Kasus yang menimpa konsumen taksi di Bandara Ahmad Yani-Semarang, beberapa hari lalu, hanyalah fenomena gunung es di semua bandara yang berstatus enclave sipil. Konsumen sebagai pengguna taksi sering menjadi korban, baik karena mahalnya tarif taksi dan atau kualitas pelayanannya yang tidak standar. Fenomena ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut, tanpa solusi jangka panjang. Mengingat banyaknya bandara yang berstatus enclave sipil di Indonesia. Oleh karena itu, untuk melindungi kepentingan konsumen pengguna taksi bandara di area bandara enclave sipil, YLKI meminta Kemenhub, Pemda, dan Angkasa Pura, dan pihak lainnya untuk:

1. Memberikan akses lebih banyak taksi dari berbagai merek perusahaan taksi di bandara, terutama taksi yang berbasis argo meter. Makin banyak perusahaan taksi, makin kuat jaminan bagi konsumen untuk memilih;

2. Kalau pun di bandara tersebut hanya terdapat perusahaan taksi tunggal dari suatu operator tertentu, maka harus ditentukan melalui proses lelang/tender yang terbuka dan transparan, agar tidak melanggar praktik persaingan usaha yang tidak sehat;

3. Managemen bandara harus membuat service level agreement (SLA) dengan perusahaan taksi yang beroperasi di bandara. Dengan berbasis SLA itulah terdapat standar pelayanan taksi yang jelas dan terukur. Dan bagi perusahaan yang tidak mampu memenuhi SLA harus didiskualifikasi dari bandara;

4. Kemenhub dan Pemda harus pro aktif menyelesaikan permasalahan pengelolaan taksi di berbagai bandara enclave sipil di Indonesia;

5. Selain dengan armada taksi, setiap bandara idealnya tersedia akses angkutan umum non taksi, baik yang berbasis rel, bus umum, Damri, dan atau BRT, Bus Rapid Transit.

Demikian, sedikit catatan terkait permasalahan taksi di bandara enclave sipil. Terima kasih.

Wassalam,

Tulus Abadi, 
Ketua Pengurus Harian YLKI
Seluler: 0811-195-030

Note:
Akses informasi dan pengaduan konsumen ke YLKI via: www.pelayanan.ylki.or.id