Pada hari Ahad, 07/07/19, saya bersama keluarga menaiki MRT Jakarta, dari arah Stasiun Lebak Bulus sampai dengan Stasiun Bundaran HI, pergi pulang. Kendaraan roda empat saya parkir di area park and ride Lebak Bulus. Ada beberapa catatan terkait hal ini:

1. Park and ride Lebak Bulus masih dikelola seadanya, tak ada unsur kenyamanan dan rasa aman bagi konsumen, walau konsumen membayar Rp 5.000 per sekali masuk. Park and ride di kelola amatiran. Di area park and ride berdiri bedeng bedeng yang mengesankan kumuh, untuk jualan dan toilet berbayar yang dikelola seadanya;

2. Jarak antara lokasi park and ride dengan stasiun MRT terlalu jauh, lebih dari 1.5 km. Untuk ukuran orang Jakarta yang masih tergolong malas jalan kaki, jarak yang jauh akan mengakibatkan malas pula menggunakan MRT.

3. Selain itu, dari lokasi park and ride harus menyeberangi jalan utama yang menikung, dari arah Pondok Indah dan Jl. TB. Simatupang. Tragisnya, untuk menyeberang sama sekali tidak disediakan dengan JPO, zebra cross/sejenisnya, dan atau petugas yang membantu menyeberangkan pejalan kaki. Ini jelas sangat membahayakan masyarakat yang akan menggunakan MRT, dan atau Trans Jakarta.

 

4. Jarak park and ride yang jauh itu juga tidak dilengkapi dengan canopy, untuk melindungi calon konsumen dari panas terik matahari, polusi udara, dan risiko hujan deras. Aneh bin ajaib…

5. Managemen MRT juga tampak kedodoran dalam penjualan ticketing saat peak season. Saat itu saya dan konsumen lain harus antri satu jam untuk mendapatkan tiket. Kondisi sebelum ruang tunggu stasiun cenderung semrawut, kumuh dan kotor. Tampak dengan jelas managemen MRT masih panik saat terjadi lonjakan penumpang. Dan ironisnya tidak ada petugas yang mengarahkan. Penumpang pun tampak bingung saat akan refund untuk tiket single trip.

YLKI meminta Pemprov DKI Jakarta dan atau managemen MRT Jakarta segera memperbaiki park and ride dan fasilitas pendukungnya. Demi kenyamanan dan safety penumpang dan atau calon penumpang. Janganlah MRT yang merupakan infrastruktur modern dan canggih itu dikelola dengan mentalitas tradisional dan konvensional.

Wassalam,

Tulus Abadi,
Ketua Pengurus Harian YLKI