APRINDO menyatakan keluar sebagai pihak yang mendukung kebijakan plastik berbayar, dan kemudian menggratiskan lagi tas plastik pada konsumennya.
Ini menunjukkan Aprindo tidak punya concern untuk pengurangan sampah plastik yang ditimbulkan dari transaksi bisnisnya. Seharusnya Aprindo mendorong semua anggotanya untuk menerapkan kebijakan serupa.
Namun demikian, rontoknya uji coba plastik berbayar ini menunjukkan Kementerian LHK tidak konsisten terbukti dengan lemahnya regulasi yang ada. Kementerian LHK terlalu lamban dalam menggodok penguatan regulasi plastik berbayar.
Padahal dukungan publik terhadap upaya pengurangan sampah plastik melalui plastik berbayar sudah lumayan tinggi. Survei YLKI pada Maret 2016, sebanyak 26,8 persen konsumen memahami kebijakan tersebut untuk pengurangan sampah plastik.
Gagalnya uji coba kebijakan plastik berbayar menunjukkan Pemerintah tidak mempunyai roadmap yang jelas untuk pengurangan konsumsi plastik. Kementerian LHK dengan program plastik berbayar, Kementerian Keuangan dengan wacana pengenaan cukai pada plastik. Kedua kebijakan ini seharusnya terintegrasi. Tidak jalan sendiri-sendiri.
Ketidakjelasan kebijakan plastik berbayar juga terindikasi dengan tidak jelasnya penggunaan dana yang diperoleh dari plastik berbayar itu. Seharusnya dana yang dikoleksi dari plastik berbayar dikembalikan menjadi dana publik untuk penanggulangan pencemaran lingkungan akibat sampah plastik.
Note:
Jika diperlukan informasi tambahan, silakan hubungi Sdri. Natalya Kurniawati, Staf Bidang Penelitian/Pengujian YLKI, +6281290468634.
0 Comments on "Siaran Pers YLKI : Protes Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan terkait Plastik Berbayar"