SAM_2414Mulai hari ini, 21 Februari 2016, pemerintah menerapkan kebijakan plastik berbayar di sektor retailer modern. Konsumen saat berbelanja di retailer modern akan dikenakan minimal Rp 200 per bungkus plastik. Demi menjaga dan mengurangi tingkat kerusakan lingkungan yang lebih parah, penerapan plastik berbayar bisa dilahami dan merupakan hal yang rasional. Apalagi mengingat konsumsi bungkus plastik di Indonesia tergolong sangat rakus, yakni 9,8:miliar bungkus plastik per tahunnya, alias nomor dua di dunia setelah China.

Diharapkan dengan mengenakan kebijakan plastik betbayar diharapkan ada perubahan perilaku kinsumen saat berbelanja diretailer modern, misalnya membawa bungkus/wadah sendiri saat berbelanja. Dan atau tidak meminta bungkus plastik secara berlebihan. Sehingga konsumsi bungkus plastik bisa berkurang. Di negara-negara Eropa hal semacam ini hal yang biasa dan bisa menekan konsumsi plastik hingga 70 persen. Perlu sosialisasi yang meluas agar masyarakat mengerti tentang kebijakan ini.

Namun demikian, nominal Rp 200 per bungkus sepertinya belum akan memberikan dorongan bagi konsumen untuk tidak menggunakan kantong plastik. Oleh karena itu kebijakan ini harus dievaluasi secara rutin per tiga bulan, sehingga penerapan plastik berbayar benar-benar bisa menjadi disinsentif bagi konsumen. Tetapi dengan tetap memperhatikan aspek daya beli konsumen.

Di sisi lain pemerintah harus juga adil dan bersikap balance: produsen juga harus diberikan disinsentif agar tidak rakus dengan konsumsi plastik saat berproduksi. Produsen harus diwajibkan menarik dan mengumpulkan bekas kemasan plastik dipasaran yang jelas-jelas merusak lingkungan. Produsen juga wajib membuat kemasan dan bungkus plastik yang mudah diurai oleh lingkungan (degradable) dan bisa digunakan ulang, reuse.