JAKARTA – PT Bank Permata Tbk. mempertanyakan kapasitas dan independensi ahli yang diajukan oleh Tjho Winarto selaku penggugat. Kuasa hukum Bank Permata Savitri Kusumawardhani menilai pengetahuan ahli kurang bisa menjelaskan secara gamblang dari sisi hukum konsumen mengenai perkara perbuatan melawan hukum yang dilayangkan nasabah.

“Kami menilai ahli tersebut tidak independen karena jawabannya tidak fokus pada pertanyaan yang kami ajukan,” kata Savitri yang ditemui Bisnis Indonesia seusai persidangan, Senin (12/10).

Pihaknya mempertanyakan mengenai keabsahan transaksi yang dinilai tidak valid oleh kedua perusahaan bank. Padahal, Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan tidak memberikan teguran terkait dengan transaksi tersebut.

Sementara itu, kuasa hukum penggugat Ari Nizam mengatakan saksi ahli yang diajukan sudah sesuai dengan perkara yang tengah diperiksa oleh majelis hakim. Menurutnya, hubungan hukum antara perbankan dengan nasabah telah diatur dalam Undang-undang No. 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen.

“Kami ingin menekankan bahwa tindakan tergugat tersebut juga menyalahi UU Perlindungan Konsumen, terutama terkait dengan pernyalahgunaan pemberian informasi pribadi,” ujarnya.

Saksi ahli penggugat Adi Sudaryatmo mengatakan kegiatan perbankan merupakan sektor jasa. Relasi antara nasabah dan perbankan dapat diaplikasikan pada Undang-undang No.8/1999 tentang Perlindungan Konsumen.

“Setelah menerima aduan, seharusnya pihak bank melakukan investigasi internal dan segera melaporkan hasilnya kepada nasabah sesuai fakta,” kata Sudaryatmo dalam persidangan.

GANTI RUGI

Salah satu pengurus Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) tersebut mengutip berdasarkan Pasal 19 ayat 1 yakni pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerugian konsumen akibat mengkonsumsi jasa yang dihasilkan. Ganti rugi tersebut dapat berupa pengembalian uang yang setara nilainya.

Namun, lanjutnya berdasarkan Pasal 19 ayat 5, ketentuan tersebut tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen. Beban pembuktian dilimpahkan kepada pelaku usaha.

Dalam perkara ini, imbuhnya, pihak perbankan harus membuktikan adanya transaksi yang mencurigakan. Jika kesalahan terjadi akibat kelemahan sistemnya, maka bank harus bertanggung jawab.

Menurutnya, perbankan asing mampu menggaransi data pribadi nasabahnya karena dijaminkan oleh trustee pihak ketiga. Nantinya, kebocoran data akan diselidiki oleh trustee tersebut. 

Perkara yang terdaftar dengan nomor 92/PDT.G/2015/PN.JKT.SEL tersebut akan dilanjutkan dengan pemeriksaan saksi ahli dari penggugat pada 19 oktober 2015.

Gugatan tersebut bermula saat penggugat sebagai nasabah prioritas mendapatkan fasilitas Internet bernama Permata Net untuk keperluan transaksi keuangan. Adapun, pengoperasian transaksinya menggunakan telepon genggam.

Pada 29 Agustus 2014, Zulhendri selaku Relationship Manager Bank Permata menginformasikan ke rumah penggugat bahwa ada enam kali perintah transfer antar rekening bank dari penggugat kepada sejumlah rekening lain.

Padahal, pada hari itu Winarto mengaku sedang bertugas ke luar kota dan tidak melakukan transaksi yang dimaksud. Jumlah total nilai transfer itu senilai Rp. 245 juta. Winarto yang merasa dirugikan kemudian memutuskan melayangkan gugatan ke pengadilan.

Sumber : Kliping Media

Bisnis Indonesia, 13 Oktober 2015 (Rio Sandy Pradana).