagi mereka yang porsi makanannya sedikit.

Pertemuan dengan sistem ‘bs’ alias bayar sendiri-sendiri? Ada tempat makan di mal-mal yang menjadi favorit. Restoran semacam ini memiliki satu pintu masuk dan satu pintu ke luar. Setiap orang yang masuk restoran diberi kartu sendiri. Kartu ini akan digesek pada setiap pesanan kita. Nah, pada saat akan ke luar restoran, kita akan melewati kasir dan tagihan akan sesuai dengan pesanan yang telah terekam pada kartu. Praktis bukan?

Peduli Lingkungan

Lantas, dengan makan di restoran, apakah kita juga dapat berkontribusi pada lingkungan? Kita sudah membayar mahal, masih perlukah kita peduli dengan apa yang terjadi terkait kegiatan makan bersama ini? Sebesar apapun jejak karbon dari kegiatan kita ini, masih tetap ada yang bisa dilakukan untuk mengurangi dampaknya. Beberapa hal berikut ini bisa sedikit mengurangi dampak terhadap lingkungan.

1. Apabila memungkinkan, pilihlah restoran yang menggunakan bahan-bahan lokal, sehat dan dihasilkan dari produksi yang berkelanjutan. Sering orang mengatakan restoran organik semacam ini mahal. Sebenarnya mahal itu relatif. Bandingkan dengan jika makan di restoran (bukan fast food) dari jaringan internasional, yang biasanya relatif lebih mahal.

2. Pastikan besar porsi dari menu yang tersedia. Restoran tertentu, atau jenis makanan tertentu menyediakan dalam porsi yang cukup besar. Bila ragu akan sanggup menghabiskan porsi yang kita pesan, jangan malu untuk meminta piring atau mangkuk kosong. Pisahkan sebagian, karena mungkin ada teman atau anggota keluarga lain yang dengan senang hati membantu menghabiskan. Yang pasti, kita tidak perlu merasa bersalah karena membuang makanan.

3. Sama halnya dengan minuman. Seringkali kita tidak peduli atau tidak sadar, saat meninggalkan restoran gelas kita masih terisi penuh. Beberapa restoran memiliki pelayan yang selalu berkeliling dan setiap kali mengisi gelas-gelas yang setengah terisi. Jangan hanya melihat hal ini sebagai bagian dari pelayanan mereka, tapi pertimbangkan juga hal kecil yang bisa kita lakukan. Apabila kita sebenarnya tidak memerlukan tambahan minuman lagi, tolaklah dengan sopan.

4. Terkadang restoran menyediakan air putih tidak di gelas, tetapi berupa air minum dalam kemasan (AMDK). Apabila masih memungkinkan, sebaiknya kita hindari. Selain itu, ada dilema lain dengan penyediaan AMDK ini. Diberi dalam gelas kecil, seringkali kekurangan, tetapi diberi dalam botol yang agak besar, terkadang telalu banyak dan tidak habis. Kalau kita menyadari air itu mahal dan kita harus berhemat air, jangan tinggalkan botol jika minuman masih tersisa. Bawa pulang dan habiskan. Gunakan botol bekas untuk fungsi yang lain, atau berikan ke pemulung atau serahkan ke bank sampah.

5. Jenis minuman apa yang kita pesan? Seringkali ada pilihan, minuman yang fresh seperti jus dari buah asli, atau minuman kemasan. Terkadang minuman atau jus buah asli memang relatif lebih mahal. Tapi yang pasti lebih sehat dan tidak memboroskan energi. Pertimbangkan energi yang digunakan untuk pembuatan minuman kemasan, mulai dari proses produksi, proses pembuatan kemasan, distribusi hingga sampah yang dihasilkan.

6. Bawa kotak makanan dari rumah. Tentu saja ini tidak dimaksudkan untuk memanfaatkan kesempatan ditraktir teman atau keluarga. Jadi, tidak perlu malu, bahkan akan baik jika kita menyuarakan ide ini sebelumnya. Apabila ada makanan tersisa, kita bisa menyimpannya untuk dibawa pulang. Tanpa harus menambah sampah dari plastik atau wadah kemasan dari restoran. Masih lumayan apabila plastik kemasan yang digunakan adalah yang dapat dipakai ulang. Kalau ternyata kemasan styrofoam? Maksud baik berperan pada lingkungan dengan menghindari sampah makanan justru berakibat sebaliknya, menambah sampah yang tidak dapat terurai ratusan tahun.

7. Ambil dan gunakan secukupnya dan sesuai kebutuhan. Di restoran yang menyediakan makanan China atau Asia lainnya seringkali menyediakan sumpit yang sekali pakai (disposable). Hindari penggunaan peralatan makan sekali pakai, gunakan sendok garpu yang dapat dipakai berulang. Merasa peralatan sekali pakai lebih steril? Belum tentu juga. Selain itu, kita perlu memisahkan antara sampah yang dihasilkan dan kebersihan peralatan makan. Selain itu, kepedulian terhadap lingkungan juga dapat diwujudkan dengan berapa banyak kita menggunakan tisu/serbet kertas yang disediakan, baik di meja maupun di tempat mencuci tangan. Seringkali kita melihat orang dengan gampangnya menarik beberapa lembar tisu. Ingatlah untuk menggunakan secukupnya, jangan ikut menambah beban lingkungan dengan sampah yang tidak perlu.

8. Bagaimana cara kita mencapai restoran tempat berkumpul ternyata juga bisa memberikan kontribusi pada lingkungan. Hindari setiap orang berangkat ke tempat pertemuan dengan menggunakan satu kendaraan pribadi. Kita dapat berangkat bersama-sama, saling menjemput, atau menggunakan kendaraan umum. Setidaknya kita sudah mengurangi emisi karbon yang dihasilkan dari acara kumpul bersama tersebut.

Penulis : Huzna Zahir

(Dimuat di Majalah Warta Konsumen YLKI)