Kenaikan 10 persen Pajak Penerangan Jalan berpotensi memicu “konflik” antara konsumen dengan PT PLN

Pemprov DKI Jakarta kini sedang merevisi Perda No. 15 Tahun 2010 tentang Pajak Penerangan Jalan (PPJ). Proses revisi itu akan digodog dalam RDPU DPRD DKI Jakarta, Rabu, 16 Mei 2018, jam 10.00 WIB. Pasal yang akan direvisi adalah menaikkan Pajak Penerangan Jalan (PPJ) di DKI Jakarta, dari semula sebesar 3 (tiga) persen menjadi 10 persen. Memang jika dilihat dari sudut regulasi ttg Pajak dan Retribusi Daerah, kenaikan itu tidak ada yang dilanggar. Namun, pada konteks yang lain kenaikan tersebut harus dikritisi, bahkan ditolak, karena:

1. Kenaikan Pajak Penerangan Jalan akan memberatkan masyarakat/konsumen karena secara akumulatif akan menaikkan tagihan listrik konsumen. Dan ini tidak sejalan dengan kebijakan pemerintah pusat yang menetapkan bahwa tahun iniĀ  tidak akan ada kenaikan tarif listrik, bahkan sampai 2019. Apalah artinya tidak ada kenaikan tarif listrik tetapi Pajak Penerangan Jalan dinaikkan dengan signifikan?

2. Kenaikan 10 persen adalah terlalu tinggi untuk ukuran DKI Jakarta. Sebab DKI Jakarta punya sumber-sumber pendapatan pajak lain yang lebih signifikan perannya, misalnya Pajak Kendaraan Bermotor. Ini menunjukkan Pemprov DKI rakus terhadap pajak. Kalau daerah lain, yang sumber PAD-nya kecil, adalah pantas menerapkan Pajak Penerangan Jalan antara 9-10 persen. Bahkan di sebuah kabupaten di NTT, tidak ada Pajak Penerangan Jalan. Masak DKI Jakarta kalah dengan NTT? Malu dong.

3. Kenaikan 10 persen Pajak Penerangan Jalan berpotensi memicu “konflik” antara konsumen dengan PT PLN. Karena mayoritas konsumen tahunya tagihan listrik naik, dan tahunya yang memungut pajak adalah PT PLN.

4. YLKI juga mendorong agar revisi Perda tersebut tidak hanya membahas kenaikan persentase saja, tapi juga mengakomodir agar PJU di DKI Jakarta menggunakan sumber energi baru terbarukan, misalnya surya panel (solar panel)

5. Oleh karena itu YLKI meminta Pemprov DKI Jakarta tidak menaikkan Pajak Penerangan Jalan karena akan membebani tagihan listrik konsumen, tidak sejalan dengan kebijakan pemerintah pusat.

Demikian. Terima kasih.

Wassalam,

Tulus Abadi,
Ketua Pengurus Harian YLKI

Sumber Gambar