1. Terbakarnya kapal Zahro Ekspres dengan menelan korban minimal 23 orang meninggal, hanyalah puncak dari gunung es atas fenomena “ojeg kapal” yang sudah berjalan puluhan tahun di Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Saat ini, puluhan bahkan ratusan ojeg kapal beroperasi tanpa standar keamanan dan keselamatan yang jelas dan sangat minimnya pengawasan.

2. Dari sisi ketersediaan transportasi publik, ini merupakan kegagalan Pemprov DKI Jakarta dalam menyediakan akses transportasi publik dari Jakarta (daratan) menuju area Kepulauan Seribu. Kapal-kapal yang disediakan Dishub sangat tidak cukup jumlahnya untuk mobilitas warga di Kepulauan Seribu. Sedangkan yang tersedia justru ojeg kapal dengan standar keselamatan yang sangat minimalis, yang dikelola secara perseorangan (bukan badan hukum). Mereka hanya berhimpun dalam sebuah koperasi, layaknya koperasi mikrolet. Sedangkan dari sisi pemberian sertifikasi/standardisasi dan pengawasannya di lapangan menjadi tanggungjawab Kemenhub.

3. Diduga dengan kuat banyak pejabat DKI Jakarta yang justru mempunyai ojeg-ojeg kapal tersebut sehingga keberadaannya sulit ditertibkan dan dikendalikan.

4. Ketika di era Gubernur Joko Widodo, operasional ojeg-ojeg kapal ini justru diberikan kelonggaran sekalipun tanpa sertifikasi dan standardisasi yang jelas, baik armadanya dan atau SDM-nya, terutama nakhoda.

YLKI mendesak Pemprov DKI dan Kemenhub untuk membereskan permasalahan ojeg kapal, dari sisi hulu hingga hilir. Risiko dan potensi terjadinya kecelakaan akan semakin besar jika dibiarkan. Pemprov DKI Jakarta dan Kemenhub bertanggungjawab penuh terhadap hal ini; sebagai bentuk public services di bidang transportasi. Kalau transportasi air/penyeberangan di Jakarta saja seperti ini bagaimana pula yang di luar Jakarta?? Mendapatkan akses transportasi air yang aman, selamat, nyaman dan dengan tarif terjangkau adalah hak warga Jakarta. Semoga para Cagub DKI yang saat ini tengah berkompetisi untuk DKI1 peduli dengan persoalan ini. ***